TEMPO.CO, Jakarta - Ahli Neurologi Ryu Hasan mengatakan masyarakat Indonesia belum terbuka terhadap LGBT karena kebanyakan masih berpegang pada paham agama semata. "Pada orang-orang yang otaknya religius, wajar saja jika tak bisa menerima LGBT, masyarakat kita religius," ujar Ryu dalam diskusi bertema 'Mitos dan Fakta LGBT' di LBH Jakarta, 9 Februari 2016.
Ryu menambahkan dalam ilmu kedokteran dan psikologi di Indonesia, soal seksualitas semula banyak menggunakan paham freudian lama dari Sigmund Freud, dan baru belakangan mulai ditinggalkan. Dia menambahkan Freud dalam segala hal liberal kecuali dalam hal seksualitas.
Karena itu, dia berpendapat bahwa harus ada upaya kampanye atau promosi yang lebih sehat untuk mengenalkan LGBT. "Harus ada dokter atau orang yang dekat dengan anggota Dewan sehingga UU untuk kaum LGBT bisa terealisasi," ujarnya.
Sebelumnya Ryu Hasan mengatakan orientasi seksual tidak akan menular karena itu adalah bakat. "Orientasi seksual tidak akan menular karena itu sudah ada dan terbentuk strukturnya di dalam otak," ujar Ryu dalam diskusi di LBH Jakarta, Selasa, 9 Februari 2016.
Ryu mengatakan orientasi seksual sudah terstruktur rapi di dalam otak, sehingga akan sulit berubah. Dia menyebut orientasi seksual itu sama dengan bakat yang sulit berubah. "Kita mau kumpul sama orang jago main musik kalau dalam tubuh gak ada bakat main musik ya susah," ujarnya.
Sementara kalau seseorang memang ada bakat homoseksual, maka berkumpul dengan orang yang satu bakat dengannya pasti akan menular. Sehingga orientasi seksual ini menular hanya pada mereka yang punya kecenderungan yang sama dan tidak pada mereka yang berbeda orientasi seksnya. "Menular sih enggak, kalau memicu mungkin bisa," kata dia.
Ryu menjelaskan orientasi seksual tidak hanya penyuka sesama jenis. Omniseksual juga termasuk orientasi seksual. "Omniseksual adalah penyuka segala hal, misal ada orang yang nafsu dengan boneka,botol bahkan ada yang menikah dengan jembatan," ujarnya.
ARIEF HIDAYAT
Catatan Koreksi: Pada Selasa 9 Februari 2016 pukul 23.11, naskah ini dikoreksi berdasarkan keberatan narasumber dan pembaca. Ada beberapa kutipan yang kurang akurat, mengenai paham Freudian di kalangan kedokteran di Indonesia dan penggunaan istilah 'disorientasi seksual' yang diskriminatif. Kami mohon maaf.