Kenali Macam Gangguan Pernapasan Akibat Polusi Udara

Reporter

Antara

Jumat, 4 Oktober 2019 19:06 WIB

Masker elektrik dianggap lebih efektif dalam melindungi diri dari polusi udara/SehatQ

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (EPA) menyebutkan bahwa polusi udara merupakan salah satu penyebab utama munculnya gangguan kesehatan, khususnya pada pernapasan. Polusi udara dapat menyebabkan gangguan pada saluran pernapasan. Salah satunya pilek alergi atau rhinitis alergi. Polusi udara tidak hanya di luar ruangan tapi juga di dalam, seperti di dalam pabrik, kantor, atau bahkan di rumah.

Dokter Kevin Adrian dari Alodokter dalam keterangan resmi menjelaskan zat penyebab polusi di udara adalah karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), nitrogen dioksida (NO2), sulfur dioksida (SO2), formaldehida, phthalate, dan partikel polusi (PM).

"Beragam jenis zat inilah yang dapat memicu munculnya pilek alergi pada sebagian orang," katanya.

Di dalam ruangan, polusi udara berasal dari gas beracun, senyawa organik yang mudah menguap (VOC), tungau, bulu hewan peliharaan, jamur, bakteri, dan virus. Polutan tersebut umumnya dihasilkan dari emisi kendaraan, bahan bangunan, perabotan rumah tangga, pengharum ruangan, memasak, merokok, atau saat seseorang batuk dan bersin di dalam ruangan.

Berdasarkan penelitian, penyebab polusi udara bisa mencapai lima kali lebih banyak saat berada di dalam ruangan dibandingkan di luar ruangan. Hal ini terjadi karena kurangnya ventilasi untuk memastikan sirkulasi udara, meningkatnya material sintetis sebagai bahan bangunan dan furnitur, serta penggunaan produk pembersih rumah. Bahkan, penelitian yang sama menyatakan bahwa orang yang sering mengalami alergi lebih banyak menghabiskan waktu di dalam ruangan.

Advertising
Advertising

Pilek alergi atau rhinitis alergi berbeda dengan pilek karena infeksi. Rhinitis alergi adalah peradangan pada bagian dalam hidung yang disebabkan oleh alergen, yaitu zat pemicu alergi, seperti debu dan partikel polusi. Sedangkan pilek karena infeksi disebabkan oleh virus dan bakteri.

Ketika terpapar alergen yang berasal dari polusi udara, sistem kekebalan tubuh bereaksi karena menganggap alergen sebagai benda berbahaya. Hasilnya, tubuh memproduksi sejumlah zat kimia yang membuat selaput lendir hidung membengkak dan produksi lendir di hidung meningkat. Meski berbeda, rhinitis alergi memiliki beberapa gejala yang mirip dengan pilek infeksi, yaitu bersin, hidung berair, gatal, dan tersumbat.

Gejala-gejala tersebut biasanya muncul tidak lama setelah terpapar alergen. Untuk mengobati pilek alergi, Anda perlu menghindari faktor pemicu munculnya reaksi alergi. Selain itu, Anda juga bisa mengonsumsi obat-obatan, terutama jika keluhan yang dirasakan sangat mengganggu.

Ilustrasi anak sakit flu/pilek. Shutterstock.com

Apabila tidak diobati, rhinitis alergi dapat menyebabkan tiga hal berikut:

#Sinusitis
Rongga sinus di sekitar hidung secara alami menghasilkan lendir. Namun, ketika tersumbat atau meradang karena rhinitis alergi, lendir tidak dapat mengalir keluar sehingga mudah terjadi infeksi dan peradangan pada sinus, yang disebut sinusitis. Sinusitis bisa menyebabkan kesulitan bernapas, penurunan ketajaman indera penciuman, mendengkur saat tidur, atau bahkan apnea tidur.

#Otitis media
Otitis media adalah peradangan pada telinga bagian tengah. Kondisi ini terjadi ketika rhinitis menyebabkan peradangan dan pembengkakan pada saluran eustachius yang menghubungkan hidung dan telinga. Jika saluran ini tersumbat akibat pembengkakan, cairan dapat menumpuk di telinga bagian tengah dan di belakang gendang telinga sehingga mudah terjadi infeksi dan peradangan. Otitis media bisa mengakibatkan gangguan pendengaran.

#Polip hidung
Polip hidung adalah benjolan yang tumbuh di lapisan di dalam hidung atau sinus. Jika ukurannya cukup besar atau jumlahnya banyak, polip hidung dapat menghalangi pernapasan dan menurunkan ketajaman penciuman. Polip berukuran besar biasanya perlu ditangani dengan operasi.

Efek polusi udara terhadap kesehatan dapat diperparah oleh kondisi ruangan yang sempit, lembap, dan ventilasi yang tidak memadai. Hal inilah yang memicu rhinitis alergi. Selain itu, studi menunjukkan bahwa anak yang tinggal dekat dengan polusi atau sering terpapar debu dan tungau, lebih berisiko mengalami alergi ketika dewasa.

Pemicu alergi pada setiap orang memang berbeda-beda, namun yang paling sering menyebabkan pilek alergi adalah polusi udara. Untuk mencegah pilek alergi, bersihkan rumah secara rutin dan pastikan sirkulasi udaranya baik, agar kualitas udara di dalam rumah tertap terjaga.

Berita terkait

Top 3 Tekno: Kenaikan UKT, Proyek Google untuk Israel, Polusi Udara dan Cina

2 hari lalu

Top 3 Tekno: Kenaikan UKT, Proyek Google untuk Israel, Polusi Udara dan Cina

Berita tentang kenaikan UKT di ITB masih mengisi Top 3 Tekno Berita Terkini.

Baca Selengkapnya

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

3 hari lalu

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

Cina menjadi salah satu negara yang bisa mengurangi dampak polusi udaranya secara bertahap. Mengikis dampak era industrialisasi.

Baca Selengkapnya

Tuntutan dari Mahasiswa UGM, IPK 4,00 di Universitas Jember, serta Penyakit Akibat Polusi Mengisi Top 3 Tekno

4 hari lalu

Tuntutan dari Mahasiswa UGM, IPK 4,00 di Universitas Jember, serta Penyakit Akibat Polusi Mengisi Top 3 Tekno

Topik tentang mahasiswa UGM menggelar aksi menuntut tranparansi biaya pendidikan menjadi berita terpopuler Top 3 Tekno Berita Hari Ini.

Baca Selengkapnya

Lima Besar Penyakit Akibat Polusi Udara di Indonesia, Apa Saja?

5 hari lalu

Lima Besar Penyakit Akibat Polusi Udara di Indonesia, Apa Saja?

Polusi udara yang erat kaitannya dengan tingginya beban penyakit adalah polusi udara dalam ruang (rumah tangga).

Baca Selengkapnya

Riset BRIN: Penduduk Indonesia Akan Kehilangan 2,5 Tahun Usia Harapan Hidup Akibat Polusi Udara

5 hari lalu

Riset BRIN: Penduduk Indonesia Akan Kehilangan 2,5 Tahun Usia Harapan Hidup Akibat Polusi Udara

Efek polusi udara rumah tangga baru terlihat dalam jangka waktu relatif lama.

Baca Selengkapnya

Penyakit Minamata Ditemukan di Jepang 68 Tahun Lalu, Ini Cara Merkuri Masuk dalam Tubuh

6 hari lalu

Penyakit Minamata Ditemukan di Jepang 68 Tahun Lalu, Ini Cara Merkuri Masuk dalam Tubuh

Penyakit Minamata ditemukan di Jepang pertama kali yang mengancam kesehatan tubuh akibat merkuri. Lantas, bagaimana merkuri dapat masuk ke dalam tubuh?

Baca Selengkapnya

Jakarta Peringkat 10 Kota dengan Udara Terburuk pada Sabtu Pagi

10 hari lalu

Jakarta Peringkat 10 Kota dengan Udara Terburuk pada Sabtu Pagi

Pada Sabtu pagi pukul 07.02 WIB Indeks Kualitas Udara (AQI) di Jakarta berada di angka 122 atau masuk dalam kategori tidak sehat.

Baca Selengkapnya

Polusi Udara Bisa Bikin Serangga Salah Pilih Pasangan Kawin

15 hari lalu

Polusi Udara Bisa Bikin Serangga Salah Pilih Pasangan Kawin

Temuan lainnya adalah keturunan hibrida dari serangga yang salah pilih pasangan karena polusi udara itu kerap kali steril.

Baca Selengkapnya

Studi Menunjukkan Cahaya Lampu pada Malam Hari Bisa Meningkatkan Risiko Stroke

38 hari lalu

Studi Menunjukkan Cahaya Lampu pada Malam Hari Bisa Meningkatkan Risiko Stroke

Studi ini mengeksplorasi hubungan antara paparan polusi cahaya pada malam hari dengan potensi risiko kesehatan otak dan stroke.

Baca Selengkapnya

Startup di Telkom University Bikin Alat Pemantau Udara: Ramah Lingkungan, Wireless, Berorientasi Siswa

53 hari lalu

Startup di Telkom University Bikin Alat Pemantau Udara: Ramah Lingkungan, Wireless, Berorientasi Siswa

Startup BiruLangit dari unit inkubasi Bandung Technopark Telkom University mengembangkan alat pemantau udara Low-Cost Sensors (LCS)

Baca Selengkapnya