Seorang penyanyi dangdut mendendangkan lagu untuk menghibur para buruh saat peringatan Hari Buruh Internasional di Stadion Tri Lomba Juang, Semarang, Jawa Tengah, 1 Mei 2017. Peringatan Hari Buruh yang diikuti ribuan pekerja dari berbagai elemen tersebut antara lain menuntut penghapusan sistem kerja kontrak. ANTARA FOTO
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat musik Bens Leo mengatakan musik dangdut tak bisa lagi dianggap sebagai musik kelas pinggiran. Sebab, musik dangdut telah mengalami perkembangan dalam dua tahun terakhir ini.
Perkembangan itu, misalnya, gelaran pelbagai kontes menyanyi dangdut di televisi. Hal itu lantas mampu menarik perhatian banyak orang di luar dangdut untuk berpartisipasi. “Seperti keterlibatan Trie Utami dan Purwacaraka di Kontes Dangdut TPI beberapa tahun lalu,” kata Bens kepada Diko Oktara dari Koran Tempo, Selasa, 7 November 2017.
Menurut Bens, keterlibatan Trie dan Purwacaraka yang bukan berlatar belakang dangdut memberikan warna baru. Ditambah lagi keterlibatan desainer Ivan Gunawan, yang semakin membuat dangdut dilirik.
Bens melanjutkan, kini stigma negatif dangdut koplo yang sarat goyangan erotis mampu dihapuskan. Hal itu berkat kemunculan penyanyi-penyanyi koplo baru, seperti Zaskia Gotik, yang kerap tampil dengan busana bagus.
Penyanyi dangdut senior Ikke Nurjanah juga mengakui kehadiran penyanyi koplo yang telah memberikan warna baru di dunia dangdut. Misalnya saja Via Vallen dan Nella Kharisma yang membawakan lagu reggae atau hip-hop berirama koplo.
Warna musik mereka, Ikke melanjutkan, berbeda dengan generasi penyanyi dangdut sebelumnya. Contohnya Lilin Herlina dan Wiwik Sagita yang kental unsur koplonya. “Jadi memberikan banyak pilihan untuk masyarakat. Mau yang kekinian, slow, klasik, yang menyentuh, bisa dimainkan,” kata Ikke kepada Tempo, Selasa, 31 Oktober 2017.