TEMPO.CO, Jakarta - Berbeda pendapat atau berbeda dukungan pasangan calon sering membuat keretakan hubungan pertemanan atau bahkan keluarga. Psikolog Tika Bisono mengatakan setelah pemilihan ketegangan pasti akan terjadi.
"Jangan teman, dalam suatu keluarga mungkin ada yang berbeda, satu pilih A, yang satu B," kata Tika kepada Tempo, Selasa, 14 Februari 2017.
Baca juga:Psikolog: Pilkada Itu Memilih Pelayan!
Menurut Tika, hal itu adalah wajar karena sebagai proses pembelajaran politik. "Setiap orang berhak memilih dan mendukung, yang penting selesai itu jangan ada lagi pertengkaran atau marah-marahan," ujarnya.
Mereka yang bertengkar karena pilkada harus menyadari bahwa konflik yang ditimbulkan karena orang lain. "Meski pada akhirnya politik juga menyangkut masa depan," kata dia.
Untuk itu, dibutuhkan penengah. "Penengah di antara yang bertengkar untuk mencairkan suasana," ujar Tika.
Jika penengah tak dapat mendamaikan kembali dua orang atau kelompok orang yang berkonflik karena berbeda pilihan dan dukungan, pilihan selanjutnya adalah psikolog.
"Harus dibawa ke psikolog, untuk dicari tahu penyebabnya," ujarnya.
Baca: Kriteria Inilah yang Dipilih Generasi Muda di Pilkada
Seharusnya, Tika melanjutkan, kelompok atau orang marah karena calon yang didukungnya tidak menang, tak meluapkan kemarahannya kepada rekan atau anggota keluarga lain yang pasangan dukungannya menang.
"Dia harusnya menjadi pengontrol untuk pasangan calon yang menang, bukan terus-terusan berkonflik".
AFRILIA SURYANIS
Baca juga :
Mereka Sukses tanpa Kantor! Begini Ceritanya