TEMPO.CO, Jakarta - Doktor kriminologi Anggi Aulina mengatakan anak-anak yang tak diasuh oleh keluarga dengan baik cenderung mudah bersosialisasi. Sebabnya, secara naluri anak akan mencari jaringan sebagai pengganti keluarga.
Menurut Anggi, hal ini bisa menjadi pintu masuk kejahatan pada anak. Misalnya, anak terjebak jaringan perdagangan seks. Pada usia belia, pada dasarnya anak-anak masih menurut. "Diberi iming-iming uang sedikit biasanya anak mau menurut," kata dia dalam Seminar Fenomena Kejahatan Seksual Terhadap Anak di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis, 6 Oktober 2016.
Kepala Badan Pendidikan, Penelitian, dan Penyuluhan Sosial Kementerian Sosial Edi Suharto mengatakan tumbuh kembang anak paling baik jika berada di lingkungan keluarga. Keluarga yang dimaksud Edi adalah keluarga inti, keluarga besar, kerabat, atau keluarga yang mengadopsi. Sayangnya masih banyak anak-anak yang ditelantarkan oleh keluarganya.
"Paling bagus diasuh keluarga inti," kata dia.
Edi berujar, 87 persen anak-anak yang tinggal di panti asuhan sebenarnya masih memiliki orang tua. Sementara data anak terlantar di tahun 2016 mencapai 4,1 juta anak. Dari jumlah tersebut, jumlah anak terlantar yang ditangani program kesejahteraan sosial anak baru mencapai 787.401 anak.
Edi menuturkan, pada penelitian kelompok binatang, tikus-tikus yang dijauhkan dari keluarganya bertingkah lebih agresif dan rentan terhadap penyakit. Sementara tikus-tikus yang berkumpul dengan keluarganya jauh lebih sehat.
Dikatakan Edi, peran keluarga penting dalam mencegah kekerasan pada anak. Anak-anak yang rapuh dan terlantar, kata dia, mudah dibujuk dan dirayu untuk melakukan hal-hal yang menyimpang.
MAYA AYU PUSPITASARI