Komik Indonesia Punya Peluang Bisa Eksis
Editor
Evieta Fadjar Pusporini
Selasa, 16 Desember 2014 22:09 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Komik buatan anak muda Indonesia mulai digemari para pecinta komik lokal dan bercita-cita menjadi inkubator bagi komikus dalam negeri yang berkarya profesional dan berkualitas internasional.
Hal ini disampakkan Chris Lie, 40 tahun, komikus pendiri re:on Comics saat menerima media di kantornya, di Grogol, Jakarta Barat, pada 12 Desember 2014.
Di sana diperlihatkan proses kreatif pembuatan komik oleh para komikus di majalah kompilasi komik pertama dikelola profesional oleh Chris Lie dan Andik Prayogo dan Yudha Negara Nyoman ini.
Perusahaan ini hadir sejak 2013 dan hingga November 2014 menerbitkan 10 volume yang terbit setiap 6 minggu sekali.
Chris bercerita, pada 1970, komik di Indonesia terkenal adalah Gundala, lalu pada 1980 ada Tintin. Pada 1990 an komik nasional tak terdengar gaungnya.
Karya komikus Indonesia, seperti RA Kosasih, Teguh Santosa, dan Hans Jaladara, hilang di pasaran berganti dengan komik-komik impor seperti Doraemon, Naruto dan Candy Candy. Generasi muda lebih mengenal karakter komik impor dari Jepang.
Kenapa komik Indonesia tidak bisa maju? Menurut Chris karena penerbit komik di Indonesia belum digarap profesional dan tidak berjalan lama. "Butuh waktu dan komitmen untuk memperkenalkan yang baru," kata lulusan Teknik Arsitektur di Institut Teknologi Bandung.(Baca :Chris Lie, Komikus Indonesia Prestasi Dunia)
Ia mengaku, sempat jatuh bangun memperkenalkan komik Indonesia."Saya yakin timing belum tepat," ujar peraih beasiswa Fulbright Scholar di Savannah College of Art and Design (SCAD), Georgia, Amerika Serikat (AS).<!--more-->
Pada Juli 2013, Chris bersama Andik Prayogo dan Yudha Negara Nyoman membuat majalah re:ON Comics. Buku seri komik dengan beragam cerita bersambung ini menyasar pembaca muda dengan gaya gambar manga.
Sambutan untuk seri komik yang terbit setiap enam minggu sekali ini sangat baik. Komik volume 1 yang terbit Juni 2013 terjual 970 eksemplar dalam waktu tiga hari pada pameran PopCon Asia 2013. Sementara di media sosial ada 1,6 juta hits setiap bulan.
Nama-nama komikus yang mengisi majalah ini pun mulai dikenal masyarakat. Ada Is Yuniarto dari Surabaya yang membuat The Grand Legend Ramayana. Cerita wayang dengan terjemahan bebas yang digambarkan lebih modern.
Komikus lainnya, Annisa Nisfihani dari Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, membuat komik Me VS Big Slacker Baby. Adapun peraih medali perak pada International Manga Awards ke-6 di Jepang (2013), Ockto Baringbing dan Ino Septian, juga menjadi salah satu komikus di re:ON Comics.
Ockto yang menciptakan tokoh Galauman juga terkenal di Twitter lewat kicauannya tentang laki-laki galau.(Baca : Komikus Dunia Akan Muncul di HelloFest )
"Saya ingin semua komikus bisa berkembang bersama. Kami menyadari pentingnya intellectual property dalam industri kreatif. Kami memproduksi komik, juga membuat penunjang promosinya, seperti CD lagu, merchandise, dan media sosial," kata Chris.
Dari awalnya empat orang, kini Caravan Studio, perusahaannya memiliki 30 komikus yang mengerjakan proyek dari berbagai perusahaan di AS, Jepang, Australia, dan Belanda. Selain komik, mereka juga mengerjakan desain karakter video game, mainan, dan card game.
Dalam satu hari ilustrator komik mengerjakan satu halaman dalam hari kerja mulai jam 10.00 hingga 18.00. Sehingga per bulan ada 30 halaman untuk satu chapter cerita."Di Jepang, mengerjakan 32 halaman dikumpulkan dalam 2 minggu," katanya.
"Ke depan, kami akan melebarkan sayap ke media animasi, musik dan game dan memperluas eksposure komik ke masyarakat luas," kata Chris yang menayangkan trailer animasi 3D Chrysalis dan klip musik Rinka ini.
EVIETA FADJAR
Berita Terpopuler
Posisi BAB Terbaik, Jongkok atau Duduk?
Perhiasan Gaya Wabi-Sabi dari Jepang
Tukang Batu ala Rosalyn Citta Paramitha
Karya Kriya Daur Ulang, Dari Limbah Jadi Berkah