Mahadaya Tenun Indonesia Timur  

Reporter

Editor

Minggu, 5 Desember 2010 18:04 WIB

Tenun ikat khas Nusatenggara Timur pada Gelar Kain Khas Nusantara. TEMPO/Prima Mulia
TEMPO Interaktif, Jakarta -Selembar kain tenun bukanlah benda mati. Demikian perempuan Nusa Tenggara Timur memaknai kain tenun, yang menjadi kebanggaan mereka. Itu bukan sekadar warisan tradisi, tapi juga memiliki jiwa dan cerita, bahkan sejarah kehidupan.

Proses pembuatan selembar tenun pun bukan dibuat asal. Ada makna dan cerita. Misalkan seorang ibu yang menenun kain penuh perasaan kala menunggu proses kelahiran si jabang bayi. Atau beberapa remaja putri yang akan menikah membuat tenun saat dipingit. Tenun dipakai sebagai maskawin pernikahan, proses kelahiran, simbol pesta panen, dan mengiringi prosesi kematian.

Tenun juga dipakai sebagai pakaian sehari-hari, menjadi alat tukar-menukar, atau sebagai pembeda strata seseorang. Selembar tenun yang bernilai bahkan bisa ditukar dengan seekor kerbau.

Tenun sebagai identitas yang melekat kuat dalam kehidupan perempuan di sini. Setiap tenun memiliki nilai sejarah, perlambang inspiratif, apresiasi emosional, sekaligus mengandung nilai ritual. Di rumah panggung milik mereka, alat tenun diletakkan bersebelahan dengan dapur dan kandang binatang. Ketika tugas rumah tangga selesai, mereka mengerjakan tenun untuk mengisi waktu dan menabung untuk masa depan.

Dibandingkan dengan batik dan songket, pamor kain tenun masih jauh tertinggal. Warisan dan bagian hidup perempuan wilayah Indonesia timur ini seolah tertutup oleh tingginya angka kemiskinan. Padahal kain tenunan bernilai dan memiliki potensi ekonomi besar.

Dari ragam hiasnya, tenun memiliki ratusan motif. "Dua desa yang letaknya bersebelahan bisa memiliki variasi tenun dengan ragam hias berbeda," kata Stephanus Hamy, perancang busana yang rutin mengangkat keindahan kain Nusantara.

Selama delapan tahun Hamy--demikian ia bisa disapa--menjelajahi pelosok kawasan ini untuk berburu tenun. "Saya terpukau oleh keindahan mahadaya tenun ini. Setiap tenun memiliki ciri khas personal meski dibuat oleh orang yang sama. Hasilnya akan berbeda, sebab mood (suasana hati) berpengaruh saat membuat. Tidak ada tenun yang sama persis satu sama lain," ujarnya beberapa waktu yang lalu saat ditemui di Mal Pacific Place.

Karena itu, tak mudah bagi Hamy menggunting tenun ini. Terutama yang dibuat dari gedog. "Teknik gedog hanya dikuasai segelintir orang, membutuhkan waktu yang lebih lama dan memiliki cerita yang lebih personal," ujarnya. Sedangkan untuk tenun dari ATBM (alat tenun bukan mesin), ia bisa lebih "tega" mengguntingnya.

Di studionya, Hamy memiliki beberapa koleksi tenun NTT yang paling unik. "Salah satunya tenun yang punya motif berlubang." Dia pernah memesan ulang tenun jenis ini kepada keluarga yang menjual. Namun pesanan itu ditolak. Menurut penjualnya, tenun ini dibuat sang nenek yang telah meninggal. Tak ada anggota keluarga lain yang bisa membuat tenun seperti itu. "Tenun memiliki hitungan tersendiri." Hamy menyayangkan tak adanya perempuan di NTT yang mencatat "rumus-rumus" tenun di kertas sehingga bisa diajarkan secara turun-temurun. Mereka hanya mengingatnya di kepala.

Jadi, ketika si "penemu rumus"-nya meninggal, hilanglah ilmu "hitungan" tenun yang unik itu. "Ini bukan hanya sekali, tapi sering terjadi," ujarnya. Kurangnya konsistensi para perajin tenun menjadi faktor utama sulitnya mengangkat tenun ke panggung mode. Beberapa kali Hamy pernah kembali dari NTT dengan tangan hampa. "Saya memesan tenun yang disanggupi untuk selesai dalam 6 bulan. Namun 6 bulan kemudian, benangnya saja belum bergeser dari tempatnya." Menurut dia, perempuan di sini masih menenun berdasarkan perasaan, sehingga kesulitan bersikap konsisten memenuhi pesanan. Selain itu, mereka belum menyadari adanya potensi ekonomi yang tinggi melalui tenun.

Oscar Lawalata membenarkan kondisi ini. "Konsistensi mereka (para perajin tenun) memang masih rendah." katanya. Sejak lama Oscar bercita-cita mengangkat khazanah budaya Nusantara dalam karya-karyanya, termasuk tenun wilayah ini. Secara jujur, ia terpikat oleh keindahan tenunnya, selain ingin mengangkat warga dari jurang kemiskinan. "Mahadaya tenun ini sangat luar biasa, tapi kita mesti berjuang ekstrakeras untuk menyajikan lebih baik lagi."

Kendati kesulitan mendapatkan kain tenun yang tipis, toh tidak menyurutkan semangat Oscar. Bekerja sama dengan Laura Miles, perancang tekstil asal Inggris, dia membiayai proyek tenun NTT yang diberi nama "Weaving the Future".

Setelah pergi ke Kupang untuk menengok sentra tenun setempat, ternyata mereka mendapati kain tradisional yang lama lebih halus dan tipis. Namun kain itu tak lagi diproduksi lantaran pengerjaannya membutuhkan waktu lebih lama. Akhirnya, setelah Oscar menjanjikan harga lebih tinggi, para perajin itu membuat tenun halus dan tipis. Sekarang, dia juga melakukan eksperimen tenun di pabrik tenun sutra Garut. Meski baru tahap awal, Oscar optimistis tenun bisa menembus pasar internasional. "Tugas saya sebagai perancang adalah mendekatkan karya ini kepada masyarakat," ujarnya.

Dari wilayah setempat, ada Dorce Lussi, perempuan Ndao yang membuka sentra tenun Ina Ndao di Kupang. Perjuangan Dorce dalam membangun sentra tenunnya tak sia-sia. Kini ia bisa menghasilkan omzet Rp 50 juta per bulan dan memiliki 1.780 mitra binaan. AMANDRA MUSTIKA MEGARANI

Berita terkait

Jogja Fashion Week 2024 Bakal Libatkan 100 Produsen Fashion dan 112 Desainer

1 hari lalu

Jogja Fashion Week 2024 Bakal Libatkan 100 Produsen Fashion dan 112 Desainer

Puncak acara Jogja Fashion Week akan diadakan di Jogja Expo Center Yogyakarta pada 22 - 25 Agustus 2024.

Baca Selengkapnya

5 Rekomendasi Tempat Sewa Kebaya di Jakarta yang Bagus

1 hari lalu

5 Rekomendasi Tempat Sewa Kebaya di Jakarta yang Bagus

Untuk acara pernikahan atau wisuda, Anda dapat menyewa kebaya agar lebih hemat. Berikut ini rekomendasi tempat sewa kebaya di Jakarta.

Baca Selengkapnya

Startup Asal Bandung Produksi Material Fashion Berbahan Jamur, Tembus Pasar Singapura dan Jepang

5 hari lalu

Startup Asal Bandung Produksi Material Fashion Berbahan Jamur, Tembus Pasar Singapura dan Jepang

Startup MYCL memproduksi biomaterial berbahan jamur ramah lingkungan yang sudah menembus pasar Singapura dan Jepang.

Baca Selengkapnya

Tampil Menarik Itu Menyakitkan, Ternyata Penyebabnya Pakaian

8 hari lalu

Tampil Menarik Itu Menyakitkan, Ternyata Penyebabnya Pakaian

Dalam beberapa kasus ingin tampil menarik dengan pakaian tertentu tapi justru berdampak pada kesehatan. Berikut penyebabnya.

Baca Selengkapnya

Tampil Kasual dengan Baju Flanel

14 hari lalu

Tampil Kasual dengan Baju Flanel

Baju flanel dapat dibeli baik di toko fisik ataupun toko online seperti Shopee

Baca Selengkapnya

Gaya Fesyen Boho Chic Jika Memenuhi 3 Aspek Ini

22 hari lalu

Gaya Fesyen Boho Chic Jika Memenuhi 3 Aspek Ini

Gaya Boho Chic pada dasarnya adalah gaya santai yang menggabungkan unsur-unsur hippie, nomaden, dan vintage. Begini lebih jelasnya.

Baca Selengkapnya

Kolaborasi Victoria Beckham dan Mango, Apa Koleksi Terbarunya?

27 hari lalu

Kolaborasi Victoria Beckham dan Mango, Apa Koleksi Terbarunya?

Koleksi Victoria Beckham dan Mango yang terbaru dari rangkaian kolaborasi para penggemar street fashion

Baca Selengkapnya

Sejarah Peci Ratusan Tahun Lalu, Disebar Pedagang Hingga Populer Jadi Busana Lebaran

31 hari lalu

Sejarah Peci Ratusan Tahun Lalu, Disebar Pedagang Hingga Populer Jadi Busana Lebaran

Peci yang identik dengan busana lebaran telah dikenal masyarakat sejak ratusan tahun lalu.

Baca Selengkapnya

Ramadan, Komunitas di Yogyakarta Edukasi Pecinta Fashion Rintis Karya Pemikat Wisatawan

42 hari lalu

Ramadan, Komunitas di Yogyakarta Edukasi Pecinta Fashion Rintis Karya Pemikat Wisatawan

Komunitas Indonesia Fashion Chamber (IFC) Yogyakarta meyakini, besarnya pasar wisatawan di Yogyakarta menjadi anugerah tersendiri untuk terus menghidupkan ekonomi kreatif di Kota Gudeg.

Baca Selengkapnya

Tiga Tips Gaya Berpakaian untuk Jurnalis ala Didiet Maulana

4 Maret 2024

Tiga Tips Gaya Berpakaian untuk Jurnalis ala Didiet Maulana

Didiet Maulana, Direktur Kreatif Ikat Indonesia memberikan tips padupadankan gaya berpakaian ala jurnalis.

Baca Selengkapnya