TEMPO.CO, Yogyakarta - Para korban minuman oplosan rata-rata menderita kebutaan sebelum tewas. Bahkan yang masih kritis bisa mengalami kebutaan.
Pekan lalu, miras oplosan menelan korban 26 mahasiswa di Yogyakarta. Adapun, Rumah Sakit Umum Pusat Sardjito Yogyakarta menerima sebanyak 18 pasien korban oplosan. Empat di antaranya meninggal dunia, lima orang hingga Selasa, 9 Februari 2016 masih dirawat. Satu di antaranya masih kritis. Sisanya sudah diperbolehkan pulang.
"Satu orang masih dirawat intensif," kata dokter spesialis penyakit dalam Sardjito, Faisal Haryono, Selasa, 9 Februari 2016. (Baca juga: Mayoritas Korban Miras Oplosan dari Luar Jawa, Ini Daftarnya)
Faisal mengatakan, satu pasien yang kritis ini mengalami kebutaan dan pendarahan pada lambung akibat minuman oplosan. Diduga selain etanol, minuman keras oplosan itu mengandung metanol yang bisa mengakibatkan kematian. "Kalaupun dia sadar akan menderita kebutaan."
Faisal menuturkan pendarahan lambung merupakan akibat langsung dari meminum oplosan itu. Namun, juga bisa karena komplikasi dari penyakit yang diderita oleh pasien.
Dokter forensik Sardjito Lipur Rinaningtyas menambahkan, jika tubuh manusia kemasukan metanol 15 mili saja bisa merusak syaraf dan mengakibatkan kebutaan. Menurut dia, dari jenazah korban miras oplosan yang tidak diotopsi, sampel darah korban mengandung metanol 30 hingga 100 miligram. Inilah yang mengakibatkan kematian.
Selain metanol, dia melanjutkan, biasanya dalam darah korban juga ditemukan zat etanol yang mencapai 230 miligram. Jika dalam tubuh ada 200 miligram etanol maka reflek tubuh akan menurun. Lebih dari itu orang akan mengalami koma. (Baca juga: Cerita Minuman Keras Oplosan yang Merenggut 25 Nyawa)
Lipur menambahkan, adanya metanol yang ditemukan dalam tubuh korban bisa jadi karena reaksi kimia akibat miras dioplos dari berbagai macam bahan.
MUH SYAIFULLAH