Pentingnya Remaja Kenali Diri dan Kesehatan Reproduksinya
Reporter
Tempo.co
Editor
Mitra Tarigan
Senin, 24 Februari 2020 07:40 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Tingginya angka pernikahan ini salah satunya disebabkan oleh kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja. Hasil diskusi dengan anak di area pelayanan Wahana Visi Indonesia (WVI), terungkap bahwa banyak remaja yang merasa tabu membicarakan seksualitas kepada orang dewasa. Akibatnya remaja tidak memahami seksualitas dengan baik dan tidak dapat menjalankan peran sosial mereka sebagaimana mestinya.
Untuk menjembatani hal ini, WVI bekerja sama dengan Forum Anak dan Kelompok Remaja di Jakarta mengadakan diskusi mengenai life skill untuk remaja usia 12-18 tahun dengan tema “Aku dan Seksualitasku” di 11 titik di Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara dan Jatinegara, Jakarta Timur. Diskusi dalam bentuk peer education (teman sebaya) ini dibawakan oleh fasilitator yang merupakan pengurus forum Anak Kampung Melayu dan Jakarta TImur, yaitu Alwi (17) dan Khusnul (15). Total ada 23 fasilitator anak yang telah didampingi oleh Wahana Visi Indonesia AP Jakarta ikut terlibat dalam kegiatan. Forum diskusi ini memberi kesempatan remaja untuk belajar bersama melihat jati diri dan perannya dalam masyarakat, serta membantu remaja menyadari perubahan dirinya baik fisik maupun psikologis, serta konsekuensi yang mengikutinya.
Pada anak usia 12-18 tahun, terjadi perubahan fisik, kognitif dan sosial. Perubahan hormon dan perkembangan organ seksual tengah terjadi. Remaja diajak untuk melihat perbedaan laki-laki dan perempuan dan bagaimana masing-masing orang memiliki keunikan. Penting bagi remaja untuk memahami perbedaan fisik yang ada, sehingga dapat menjaga tubuh dan organ reproduksinya dengan baik serta berperilaku pantas di lingkungan sosialnya. “Diskusi ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh WVI agar remaja memiliki pengetahuan dan ketrampilan hidup, sehingga mereka memiliki kepekaan dalam pengambilan keputusan saat ini maupun masa mendatang,” kata Novaria Widowati, Community Engagement and Sponsorship Planning Coordinator WVI Area Program Jakarta dalam keterangan resmi yang diterima Tempo pada 23 Februari 2020.
Orang tua sebagai garda pertama untuk mendiskusikan masalah seksualitas dengan anaknya dinilai sering abai terhadap hal ini. Anak remaja pun cenderung mencari informasi sendiri, sehingga rawan
mendapat informasi yang tidak tepat. Melibatkan remaja untuk teralibat aktif dalam kegiatan positif pun tidak mudah. Sehingga penting untuk mengupayakan kegiatan positif dengan metode yang kreatif. “Memang masih banyak remaja yang merasa malu membicarakan mengenai seksualitas, karena menganggap tabu. Ini terlihat terutama dalam sesi perubahan fisik remaja, mereka enggan mengucapkannya. Karena itu, kami mencoba meyakinkan, bahwa seksualitas beda dengan seks, sehingga jangan malu membahas seksualitas, karena edukasi mengenai hal ini sangat penting,” kata Alwi.
Data dari The United Nations Children's Fund (UNICEF) pada 2018 menyebutkan, di Indonesia sekitar 11 persen atau 1 dari 9 dari anak perempuan dan 1 persem atau 1 dari 100 anak laki-laki menikah sebelum usia 18 tahun. Pernikahan di usia muda tentu memberikan dampak yang banyak. Salah satunya adalah risiko komplikasi pada saat kehamilan dan melahirkan, risiko kematian bayi yang meningkat dan anak perempuan yang menikah lebih rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga. Tingkat partisipasi pendidikan pada perempuan pun menjadi rendah karena anak perempuan yang menikah di bawah usia 18 tahun lebih banyak tidak lulus SMA.