TEMPO.CO, Jakarta - Pernah mencicipi makanan berbentuk tanah dalam pot? Atau mungkin pencuci mulut dalam bentuk sabun lengkap dengan busanya? Jika ya, berarti Anda pernah mencicipi makanan yang dihasilkan dengan teknik gastronomi molekuler.
Di Indonesia, teknik mengolah makanan dengan mengaplikasikan ilmu fisika dan kimia dalam satu bentuk makanan ini makin populer sejak beberapa tahun belakangan ini. Namun seorang koki gastronomi molekuler asal Indonesia, Adrian Ishak, mengatakan sebetulnya produk makanan yang dihasilkan dari teknik ini sudah lama ada di Indonesia.
"Orang enggak tahu kalau sebetulnya teknik ini sudah lama sekali ada di Indonesia. Contohnya, di minimarket, ada susu bubuk. Di sana kan ada transformasi cairan ke bentuk bubuk," ucapnya saat ditemui di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, 25 Mei 2016.
Menurut pemilik restoran Namaaz Dining ini, produk-produk makanan tersebut sebetulnya merupakan hasil dari teknik gastronomi dengan proses panjang dan memerlukan rumus-rumus fisika. Tak hanya susu bubuk, ia juga mencontohkan produk kaldu, bumbu rendang, dan produk minuman bersoda. "Ada juga banyak minuman yang ada bubble-nya ngambang supaya tidak mengendap," ujar Adrian.
Gastronomi molekuler adalah studi ilmiah mengenai gastronomi atau lebih lengkapnya adalah cabang ilmu yang mempelajari transformasi fisiokimiawi dari bahan pangan selama proses memasak dan fenomena sensori saat bahan itu dikonsumsi. Ilmu ini dicirikan dengan penggunaan metode ilmiah untuk memahami dan mengendalikan perubahan molekuler, fisiokimiawi, dan struktural yang terjadi pada makanan, baik pada tahap pembuatan maupun konsumsi.
Kata molekuler dalam gastronomi molekuler mengacu pada ilmu biologi molekuler yang meninjau bahan-bahan masakan sampai tahap molekul. Metode ilmiah yang digunakan meliputi pengamatan mendalam, pembuatan dan pengujian hipotesis, eksperimen terkontrol, obyektivitas sains, serta reproduksibilitas eksperimen.
Alumnus Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung ini menegaskan, ilmu ini sudah ada sejak lama dan sudah sering dilihat dalam kehidupan sehari-hari. Hanya, ketika dibawa ke ranah restoran, teknik ini kian populer di Indonesia. "Di Indonesia, teknik ini akan terus berkembang, enggak pernah berhenti," tutur Adrian.
DINI TEJA