Perancang sepatu dan pemilik merek Niluh Djelantik, Ni Luh Putu Ary Pertami Djelantik bersama ibunya Ni Nyoman Palmi di butik sepatunya di Seminyak, Bali, 5 Desember 2014. TEMPO/Johannes P. Christo
TEMPO.CO, Jakarta - Mata Ni Nyoman Palmi berkaca-kaca ketika mencoba mengingat masa kecil Niluh Djelantik, atau yang bernama lengkap Niluh Putu Ary Pertami. Sambil menerawang, ia mencoba mengais serpihan memori gadis kecil yang biasa disapa Amy itu. Kini, Amy sudah menjelma menjadi pengusaha sepatu yang mendunia.
“Amy ikut saya berdagang di pasar sejak umur setahun. Di Pasar Kintamani-lah dia tumbuh dan belajar segala hal,” kata perempuan kelahiran 18 September 1948 itu kepada Tempo di Seminyak, Bali, awal Desember lalu. (Baca: Hari Ibu, Christine: Indonesia Punya Ibu Pertiwi)
Pasangan suami-istri Palmi dan Putu Djelantik memutuskan berpisah saat anak semata wayang mereka berumur setahun. Amy kecil pun ikut mamaknya tinggal berdesakan dengan sanak saudara di kamar kontrakan berukuran 3 x 4 meter di dekat Pasar Kintamani.
Menurut Palmi, tak ada yang istimewa pada Amy. Juga, tak ada yang luar biasa dengan caranya mengasuh dan mendidik anak.
“Memang berat kalau dirasa-rasa. Tapi dialah kekuatan dan semangat terbesar saya untuk bisa kuat menjalani kehidupan kami yang luar biasa berat saat itu,” kata ibu yang tetap lincah pada usia 66 tahun ini. (Baca: Hari Ibu, Amy Atmanto: Muliakan Ibu Bawa Keberkahan)
Satu hal yang membuat Palmi sedikit kewalahan adalah hasrat membaca Amy yang sangat besar. Semua bacaan dilahapnya. Bahkan kertas koran pembungkus baju dagangan pun sering kali jadi rebutan karena Amy ingin membacanya dulu. “Sampai sobek itu koran Mamak,” kata Amy, yang menemani wawancara, sambil tergelak.
Palmi yang hidup pas-pasan memang tidak bisa membeli banyak buku untuk Amy. Beruntung, tak jauh dari kios tempat Palmi menggelar dagangan, ada sebuah toko buku. Sejak Amy bisa membaca, Palmi menitipkannya di toko itu. Sambil bekerja menjaga kios buku, Amy pun bisa membaca buku sebanyak yang ia mau.
Dengan keterbatasan pendidikan dan waktu yang habis untuk bekerja, Palmi mengaku tak dapat mengajarkan banyak hal kepada Amy. “Saya tidak pernah mengajarkan ini-itu dan menuntut macam-macam kepada Amy. Pesan saya hanya satu, jujur dan jangan menyusahkan orang, itu saja,” Palmi menuturkan. (Baca: Jalan Panjang Menangkap Nunun)
Kebanggaan Palmi terhadap Amy pun bukan diukur dari kesuksesannya mengembangkan bisnis beromzet miliaran. Bagi dia, kebanggaan orang tua terhadap anak bukan terletak pada materi. “Saya bangga kalau anak saya jujur dan tidak menyusahkan orang lain,” tutur wanita asal Bangli ini.
Sama halnya dengan Palmi, yang begitu bangga terhadap anaknya, Amy pun memuja sang mamak. Ia merasa tak sanggup jauh dari mamaknya. Ke mana pun ia akan melangkah, restu mamak yang mengiringi. “Mamak is my trustee,” kata Amy. (Baca: Liliyana Natsir: Mama, Aku Sudah Sukses)