TEMPO.CO, Jakarta -Sejatinya mode kerap kali berarti bisnis dan kemewahan. Tapi kini muncul pemikiran barusetidaknya untuk industri busana di Indonesiauntuk mengembalikannya ke makna awal mode: menciptakan pakaian. Gagasan ini mementingkan proses sebelum hasil, mempertanyakan bagaimana ketimbang apa, dan memanfaatkan daripada membuang.
Nobis Pacem, merek mode baru yang baru dirintis perancang muda Catherine Emilia, mencoba menggarap ide tersebut. Catherine tidak berpikir konvensional seperti sebagian besar desainer: merancang, mencari kain yang cocok, memotongnya sesuai dengan ukuran, lalu menjahitnya menjadi pakaian yang apik. Nobis Pacem memilih berangkat dari mendayagunakan kembali produk tekstil yang sudah ada untuk diolah menjadi busana baru.
“Mode tak melulu soal glamor. Kamu harus juga bekerja dengan keras sekali untuk sesuatu yang belum tentu bisa terjual,” kata Emilia, yang juga seorang pengajar budaya dan sejarah fashion di sekolah mode ESMOD Jakarta, kepada Tempo, Rabu pekan lalu.
Lihat saja mantel tanpa lengan (cape) dari karung goni. Kerahnya diambil dari potongan celana denim merah jambu yang direndam larutan kunyit hingga kekuning-kuningan. Lalu, bagian pundak, dada, hingga pinggiran ritsleting yang menjulur ke bawah memanfaatkan corduroy bekas. Catherine lalu mengubur corduroy berbahan dasar katun dan poliester itu selama dua bulan bersama sepotong besi. Hasilnya, katun yang alami terurai dan menyisakan poliester yang non-organik. Besi yang ikut dikubur memunculkan motif karat di sana-sini.
Untuk bawahan, coba lihat crustacean pantsbegitu Emilia menyebut celana tanggung garapannya yang berbentuk seperti capit udang. Separuhnya diambil dari jas wol beranyaman halus dan rata (worsted-tailor). Sisanya memanfaatkan potongan kemeja velvet-like biru yang dikombinasikan dengan kemeja jacquard yang dijahit sedemikian rupa sehingga mengubah kerah menjadi kantong saku.
Bagi Nobis Pacem, semua sisa kain atau bahan apa pun bisa diproduksi ulang. “Untuk lebih peduli dan menghargai lingkungan, pekerja, dan apa yang sudah disuguhkan untuk kamu,” ujar Emilia. Mungkin tampak sinting. Tapi tahukah Anda bahwa kita membuang puluhan miliar ton pakaian per tahun? Produk tekstil menyumbang 5 persen dari timbunan sampah dunia.