TEMPO.CO, Jakarta-Direktur Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan Eni Gustina mengatakan fenomena skip challenge yang sedang menjadi viral di media sosial dapat membahayakan otak. Eni menyebut kondisi pingsan dan kejang dalam permainan tersebut sebagai asfiksia (kekurangan oksigen).
Menurutnya, jika dalam waktu delapan detik manusia tidak mendapat oksigen, dapat menyebabkan kerusakan pada sel-sel otak. "Bisa dibayangkan kalau dadanya tidak mendapat oksigen, seberapa banyak sel-sel otaknya yang mati," kata Eni saat ditemui usai acara Temu Media di kantor Kementerian Kesehatan, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat, 10 Maret 2017.
Baca: Skip Challenge di Dunia Remaja Wajar? Begini Kata Psikolog
Skip challenge merupakan permainan yang dilakukan dengan menekan dada orang sekeras- kerasnya selama beberapa waktu. Tekanan itu menyebabkan orang tersebut pingsan dan kejang. Beberapa saat kemudian, orang itu akan sadar kembali.
Lebih lanjut Eni menuturkan, kerusakan atau matinya sel-sel otak sifatnya tidak dapat diperbaiki. Hal itu dapat memicu melemahnya intelegensia atau daya pikir seseorang. "Ini yang perlu dipahami oleh anak-anak," ujarnya.
Melihat fenomena skip challenge, Eni menilai perlu adanya pendekatan keluarga. Ia mengatakan perlu ada komunikasi antara orang tua dengan anak untuk memantau perkembangan dan perilaku mereka.
DENIS RIANTIZA | KSW
Simak: Skip Challenge, Ini 4 Faktanya
Video Terkait: 10 Fakta Bahaya Permainan Skip Challenge