Kerennya Naluri Warga Kayan Mentarang Saat Berburu  

Reporter

Editor

Amirullah

Minggu, 15 Desember 2013 15:40 WIB

Kayan Mentarang, Jantungnya Pulau Borneo

TEMPO.CO, Malinau - Seusai menangkap ikan dan menikmati indahnya Sungai Berau di Taman Nasional Kayan Mentarang, tim Tempo (penulis Qaris Tajudin dan fotografer Aditya Noviansyah) kembali ke Bahau. Karena waktu makan siang sudah datang, kami menepi di bebatuan. Ding membersihkan ikan padek yang sisiknya sebesar koin Rp 1.000, Dan memotong bambu untuk mengukus perut ikan, Rodes menebas batang-batang basah untuk tusukan ikan, dan Titus mengumpulkan kayu kering serta membuat api. Lima belas menit kemudian, ikan-ikan itu sudah berada di atas api. Dan setengah jam sesudahnya, mereka berpindah ke perut kami.

Sudah sore saat kami sampai di Long Tua. Tak perlu mendirikan tenda karena ada pondok kayu sumbangan dari WWF yang bisa dipakai menginap. Peralatan di dalamnya cukup lengkap, mulai dari perangkat dapur hingga kasur tipis.

Sekitar pukul 5, Titus mengajak saya dan Aditya mencari makan malam. Ia menenteng senapan berburunya dan mulai memasuki hutan. Awalnya, kami masih bisa mengikuti karena ia berjalan di atas jalan setapak. Kami mulai tertinggal saat Titus masuk ke dalam kelebatan hutan, menerobos di sela-sela pohon besar dan yang baru tumbuh, mengikir di pinggir tebing, masuk ke tanah berlumpur, dan menyeberangi kali kecil. Dia berjalan seperti tanpa arah di dalam rimba yang amat pekat. Kami tak tahu apakah dia tahu jalan kembali ke pondok.

Tapi, kami percaya pada nalurinya.

Sebenarnya dia mengikuti jejak babi yang banyak tercetak di tanah basah. “Ada banyak bekas, tapi tak ada yang kelihatan. Ini jejak baru,” katanya menunjuk tapak yang amat jelas di tanah. Selain jejak celeng, kami juga melihat bekas tapak banteng, rusa, juga tai banteng yang masih segar.

Perburuan berakhir di tepi Sungai Bahau. “Kita istirahat sebentar,” kata Titus, yang melihat saya dan Aditya mandi keringat.

Tak berapa lama terdengar tok... tok... tok... Senyap. Lalu terdengar lagi, tok... tok... tok. “Dengar suara itu?” tanya Titus. Kami jelas mendengar suara dari seberang sungai itu, tapi tak tahu apa. Bagi kami yang tidak akrab dengan hutan, itu bisa suara apa saja. Mungkin burung pelatuk, mungkin monyet iseng yang memukulkan ranting ke pokok kopong. Atau mungkin ada tukang kayu sedang bekerja. Tebakan konyol, karena kami benar-benar tak tahu.

Tapi tidak bagi Titus. Itu seperti panggilan makan malam.

Ia membuka kaus hingga tubuhnya yang kekar terbuka, mengambil senapan, dan berdiri di atas batu, memandang ke seberang. Ia berpikir sebentar sebelum akhirnya menyeberangi sungai yang dalam seleher.

Sampai di seberang, ia tak lagi berpikir, langsung masuk ke dalam kelebatan hutan. Lima menit kemudian... dor! Satu letusan terdengar. Satu saja dan Titus keluar dari balik pohonan dengan menenteng babi betina yang montok. Sebagian besar babi hutan di sini adalah Sus barbatus, babi berjanggut, karena memang memiliki janggut panjang. Suara tok-tok tadi berasal dari dia yang mengetuk pokok pohon untuk menjatuhkan buahnya.

Kami sampai di tenda saat senja. Ding sudah membawakan ikan lagi untuk kami yang tak makan babi. (Baca Edisi Khusus Surga Wisata Indonesia)

TIM TEMPO | AMIRULLAH

Berita terkait

Jumlah Rute Penerbangan Perintis di Bandara Juwata Kaltara Ditambah

11 Januari 2023

Jumlah Rute Penerbangan Perintis di Bandara Juwata Kaltara Ditambah

Penerbangan perintis di Bandara Juwata telah dilayani sejak 2015 dengan pelayanan terhadap sembilan rute penerbangan.

Baca Selengkapnya

Situs Peninggalan Perang Dunia II di Tarakan akan Dijadikan Destinasi Wisata

17 April 2021

Situs Peninggalan Perang Dunia II di Tarakan akan Dijadikan Destinasi Wisata

Tarakan sempat menjadi benteng pertahanan Belanda di mass Perang Dunia II.

Baca Selengkapnya

Garam Bukan di Laut, tapi di Gunung Krayan dan Diekspor

15 April 2019

Garam Bukan di Laut, tapi di Gunung Krayan dan Diekspor

Garam di Gunung Krayan berkaitan dengan kisah Suku Dayak Lundayeh di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.

Baca Selengkapnya

BI: Rupiah Dapat Terjaga dengan Tingkatkan Sektor Wisata

8 Maret 2019

BI: Rupiah Dapat Terjaga dengan Tingkatkan Sektor Wisata

Bank Indonesia mengajak daerah di Indonesia untuk berperan dalam menjaga kurs mata uang rupiah.

Baca Selengkapnya

3 Karya Kalimantan Utara Diakui Sebagai Warisan Budaya Tak Benda

15 Oktober 2017

3 Karya Kalimantan Utara Diakui Sebagai Warisan Budaya Tak Benda

Tiga karya budaya Provinsi Kalimantan Utara ditetapkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda Indonesia pada 2017.

Baca Selengkapnya

Melihat Identitas Orang Dayak di Kayan Mentarang  

15 Desember 2013

Melihat Identitas Orang Dayak di Kayan Mentarang  

"Hukum adat berperan penting dalam menjaga kelestarian hutan di sana."

Baca Selengkapnya

Memanah Ikan di Hutan Kayan Mentarang  

15 Desember 2013

Memanah Ikan di Hutan Kayan Mentarang  

Sungai selebar 20 meter berada di bawah keteduhan pohon-pohon besar. Air mengalir tenang, hampir tanpa riak.

Baca Selengkapnya

Kayan Mentarang, Wajah Alam di Masa Adam dan Hawa  

15 Desember 2013

Kayan Mentarang, Wajah Alam di Masa Adam dan Hawa  

Taman Nasional Kayan Mentarang memiliki kawasan hutan primer dan sekunder tua terbesar di Asia Tenggara.

Baca Selengkapnya