Kasus Mita Diran, Kantor Mesti Perhatikan Tiga Hal
Editor
Evieta Fadjar Pusporini
Kamis, 19 Desember 2013 16:05 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Spesialis manajemen stres, J. Rosalina Kristyanti, mengatakan setiap perusahaan perlu memperhatikan tingkat stres para pegawainya. Ini untuk menghindari hal yang tidak diinginkan seperti kasus Mita Diran, copywriter Young & Rubicam yang meninggal dunia setelah bekerja 30 jam tanpa henti.
Menurut Rosalina, sejumlah pegawai menjadikan tempat bekerja sebagai rumah kedua. Untuk itu, pekerja mesti merasa nyaman dengan kondisi kantor.
Ia mengatakan, manajemen perusahaan mesti memerhatikan tingkat stres karyawannya saat menerapkan aturan manajemen kantor. "Ada tiga hal yang mesti diperhatikan perusahaan untuk mengatur stres pekerjanya," kata Rosalina ketika dihubungi Tempo, Kamis, 19 Desember 2013.
Pertama, sisi organisasi. Hal-hal seperti struktur organisasi yang tidak jelas, deskripsi pekerjaan yang tidak menentu, dan tenggat waktu dapat memicu stres bagi pekerja.
Kedua, faktor fisik, seperti kondisi ruangan kantor. Ia mencontohkan, bekerja tanpa henti di depan komputer tidaklah baik untuk para pekerja.
Lalu yang terakhir adalah hubungan antarmanusia di lingkungan kerja. Ketiga hal ini mesti diperhatikan supaya para pekerja semakin betah bekerja. "Perusahaan harus mengelola tiga hal ini dengan baik. Bukan melulu mengejar target dari pegawainya," kata Rosalina yang meraih Master of Arts bidang konseling dari California University, AS, dan doktor kesehatan masyarakat dari University of Melbourne, Australia.
Ia yakin, jika ketiga hal ini diatur dengan baik, produktivitas pegawai perusahaan pun akan semakin meningkat. "Kita ini tidak bekerja dengan mesin, tetapi dengan manusia. Jadi bagaimana caranya perusahaan memanusiakan karyawannya," kata Rosa yang sudah 25 tahun menjadi pengajar, konselor, dan pelatih yang berspesialisasi dalam bidang psikologi pendidikan, konseling dan manajemen stres.
Di Indonesia, menurut dia, masih banyak perusahaan di kota besar seperti Jakarta yang tidak memperhatikan tiga hal ini. Perusahaan kerap memberi pekerjaan kepada pegawai dengan tenggat waktu yang mepet tanpa memperhatikan kapasitas pekerja.
Ditambah lagi, perusahaan sering kali memunculkan manajemen konflik supaya para pegawainya berkompetisi. Akibatnya, tingkat stres pegawai semakin tinggi. Hal ini perlu diwaspadai. (Baca : Perusahaan Mita Diran Selidiki Masalah Internal)
"Ini tidak bisa dianggap enteng. Saat ada manajemen konflik, lalu malah menimbulkan iri dan menjatuhkan mental pegawai, orang itu bisa tidak happy karena lingkungan kerjanya sama sekali tidak sportif," kata Dekan Fakultas Pendidikan Universitas Siswa Bangsa Internasional itu.
Jika ingin menerapkan manajemen konflik, kata dia, perusahaan mesti melihat karakter setiap pegawainya. Setidaknya, pegawai mesti memiliki keterampilan komunikasi yang baik. Dengan begitu, manajemen konflik yang diciptakan tidak menjadi bumerang bagi perusahaan itu sendiri.
SUTJI DECILYA
Berita Terpopuler
Kemenkes: Polusi Udara Kian Mengkhawatirkan
Olah Raga Ringan Kurangi Risiko Batu Ginjal
Petit Q, Celana Dalam Pria Supermini di Dunia
Lancome Rilis Parfum Harga Fantastis Rp 820 Juta