TEMPO.CO, Jakarta - Selama ini, daging penyu dipercaya bisa meningkatkan stamina pria di atas ranjang. Namun penelitian terbaru yang dilakukan oleh Universitas Papua dan Conservation International Indonesia membantah mitos yang beredar di masyarakat itu. Hasil penelitian ini bahkan menunjukkan orang yang rutin mengkonsumsi daging penyu justru berpotensi terkena penyakit kronis.
Peneliti sekaligus dosen Biologi Kelautan dan Konservasi, Universitas Papua, Ricardo Tapilatu mengatakan penelitian dilakukan sejak Maret-Oktober 2016 di Teluk Etna dan Pulau Venu, Kabupaten Kaimana, Papua Barat.
“Hasil penelitian menemukan bahwa kandungan logam berat pada telur penyu hijau dan penyu sisik dari Pulau Venu melebihi batas aman untuk dikonsumsi oleh manusia,” katanya dalam keterangan tertulis, Rabu, 26 April 2017.
Ricardo menjelaskan, setidaknya terdapat delapan kandungan zat berbahaya pada telur penyu tersebut, yaitu: merkuri, kadmium, arsen, timah, seng, mangaan, besi, dan tembaga.
“Mengkonsumsi telur penyu berbahaya bagi kesehatan karena berdampak pada gangguan syaraf, penyakit ginjal, kanker hati, serta pengaruh pada kehamilan, dan janin,” ujarnya.
Tingginya kandungan logam berat itu terjadi karena penyu merupakan binatang yang berumur panjang dan hidupnya berpindah-pindah. Hal ini membuat penyu melakukan kontak dengan laut tercemar untuk jangka waktu yang lama dan memakan makanan yang tercemar serta terkontaminasi.
Unsur logam berat ini, kata Ricardo, akhirnya terakumulasi di dalam tubuhnya. “Daging, organ, darah, dan telurnya terindikasi mengandung parasit, bakteria, termasuk biotoksin dan zat pencemar seperti logam berat,” ucapnya.
Ricardo menjelaskan penyu memang bisa kawin hingga enam jam. Tetapi itu bukan berarti dengan memakannya bisa membuat manusia menjadi kuat berhubungan seksual. ”Semakin banyak daging penyu yang dikonsumsi, semakin tinggi kandungan logam berat yang masuk ke dalam tubuh,” katanya.
Menurut dia, ada sebuah kasus kematian mendadak dialami oleh satu keluarga di Raja Ampat yang terjadi belum lama ini lantaran diketahui mereka secara rutin mengkonsumsi penyu.
Menyikapi hasil penelitian ini, Wakil Bupati Kabupaten Kaimana, Ismail Sirfefa mengatakan perlu ada sosialisasi kepada masyarakat sekaligus mengajaknya untuk menjaga lingkungan dan menjaga spesies penyu. “Masyarakat harus berhenti mengkonsumsi penyu,” ujarnya.
Sementara itu, Marine Program Director Conservation International Indonesia, Victor Nikijuluw mengatakan penyu berperan penting bagi konservasi lingkungan laut. Contohnya, penyu hijau dapat meningkatkan kesuburan lamun di dasar laut sedangkan penyus sisik dapat menjaga kesuburan sponges.
Selain itu, kedatangan penyu untuk bertelur dapat menjadi indikator baik-buruknya lingkungan suatu pantai. “Hanya perairan dan pantai yang tidak tercemar serta tidak rusak ekosistemnya yang menjadi tujuan kedatangan penyu,” ujar Victor.
Penelitian yang dilakukan ini juga menemukan bahwa terjadi penurunan jumlah penyu secara drastis. Penyu belimbing yang pada 2008 ada sekitar 15 ribu sarang pertahun, menurun jadi 2 ribu sarang per tahun pada 2011. “Tahun lalu tercatat hanya ada 1.500 sarang pertahun,” ujar Ricardo.
Penurunan jumlah penyu terjadi karena predator, kondisi lingkungan dan manusia yang menjadi ancaman terbesarnya. Penggunaan alat kerja nelayan dapat mengancam kelangsungan hidup penyu seperti kail pancing yang tertelan dan penyu tersangkut jaring nelayan. Fakta lain juga membuktikan bahwa sampah plastik banyak menyebabkan kematian pada penyu yang tidak sengaja memakannya.
AHMAD FAIZ