TEMPO.CO, Jakarta - Kanker merupakan sesuatu yang menakutkan. Tak sedikit dari penderitanya yang terpaksa kehilangan harta benda demi biaya berobat. Tak heran pula, jika kanker juga sudah menyita pembiayaan besar bagi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Tapi yang paling membuat ngeri, penyakit ini seolah berkaitan dengan kematian. Benarkah demikian? Dokter Ari Fahrial Syam dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia- RSCM mencoba memberi penjelasan. Menurut Ketua Umum PB Perhimpunan Endoskopi Gastrointestinal Indonesia ini Kanker tidak selalu berhubungan dengan kematian.
"Sebenarnya banyak pula pasien yang pernah divonis kanker ternyata masih bisa hidup bertahun-tahun, bahkan bisa sesehat orang tanpa penyakit kanker," katanya dalam keterangan tertulis, Jumat, 21 April 2017.
Baca: Apa Manfaat Terapi Seni bagi Penyintas Kanker?
Ari menjelaskan, secara medis penyakit kanker tidak bisa dikatakan sembuh. Istilah yang digunakan adalah remisi atau relaps. Istilah remisi diberikan pada pasien kanker yang sudah di terapi dan sudah dievaluasi bahwa pasien tersebut tidak mengandung sel kanker lagi di dalam tubuhnya. "Pada masa remisi tersebut si pasien harus tetap kontrol secara teratur dan tetap menjaga tubuhnya agar selalu sehat," ujar Ari.
Istilah remisi, menurut Ari, berbeda dengan sembuh total. Secara psikologis istilah remisi seperti mengingatkan kepada pasien tersebut bahwa dirinya harus kontrol secara teratur dan tetap menjalankan gaya hidup sehat.
Salah satu cara hidup sehat adalah istirahat cukup dan tetap menjaga makan, dengan memperbanyak sayur dan buah agar tetap sehat. Buah dan sayur mengandung anti oksidan yang dibutuhkan untuk menetralkan racun didalam tubuh. "Istirahat cukup dan hidup tidak ngoyo. Selain itu stress baik stress fisik maupun psikis bisa memperburuk perjalanan kanker seseorang," katanya.
Bagaimana kalau sudah divonis kanker stadium 4? Ari menjelaskan, kanker stadium 4 menunjukkan bahwa perjalanan kanker sudah lanjut dan sudah ditemukan penyebaran kanker ke organ lain.
Adapun organ yang sering terkena penyebaran kanker adalah paru, liver atau otak. Sering juga perjalanan kanker menginfiltrasi organ sekitarnya. Misal kanker serviks bisa menginfiltrasi keorgan sekitarnya seperti usus besar atau kandung kencing.
Kanker stadium 4 juga berhubungan dengan survival rate yang rendah. Hitungan survival rate berhubungan dengan bertahan hidupnya seseorang dengan penyakit kankernya. "Biasanya terapi yang diberikan pada pasien yang sudah stadium 4 bersifat paliatif supportif. Nyeri kankernya dikurangi, nafsu makannya diperbaiki gejala mual dan muntah dikurangi, ujar Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) cabang Jakarta ini.
Pasien, kata Ari, masih bisa melakukan aktifitas sehari-harinya secara mandiri. Prinsip terapi paliatif hanya mengurangi dampak dari perjalanan kanker yang ada. Walau perkembangan tehnologi dan temuan obat-obat baru kanker akan memperbaiki kualitas hidup dan survival rate pasien kanker tersebut.
Bertahan hidupnya pasien kanker, menurut Ari, tak lepas dari jenis kanker yang dideritanya. Untuk kanker usus besar stadium 4 misalnya, survival rate untuk 5 tahun hanya 11 persen, artinya lebih kurang hanya 1 dari 10 pasien kanker stadium 4 tersebut yang bertahan hidup dalam 5 tahun ke depan. Sebaliknya pada kanker usus besar stadium 1 survival rate 5 tahunnya bisa mencapai 90 persen. Artinya 9 dari 10 pasien kanker usus besar stadium 1 bisa bertahan sampai 5 tahun. Bahkan bisa saja lebuh dari 5 tahun.
"Memang ada penyakit kanker yang walaupun ditemukan di stadium awal tapi prognosisnya buruk misal pada pasien kanker pankreas yang ditemukan pada stadium 1 A saja angka bertahan hidup 5 tahunnya hanya 14 persen, sedang kanker pankreas yang ditemukan sudah stadium 4, survival rate 5 tahunnya hanya 1 persen," katanya menjelaskan.
Ari mengatakan pada prakteknya dokter tidak bisa menyebut berapa lama lagi seseorang bisa bertahan hidup karena sakit kankernya tetapi yang dinilai adalah kesempatan pasien tersebut tetap bertahan hidup dalam 5 tahun kedepan.
Lebih lanjut Ari menuturkan, bagi pasien kanker dan keluarga mengetahui angka survival rate penting. Tetapi mengetahui angka survival rate juga bisa membuat pasien kanker lengah. "Misal seseorang yang diketahui hanya menderita kanker stadium 1 yang sudah diobati menjadi lengah karena merasa harapan hidupnya lebih baik dan meninggalkan gaya hidup sehat," katanya.
Oleh karena itu, Ari berpesan agar pasien dan keluarganya tetap harus memperhatikan bahwa survival rate atau angka bertahan hidup ini juga tergantung dari banyak faktor.
"Survival rate adalah angka-angka yang keluar dari perhitungan statistik, angka ini menujukkan probabilitas yang pada akhirnya pasien kanker harus tetap kontrol teratur dan tetap bergaya hidup sehat agar berumur panjang dengan kualitas hidup yang baik," katanya.
NUNUY NURHAYATI