TEMPO.CO, Beijing --Di tangan Profesor Lu Daopei, arsenik bukan menjadi racun--seperti yang mematikan aktivis Hak Asasi Manusia Munir Said Thalib, 12 tahun lalu--, tapi menjelma menjadi obat yang menyelamatkan banyak orang. Terutama penderita kanker darah.
Lu Daopei, 85 tahun, mencurahkan hampir seluruh hidupnya untuk mempelajari darah. Lulus dari Tongji Medical College Cina, pada 1955, cabang ilmu kedokteran yang mempelajari darah, organ pembentuk darah, dan penyakit lain yang terkait dengan darah. Lu memulai mempelajari pengobatan dan penelitian hematologi pada 1, Lu Daopei bekerja di Peking University People’s Hospital. Perhatiannya tercurah sepenuhnya pada hematologi 957. Belakangan, Lu juga tertarik pada kanker. Lu Daopei merupakan pelopor operasi transplantasi sumsum tulang belakang di Asia.
Pada 1980 dan 1986, Lu menjadi mahasiswa tamu di Hammersmith Hospital dan Brigham & Woman’s Hospital di Harvard University. Pada kurun 1981-2005, Lu juga menjadi Direktur Peking University Institute of Hematology. Atas pengabdiannya yang panjang di bidang hematologi, pada 20 Februari lalu, Lu menerima penghargaan CIBMTR 2016 Distinguished Service Award. Penghargaan itu diberikan dalam pertemuan Center for International Blood and Marrow Transplant Research (CIBMTR) di Honolulu, Amerika Serikat.
Arsenik sulfida merupakan contoh ketekunan Lu Daopei. Arsenik sesungguhnya bukan obat baru di masyarakat Cina. Ia telah digunakan dalam pengobatan selama 1.500 tahun. Arsenik dalam kadar yang rendah biasa dipakai untuk mengobati sifilis, malaria, atau penyakit menular lainnya. Mineral ini ditemukan dalam bahan tambang yang disebut realgar, atau dalam bahasa Cina disebut xionghuang. Realgar memiliki kandungan 90 persen arsenik sulfida, sedangkan sisanya merupakan campuran arsenit dan sejumlah mineral lain.
Di provinsi-provinsi di selatan Sungai Yangtze, realgar dipakai sebagai campuran wine yang diminum secara massal dalam Festival Perahu Naga. Zat ini juga acap disemprotkan ke tanah untuk mencegah ular atau insektisida. Menurut Lu, pengolahan realgar dari bahan tambang menjadi obat harus dilakukan dengan sangat hati-hati. “Realgar yang tak diolah dengan baik bisa menjadi racun yang mematikan,” kata Lu, seperti ditulis Koran Tempo, Selasa, 29 Maret 2016.
Dia berbicara kepada sejumlah wartawan Indonesia yang diundang Norgen Health, dua pekan lalu. Norgen adalah perusahaan platform kesehatan yang memasarkan pengobatan Cina ke seluruh dunia.
Sebelumnya, APL diobati dengan kombinasi antara all trans-retinoic acid (ATRA) dan kemoterapi. Namun pengobatan ini tidak efektif karena penyakit tersebut akan kambuh lagi setelah 4-5 tahun. Leukemia jenis ini kemudian diobati dengan obat baru, yakni arsenic trioxide (ATO). Tapi pengobatan ini pun memiliki dampak, yakni mual dan muntah, diare, kelelahan, kadar gula melebihi normal, sampai gangguan fungsi syaraf. Lu Daopei kemudian meneliti penggunaan realgar secara eksklusif untuk penderita LPA.
Seperti dimuat dalam jurnal Blood pada 2002, Lu dan sejumlah dokter meneliti penggunaan arsenik sulfida untuk LPA. Hasilnya, arsenik sulfida sangat efektif untuk mengobati leukemia jenis ini, baik untuk penderita baru maupun penderita kanker darah yang berulang. Dosisnya sekitar 50 mg per kilogram berat tubuh atau maksimal 60 miligram. ”Saya tidak mengatakan penggunaan arsenik sepenuhnya aman, tapi cukup aman dengan dosis tertentu," kata dia.
M. TAUFIQUROHMAN (BEIJING)