TEMPO.CO, Singapura - Tim wirausahawan sosial Kama Batik yang beranggotakan Ajeng Hilarysa Pramesti, Dyah Rasyid, dan Novi Anathasya Purba berhasil menjadi salah satu tim yang memenangi program Young Social Entrepreneurs (YSE) yang diselenggarakan oleh Singapore International Foundation (SIF). Dengan kemenangan ini, Kama Batik memperoleh pendanaan sebesar Sin$ 20 ribu (Rp 187 juta)
Gagasan bisnis yang diajukan oleh Kama Batik bertujuan mengumpulkan dan mendaur ulang sampah perusahaan batik dan mendaur ulangnya untuk menghasilkan produk-produk seperti kalung, gelang, tas, dan hiasan rambut. Dalam prosesnya, mereka akan mengadakan sesi pelatihan berkala bagi para wanita pengangguran untuk dapat dipekerjakan.
Dalam acara penutupan Senin, 24 Oktober 2016, lalu di Singapura, Novi Anathasya, 22 tahun menyatakan keterampilan bisnis dan pengetahuan diperoleh melalui program YSE akan berperan penting dalam pertumbuhan bisnis Kama Batik. “Persahabatan selama delapan bulan ini juga membuat saya sadar tidak sendirian dalam menciptakan manfaat sosial melalui kewirausahaan,” tuturnya.
Tim lainnya yang juga memenangi program ini adalah NOMAD dari Singapura yang beranggotakan Muhammad Haziq Bin Mohd Rashid dan Mohd Nasrul Bin Rohmat. Tim ini menggagas kerja sama antara seniman lokal dan masyarakat pedesaan di India untuk menciptakan produk kerajinan tangan nan unik. Kerajinan tangan tersebut akan dijual kepada pelanggan yang lebih luas.
Lalu tim Praxium yang juga dari Singapura yang dipimpin oleh Louis Puah merancang proyek yang berpusat pada karier yang sesuai dengan ketertarikan pemuda berusia 14-18 tahun. Gagasan ini didukung oleh para profesional industri yang bertindak sebagai mentor dan pelatih. Setiap proyek berujung pada produk atau acara yang memberi para pelajar sesuatu yang bernilai.
Tim Singapura lainnya adalah PsychKick yang beranggotakan Shafiqah Nurul Afiqah Binte Ramani dan Sayid Hafiz Bin Sayid Zin. Tim ini menggagas pembuatan aplikasi telepon pintar sebagai tambahan bagi pendekatan tradisional dalam membantu klien maupun terapis perawatan kesehatan.
Adapun tim Saadhan asal India yang beranggotakan Mohit Dave dan Pranav Harshe berniat membeli hasil tani sehat dari petani, mengolahnya, menyediakan layanan pemasaran, dan menciptakan rantai pasokan yang aman untuk pasar-pasar di Gujarat Selatan dan Maharashtra Utara. Hal ini memungkinkan petani meningkatkan pendapatan mereka.
Karen Ngui, juri utama dan Gubernur SIF mengatakan, generasi muda adalah katalis perubahan global. Banyak dari mereka sangat inovatif dan digerakkan oleh tujuan sosial yang kuat. Saat bersatu, anak-anak muda dapat menjadi agen kunci bagi dampak sosial yang positif. “Program YSE memperkuat hubungan internasional ini dan menjembatani perbedaan budaya untuk mendorong pertukaran gagasan,” ujarnya.
Total tim yang mengikuti program YSE ada sebanyak 15 tim yang beranggotakan 35 orang. Para wirausahawan sosial muda ini kemudian belajar selama delapan bulan dengan materi program bimbingan, kunjungan belajar ke luar negeri, hingga acara Pitching for Change pada Senin lalu yang memberi kesempatan kepada tim untuk mempresentasikan beragam gagasan bisnis kepada dewan juri.
Seluruh tim mewakili delapan negara yakni Azerbaijan, Filipina, India, Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Yaman. Mereka terpilih dari 114 peserta awal lokakarya YSE 2016 yang diadakan pada Maret tahun ini.
Dalam perjalanannya, semua tim mendapatkan bimbingan dari sejumlah relawan pembimbing dari McKinsey & Company dan Temasek International. Para pembuat perubahan muda ini juga mendapat kesempatan belajar dari para wirausahawan sosial sukses, akademisi, serta pemimpin industri dari beberapa perusahaan.
EFRI RITONGA