TEMPO.CO, Yogyakarta - Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul mencermati adanya kemungkinan perkembangan siklus kasus diare yang makin signifikan memasuki peralihan musim November ini.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Sumitro mengungkapkan, untuk tahun ini sampai Oktober 2015, kasus diare yang tercatat untuk semua kelompok umur sudah mencapai 14 ribu kasus.
"Tidak ada yang sampai menyebabkan kematian karena semua berhasil ditangani cepat," ujar Sumitro pada Selasa, 17 November 2015.
Kasus diare tahun ini, lanjut Sumitro, dinilai lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu yang sempat tembus hingga lebih dari 15 ribu kasus. "Meskipun siklus kejadian per bulannya lebih tinggi pada tahun ini," ujar Sumitro. Misalnya, jika tahun lalu di suatu titik desa sebulan hanya 10 kasus, tahun ini per bulannya bisa 15-20 kasus.
Dinas Kesehatan Gunungkidul memperkirakan, datangnya pancaroba Gunungkidul yang lebih molor dibanding daerah lain di DIY tahun ini, tak ikut menjadi faktor yang mempengaruhi peningkatan frekuensi siklus diare tahun ini.
Sumber-sumber air di telaga yang sempat mengering dan kembali terisi air pun dinilai tak ada dampaknya pada penyebaran bakteri E-Coli ataupun rotavirus pemicu diare.
"Sumber air di Gunungkidul merupakan air resapan, diare ini lebih pada pola hidup masyarakat, terutama saat mengonsumsi air minum," ujar Sumitro.
Meski demikian, memasuki penghujan yang belum merata ini, Dinas Kesehatan setempat mulai menggencarkan sosialisasi pada warga untuk mengantisipasi kasus diare ini makin meningkat. Sebab, dari catatan Dinas Kesehatan Gunungkidul, kasus diare ini diprediksi marak, terutama pada bulan Januari, November, dan Desember.
"Sosialisasi antisipasi diare termasuk saat warga menggelar hajatan, pantauan kami, sering kali kasus muncul ketika air dimasak seadanya dan masih terkandung bakteri pemicu diare," ujar Sumitro.
Dinas Kesehatan Gunungkidul pun tak melarang atau mengklasifikasikan secara khusus mana saja sumber air yang dinilai benar-benar bebas potensi penyakit diare ini. "Semua sumber air telaga baik yang sempat kering maupun tidak saat kemarau, wajib dimasak sampai matang jika dikonsumsi, sama potensi bahayanya,” ujarnya.
Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Yudiria Amelia menuturkan, awal penghujan November ini pihaknya mensosialisasikan pada warga bantaran sungai agar mewaspadai maraknya diare yang lebih gampang terpicu pascabanjir. Sebab, sering kali warga tak menghiraukan apa yang dikonsumsi ketika air dan lingkungan sudah tercemar setelah air sungai meluap hingga ke permukiman.
Sampai Oktober ini Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta menemukan satu kasus diare yang sampai menyebabkan kematian.
"Pada anak bayi, kami masih kumpulkan datanya November ini," ujar Yudiria.
PRIBADI WICAKSONO.