TEMPO.CO, Jakarta -Dalam tradisi Jepang dikenal istilah bushido, semangat yang mendasari nilai-nilai kehidupan golongan Samurai, yang rela mati demi membela negara.
Ketika seseorang melakukan kesalahan, spirit bushido membuat warga Jepang tidak segan-segan mengaku bersalah, meminta maaf, atau sampai melakukan tindakan ekstrem seperti mengundurkan diri bahkan bunuh diri.
Baca Juga:
Dalam bidang pekerjaan, spirit bushido juga menjadi buah simalakama.
Baca juga: Energi Marah Juga Punya Efek Positif, Simak Kisah Menarik Ini
Jika tidak mati bunuh diri karena malu setelah melakukan kesalahan, tidak sedikit pekerja yang mati karena terlalu lelah bekerja atau populer dengan istilah karoshi.
Kasus karoshi terakhir yang menghebohkan menimpa Matsuri Takahashi, pekerja berusia 24 tahun yang bunuh diri dengan melompat dari gedung. Ia karyawan perusahaan periklanan Dentsu. Dari cuitan terakhir di akun Twitternya, Takahashi diketahui mengalami kelelahan kerja.
“Sekarang pukul 4 pagi. Tubuhku bergetar. Aku seperti ingin mati,” itulah bunyi salah satu cuitannya beberapa saat sebelum ditemukan tewas pada Desember tahun lalu.
Setelah insiden itu, diketahui Takahashi telah melalui 105 jam lembur dalam satu bulan. Presiden dan Kepala Eksekutif Dentsu, Tadashi Ishii, menghadapi kasus ini dengan mengusung bushido. Ia mengumumkan pengunduran dirinya, terhitung Maret tahun ini.
Budaya lembur di Jepang yang ekstrem berpengaruh pada tingkat karoshi. Melalui studi yang dilakukan pada Oktober 2016, untuk mengetahui kasus karoshi dan penyebab-penyebab kematian korban, ditemukan, lebih dari 20 persen dari seribu responden mengakui setidaknya lembur selama 80 jam dalam sebulan.
Lalu 50 persen responden mengatakan tidak pernah mengambil cuti liburan. Padahal, pekerja di Jepang mendapat jatah cuti tahunan hingga 22 hari.
Selain karena beban pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan, cuti dipandang merepotkan karena mereka harus melimpahkan pekerjaan kepada orang lain selama cuti.
Selanjutnya : Merepotkan orang lain adalah hal memalukan