TEMPO.CO, Denpasar - Berawal dari niat ingin memotivasi para penderita HIV AIDS, Wijianto usia 33 tahun atau yang akrab disapa Gareng ingin melakukan aksi kampanye menolak diskriminasi terhadap ODHA dengan berjalan kaki mengelilingi Indonesia.
Gareng asal Nganjuk yang berdomisili di Jakarta ini menderita HIV AIDS sejak tahun 2011. "Saat itu baru diketahui," kata dia saat tiba di Taman Kota Lumintang, Denpasar, Jumat 4 Maret 2016.
Gareng menuturkan aksi berjalan kaki ini juga membawa misi sosialisasi pada masyarakat khususnya generasi muda bahwa penderita HIV AIDS tidak perlu dijauhi, karena stigma yang berkembang selama ini ODHA selalu indentik dengan diskriminasi. "Selama ini mindset terhadap penderita seperti saya banyak yang menyimpang dan meleset, sehingga diskriminasi dan stigma itu datang terus menerus kepada kami."
Gareng memulai langkah pertamanya pada 7 november 2015 lalu. Ia berangkat dimulai dari Yayasan Pelita Ilmu di Jakarta Selatan. Saat ini sudah enam provinsi yang ia lalui.
"Saya di Bali rencana sampai 15 Maret, kemudian saya akan lanjut ke Makassar, Kendari, Ambon, Manokwari, balik lagi ke Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, dan kembali ke Jakarta. saya perkirakan paling sedikit dua tahun perjalanan saya ini sampai kembali ke Jakarta," ujarnya. "Saya didukung modal oleh Yayasan Pelita Ilmu, dan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat indonesia."
Ia menilai aksi berjalan kaki keliling Indonesia karena hanya itu yang bisa ia perjuangkan untuk para penderita ODHA dari diskriminasi. "Jabatan dan uang saya enggak punya, saya hanya punya kaki untuk jalan, jadi ini yang saya lakukan berjalan keliling Indonesia," tuturnya.
Kisah sedih ia alami saat pihak keluarga istrinya mengetahui Gareng menderita HIV AIDS. Gareng yang pernah bekerja sebagai security dan pedagang bakso ini pun akhirnya harus berpisah dengan istrinya. "Mereka kaget, begitu istri saya tahu kalau saya positif (HIV), dia langsung ninggalin. Setelah istri saya test dan hasilnya negatif, dia makin menjauh dari saya," kata bapak satu anak ini.
Selama melakukan aksi kampanye berjalan kaki, Gareng mematok waktu dalam sehari delapan jam berjalan kaki."Saya biasanya berangkat pukul 08.00 sampai pukul 16.00, dalam sehari saya istirahat selama satu jam," kata pria yang hobi mendaki gunung ini. Di setiap lokasi yang ia singgahi, Gareng selalu didampingi teman-temannya. "Saya ada banyak teman, nanti pindah lokasi mereka yang sebelumnya dampingi saya berhenti. Kemudian, di tempat lain ada lagi yang mendampingi saya," ujarnya.
Berbagai pengalaman ia rasakan selama perjalanan, ia menuturkan pengalaman unik ketika ia tiba di Magetan, Jawa Timur. Ketika ia turun dari Gunung Lawu ia bersama teman-teman yang mendampingi mengalami kram. "Perjalanan sangat curam sekali saya dan kawan-kawan kram semua masuk ambulance," tuturnya sambil tersenyum. Pengalaman sedih juga ia rasakan ketika tiba di Solo. Saat itu ia bertemu sembilan orang penderita HIV AIDS yang ditolak masyarakat.
"Warga setempat tidak ingin ditempati orang-orang seperti itu (ODHA). Saat itu saya tahu ceritanya ketika mereka ingin berkunjung ke sebuah yayasan rumah singgah langsung ditolak," tuturnya.
Menurut dia selama perjalanan, kata dia, daerah yang paling nyaman dilalui adalah Bali. "Saya bisa sambil jalan-jalan di pantai," ujarnya. Ia mengatakan selama berjalan ada juga rasa takut yang perlu ia hadapi. "Saya takut ular, sebelum melakukan perjalanan saya membiasakan diri pegang ular mainan dibelikan teman saya supaya tidak takut," katanya sambil tertawa.
Selama melakukan aksi jalan kaki Gareng juga rutin melakukan cek kesehatan. Setiap satu minggu ia selalu mengecek kesehatan ke dokter. Tak hanya itu, setiap hari sebelum memulai perjalanan ia selalu makan enam butir telur ayam kampung rebus.
Di setiap langkahnya, Gareng juga sering mendapat sumbangan dari orang-orang yang ia temui. "Pakaian saya kumpulkan sampai dapat lima kardus, tapi semuanya saya kirim ke Jakarta," tuturnya. "Saya sudah tiga kali berganti sepatu, kalau rusak saya beli," tambahnya.
Saat tiba di Denpasar, Gareng disambut oleh puluhan orang yang terdiri atas Yayasan Bali Peduli, PMI Kota Denpasar, Yayasan Spirit Paramacita, KPA Denpasar dan Kelompok Siswa Peduli Aids dan Narkoba SMA 1 Sukawati.
BRAM SETIAWAN