TEMPO.CO, Jakarta -Revolusi Mental yang telah dikampanyekan sejak Presiden Joko Widodo berkuasa dinilai perlu lebih konkret lagi dijalankan dalam sendi kehidupan keluarga Indonesia. Berbagai pihak menilai keberhasilan revolusi mental sangat dipengaruhi oleh kualitas implementasi pendidikan karakter anak dalam keluarga sesuai nilai-nilai arif kebangsaan.
Pengamat sosial sekaligus pengarang buku Asti Kleinsteuber mengatakan bahwa dasar yang kuat dalam membangun karakter bermula dari rumah. Dia menjelaskan hal ini di acara peluncuran buku Seri Budi Pekerti Pendidikan Karakter karya Asti pada Senin, 27 Juni 2016 di Omah Sendok, Kebayoran, Jakarta Selatan.
Asti menyiapkan dan menyelesaikan seri buku ini sejak tujuh lalu. dan sekarang, seri yang berisi 18 sub judul diantaranya Cinta, Keberagaman, Kepedulian, Kekerasan dan Teknologi dapat dijadikan panduan bagi siapapun yang berhubungan dengan dunia anak dalam menumbuhkembangkan karakter positif mereka.
Asti berharap, melalui bukunya menjadi salah satu pembentuk landasan kuat revolusi mental dalam pembangunan generasi muda Indonesia.
Dia mengatakan orang tua dan masyarakat perlu memahami bahwa kehidupan di masa kecil merupakan masa yang tak dapat diulang. Kecepatan dan ketepatan pendidikan karakter anak menjadi kunci keberhasilan membangun generasi baru Indonesia yang bermental kokoh.
“Statistik pelanggaran dan kejahatan atas dan oleh anak Indonesia beberapa tahun terakhir sudah sangat menyeramkan. Presiden Jokowi sudah saatnya mulai mengajak masyarakat mendidik anak mereka dengan baik di keluarga. Terlalu berfokus di regulasi dan komunikasi pencitraan tanpa implementasi pendidikan etika di keluarga akan menyesatkan beberapa generasi masa depan kita,” kata Asti.
Melalui 18 sub judul karyanya, Asti menerangkan tentang 18 nilai yang perlu menjadi landasan pendidikan mental anak Indonesia. Nilai-nilai tersebut meliputi nilai kejujuran, cinta, keterbukaan, respek, tanggung jawab, percaya diri, keberagaman, toleransi, kedamaian, keramahan, konsisten, harga diri, disiplin, perhatian, kekerasan, peduli, budaya, dan teknologi.
Asti menilai karakter di atas sebagai nilai dasar yang membangun pribadi anak tersebut di masa depan, baik karena pengaruh sifat keturunan maupun lingkungan keluarga dan masyarakat sekitarnya.
Jika negara tidak segera menaruh perhatian terhadap pendidikan nilai dasar, maka akan terjadi degradasi potensi kekuatan, kemajuan, martabat dan ekonominya dalam kualitas seorang manusia dan masyarakat Indonesia. Indikasinya adalah besarnya kejahatan yang melibatkan anak sebagai korban maupun pelakunya dalam beberapa tahun terakhir.
Dia juga mengutip berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Pusat Data dan Informasi Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia, dalam tahun 2010 hingga 2014 tercatat lebih dari 21,8 juta kasus pelanggaran hak anak. "Yang sangat menyedihkan, 58 persennya adalah kekerasan seksual terhadap anak," ujar Asti prihatin.
HADRIANI P.