TEMPO.CO, Jakarta -Amfetamin, menurut Psikiater Klinik Psikosomatik Omni Hospitals, Alam Sutera dr.Andri,SpKJ,FAPM, sekitar 20 tahun lalu sering digunakan untuk mengobati orang dengan gangguan pemusatan perhatian , hiperaktivitas (ADHD). “Seperti pada anak-anak yang seringkali sulit konsentrasi dan hiperaktif,” katanya pada Tempo.co , Minggu, 26 Maret 2017 siang.
“Tapi karena efeknya khawatir terjadi ketergantungan dan kesulitan lepas dari obat tersebut, kemudian tidak digunakan lagi,” ujar Andri menambahkan.
Baca juga : Sabu, Efeknya Sampai Jauh! Simak Penjelasan Ahlinya
Tapi, lanjutnya, di luar negeri, jenis amfetamin sampai sekarang masih diberikan. Bahkan, di Amerika itu ada adderall, untuk membantu mereka yang mengalami gangguan konsentrasi dan hiperaktivitas. Tapi penggunaannya memang harus dalam pengawasan ketat dari dokter. “Jadi memang hanya orang-orang tertentu saja yang diberikan,” katanya.
Amfetamin ini biasanya ada dalam stimulan semacam sabu dan ekstasi. Tapi, menurut Andri, bedanya, yang di dalam sabu dan ekstasi itu bukan amfetamin murni. “Di dalam sabu itu bukan amfetamin murni, tapi dicampur dengan zat lain yang kadang kita juga tidak tahu apa itu isinya,” katanya lagi.
Efek masing-masing stimulan ini juga berbeda. “Misalnya ekstasi, dasarnya lebih kepada mendapatkan sensasi saat clubbing, kalau sabu, mungkin lebih disukai karena bisa lebih fokus, meningkatkan gairah seks, dan lain sebagainya,” ujar Andri.
Efek penggunaan sabu itu jelas muncul selama digunakan. Hanya saja menurut Andri ada gejala sisa setelah menggunakannya. Misalnya orang itu lekas capek, tidak bisa tidur, tidak bertenaga, “Maka itulah sebabnya orang yang pakai sabu, akan menggunakan sabu kembali,” ujarnya lagi.
SUSANDIJANI
Baca juga :
70 Persen Pasien Kanker Paru Stadium Lanjut, Ini Sebabnya
Mau Menaksir Kesehatan Seseorang? Lihat Saja Matanya