TEMPO.CO, Jakarta - Kasus pembunuhan dokter Letty mengingatkan kita akan bahaya pasangan yang abusive. Senada, nomine film terbaik di Festival Film Indonesia 2017, Posesif punya pesan yang sama. Keduanya menyadarkan kita bahwa kekerasan dalam sebuah hubungan bisa terjadi pada siapa saja.
Lantas bagaimana cara memastikan apakah Anda berada dalam hubungan yang abusive
Yang pertama, saran psikolog keluarga dari Pulih@thePeak, Livia Iskandar, cobalah bertanya pada diri sendiri, apakah Anda merasa takut dengan pasangan? Mengingat rasa takut umumnya menjurus pada hubungan tidak sehat.
Pemastian ini diperlukan karena sering kali korban kekerasan tidak sadar hak-haknya telah dilanggar, terutama kekerasan psikologis. “Sering kita tidak menyadari diri kita direndahkan, diremehkan, tidak dipedulikan hingga makin lama kita makin tidak percaya diri dan susah bangkit dari itu,” ucapnya kepada Bintang.
Tindakan abusive tidak terbatas pada kekerasan fisik, seksual, dan psikologis namun mencakup kekerasan ekonomi.
“Hubungan abusive itu menggunakan power and control sebagai basisnya. (Mereka) ingin superior dibanding pasangannya dan bisa mengendalikan pasangan," sambung salah seorang pendiri Rumah Indonesia ini.
Tak jarang sifat posesif yang berpotensi berujung pada tindakan abusive dianggap sebagai tanda sayang. Menurut Livia, sifat posesif justru salah satu pertanda hubungan menuju ke arah yang tidak sehat.
“Posesif yang ingin menguasai dan mengendalikan pasangan yang tidak boleh. Namun kalau dalam batasan yang dianggap nyaman oleh pasangan, ya tidak masalah,” beber Livia.
Sebab lain, adanya penyangkalan. Livia mengingatkan rasa takut bukan sesuatu yang wajar.
“Di saat menikah wanita kerap dianggap hak milik dan harus bisa melayani suami. Padahal semua orang terlahir dengan hak asasi dan semua orang bebas hidup tanpa rasa takut,” imbuhnya. Jika menyadari pasangan bersifat abusive, Livia menganjurkan mencari bantuan pada orang terdekat.