TEMPO.CO, Jakarta - Global Youth Tobacco Survey (GYTS) menemukan fakta yang mengagetkan. Menurut Kementerian Kesehatan RI dan WHO pada 2014, ditemukan sebanyak 20 persen anak usia 13-15 tahun merupakan perokok aktif. Bahkan, diperkirakan ada lebih dari 190 ribu penduduk Indonesia yang meninggal karena penyakit yang terkait dengan tembakau pada 2012.
Fakta itu membuat banyak kalangan prihatin. Menurut aktivis Smoke Free Agents, Hasna Pradityas, salah satu upaya yang ampuh melindungi anak-anak dari paparan rokok ialah adanya aturan yang melarang pemasangan iklan rokok di sekitar sekolah
"Agar anak terlindungi dari paparan dan produk rokok, menurut saya, ketiadaan iklan, promosi, dan sponsor rokok di sekitar sekolah sangat berpengaruh untuk anak-anak," ujar Tyas, di Jakarta, Kamis, 8 Oktober 2015.
Dia mengatakan iklan disertai penjualan rokok di sekitar sekolah selain memudahkan anak terpapar rokok, bisa menjadi celah bagi anak untuk mencoba produk tembakau itu.
"Jika lingkungan sekolah saja 'diserbu' iklan-iklan dan promosi rokok, maka anak akan lebih mudah terpapar rokok. Iklan juga akan ada penjualan rokok di sekitar sekolah, ini juga bahaya untuk anak jadi lebih mudah mencoba rokok," kata dia.
Selain itu, lanjut Tyas, peran guru dan orang tua juga diperlukan dalam hal edukasi bahaya merokok bagi kesehatan. Namun, kata dia, hal ini tak akan berefek bila iklan rokok masih saja muncul di sekitar anak.
"Guru dan orang tua juga berperan penting untuk memberikan edukasi bahaya rokok pada anak, namun kembali lagi, jika guru dan orang tua sudah memberikan edukasi, namun belum demikian lingkungannya di luar rumah dan sekolah," kata Tyas.
Masalah rokok masih menjadi masalah besar di Indonesia. Data dari Global Adult Tobacco Survey 2011 (GATS 2011) menunjukkan prevalensi perokok di Indonesia terutama untuk laki-laki dewasa menempati urutan pertama dalam hal jumlah di antara 16 negara berkembang di seluruh dunia (67 persen laki-laki dewasa di Indonesia adalah perokok).
ANTARA