Penderita Bipolar 15 Kali Lebih Banyak Ingin Bunuh Diri

Reporter

Bisnis.com

Editor

Mitra Tarigan

Sabtu, 31 Maret 2018 12:40 WIB

Ilustrasi bunuh diri. Shutterstock

TEMPO.CO, Jakarta - “Sejak dari TK saya merasa ada yang aneh dengan diri saya. Saya sering berhalusinasi. Perjalanan hidup saya up and down, sering merasa depresi dan di suatu saat saya ingin memberontak,” kata Hana Alfikih atau Hana Madness, penderita gangguan bipolar.

Hana bercerita gangguan bipolarnya semakin parah karena ketidaktahuan keluarga tentang penyakit tersebut. Ketika memasuki Sekolah Menengah Atas, dia mengaku tidak merasa nyaman tinggal di rumah, namun di luar rumah pun juga merasa tersiksa. Barulah pada 2010 dia didiagnosis memiliki gangguan bipolar. Meski sudah didiagnosis bipolar, Hana tetap ingin memberikan hal yang positif baik untuk memberi dukungan kepada penderita lain maupun masyarakat secara umum.

Kini ia pun menekuni dunia seni. “Banyak yang bisa saya sampaikan melalui seni dan saya bangga dengan hasil positif yang bisa saya ciptakan,” katanya.

Manusia memiliki enam dasar perasaan, yaitu marah, jijik, takut, senang, sedih serta kaget. Perasaan senang dan sedih merupakan perasan yang wajar diekspresikan setiap orang, tetapi ada kalanya ekspresi tersebut menjadi tak wajar. Ketika perasaan, pikiran, dan perilaku berubah secara makna atau ketika menimbulkan penderitaan dan gangguan fungsi yang nyata, hal itu bisa disebut sebagai gangguan jiwa.

Baca juga:
Hate Speech di Media Sosial, Intip 3 Jurus Menghindarinya
Bosan I Love You? Ungkapkan Cinta dengan 8 Cara Ini
Paskah 2018: Tradisi Aneh dan Unik Merayakan Paskah di 5 Negara

Dokter spesialis kesehatan jiwa Hervita Diatri menuturkan gangguan perasaan senang ataupun sedih yang berlebihan dapat dikatakan sebagai gangguan bipolar. Gangguan kesehatan tersebut dipengaruhi tiga fungsi yakni fungsi sosial, pekerjaan dan fungsi psikologis. “Perasaan ini terjadi dalam waktu cukup lama, yang mengakibatkan gangguan fungsi dan penderitaan baik untuk orang yang mengalami dan orang lain,” kata Hervita.

Advertising
Advertising

Gangguan bipolar dialami oleh sekitar 34-36 persen populasi. Artinya, satu dari tiga orang di dunia sedikitnya pernah mengalami gangguan bipolar. Karena jumlah yang cukup banyak, gangguan bipolar menjadi hal yang harus menjadi perhatian banyak pihak.

Hervita menuturkan penyebab gangguan bipolar sulit ditetapkan lantaran bersifat multifaktoral, yakni melibatkan faktor biologis, psikologis, sosial, kultural, dan spiritual. Faktor biologis memegang peran besar dikaitkan dengan faktor genetik dan neurotransmitter di otak. Sementara itu secara psikososial, gangguan ini dikaitkan dengan pola asuh pada masa kanak dan berbagai faktor stres dari ligkungan.

Dia memaparkan gangguan bipolar memiliki dua tipe yakni tipe 1, ditandai dengan episode manik atau gembira berlebihan diikuti dengan episode hipomanik gembira atau depresi (perasaan sedih). Tipe 2, ditandai dengan episode hipomanik artinya saat ini atau sebelumnya mengalami satu gejala depresi mayor. “Orang dengan gejala gangguan bipolar tipe dua tidak pernah mengalami episode manik,” jelasnya.

Menurutnya, untuk membantu menurunkan intensitas gejala, memperpendek masa sakit, atau bahkan mengembalikan fungsi, keluarga dan lingkungan menjadi faktor pendukung terbaik bagi penderita gangguan bipolar. Apalagi, bipolar merupakan kondisi yang umum dijumpai. Kejadian bunuh diri pada orang dengan gangguan bipolar 15 kali lipat dibandingkan orang tanpa gangguan. Bunuh diri sering terjadi pada saat awal munculnya gangguan, ketika pada tekanan pekerjaan atau studi, tekanan emosional dalam keluarga pada tingkat yang paling berat.

Dukungan keluarga, kerabat, maupun teman adalah hal terpenting sebagai upaya pemulihan seseorang dengan gangguan bipolar. Hal tersebut dapat memberikan harapan positif dan memberikan rasa percaya diri. Lingkungan juga dapat mendukung dan mendorong dalam membuat perencanaan aktivitas menyenangkan dengan target realistis.

Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia Jakarta (PDSKJI Jaya) Nova Riyanti Yusuf mengatakan, dalam menyongsong Hari Bipolar Sedunia tahun ini tema yang diambil adalah Hug, Help, Solve The Puzzle untuk memberikan edukasi kepada masyarakat dengan simbol boneka Hugi. Dia mengatakan dukungan keluarga sangat dibutuhkan terutama saat mengalami episode manik atau depresi berat. Menurutnya kesendirian justru dapat menimbulkan efek negatif, lebih fatal lagi dapat mengakibatkan bunuh diri.

Melalui kehangatan dari keluarga dan teman diharapkan dapat membantu melakukan deteksi dini dan mendukung seseorang dengan bipolar untuk melakukan pengobatan. “Kesendirian yang dirasakan cenderung menimbulkan efek negatif bahkan dapat menimbulkan bunuh diri. Perasaan sendiri dan tidak mendapatkan dukungan dapat menyebabkan minor emotional injuries yang diakumulasi,” katanya menjelaskan.

Berita terkait

Jumlah Kematian Akibat Senjata Api di Amerika Serikat Capai Rekor Tertinggi

6 jam lalu

Jumlah Kematian Akibat Senjata Api di Amerika Serikat Capai Rekor Tertinggi

Amerika Serikat tengah menjadi sorotan pasca-penembakan terbaru di Buffalo dan legalisasi senjata api di Tennessee. Bagaimana fakta-faktanya?

Baca Selengkapnya

Banyak Veteran Perang AS yang Bunuh Diri, Pemicu Terbesar Masalah Keluarga

1 hari lalu

Banyak Veteran Perang AS yang Bunuh Diri, Pemicu Terbesar Masalah Keluarga

Pemicu depresi dan bunuh diri veteran perang AS beragam, di antaranya lama hidup jauh dari rumah, pasangan, dan anak -- situasi yang membuat stres.

Baca Selengkapnya

Soal Kematian Brigadir RAT, Kompolnas Ungkap Sejumlah Kejanggalan

4 hari lalu

Soal Kematian Brigadir RAT, Kompolnas Ungkap Sejumlah Kejanggalan

Kompolnas menilai masih ada sejumlah kejanggalan dalam kasus kematian Brigadir RAT.

Baca Selengkapnya

Keluarga Akui Tak Tahu Detail Masalah Pribadi yang Diduga Sebabkan Brigadir RA Tewas

5 hari lalu

Keluarga Akui Tak Tahu Detail Masalah Pribadi yang Diduga Sebabkan Brigadir RA Tewas

Keluarga Brigadir RA masih menunggu hasil pemeriksaan ponsel oleh penyidik Polres Jakarta Selatan

Baca Selengkapnya

Penyidikan Kematian Brigadir RA Disetop, Ini Kata Kapolri

5 hari lalu

Penyidikan Kematian Brigadir RA Disetop, Ini Kata Kapolri

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo merespons perihal penghentian penyidikan kasus kematian Brigadir Ridhal Ali Tomi atau Brigadir RA

Baca Selengkapnya

Cerita Sepupu saat Memandikan Jenazah Brigadir RA

5 hari lalu

Cerita Sepupu saat Memandikan Jenazah Brigadir RA

Sepupu Brigadir Ridhal Ali Tomi (Brigadir RA), Rudi Dagong, bercerita saat dia memeriksa jenazah hingga memandikannya

Baca Selengkapnya

Keluarga Bilang Jenazah Brigadir RA Tak Diautopsi Atas Permintaan Istri dan Orang Tua

6 hari lalu

Keluarga Bilang Jenazah Brigadir RA Tak Diautopsi Atas Permintaan Istri dan Orang Tua

Jenazah Brigadir RA dijemput tiga perwakilan keluarga dan komandannya di Polresta Manado.

Baca Selengkapnya

Kapolri Pertimbangkan Lanjutkan Pemeriksaan Kematian Brigadir RA, meski Polres Jaksel Resmi Sebut Bunuh Diri

6 hari lalu

Kapolri Pertimbangkan Lanjutkan Pemeriksaan Kematian Brigadir RA, meski Polres Jaksel Resmi Sebut Bunuh Diri

Kapolri menyatakan polisi masih terus mendalami motif Brigadir RA nekat menghabisi nyawanya dalam mobil Alphard hitam di sebuah rumah di Mampang.

Baca Selengkapnya

Pengusaha Indra Pratama Bantah Brigadir RA sebagai Ajudan dan Sopir, Datang ke Rumah untuk Silaturahmi

6 hari lalu

Pengusaha Indra Pratama Bantah Brigadir RA sebagai Ajudan dan Sopir, Datang ke Rumah untuk Silaturahmi

Keterangan Indra Pratama sebagai pemilik rumah lokasi tewasnya Brigadir RA berbeda dengan keterangan Polda Sulut. Ridhal disebut sebagai ajudan.

Baca Selengkapnya

Polda Sulut Mengonfirmasi Brigadir RA Jadi Ajudan dan Sopir Pengusaha di Jakarta Sejak 2021

6 hari lalu

Polda Sulut Mengonfirmasi Brigadir RA Jadi Ajudan dan Sopir Pengusaha di Jakarta Sejak 2021

Brigadir RA yang disebut tewas bunuh diri dalam mobil Alphard selama ini jadi ajudan pengusaha sejak 2021. Tanpa izin dari pimpinan.

Baca Selengkapnya