Gaya Generasi Terkini Memilih Program Studi
Reporter
Anwar Siswadi (Kontributor)
Editor
Arkhelaus Wisnu Triyogo
Kamis, 27 Februari 2020 04:45 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Setiap generasi tentu punya gaya sendiri dalam memilih program studi di jenjang perguruan tinggi. Begitu pula dengan Generasi Z--generasi yang lahir di atas tahun 1995--yang menggunakan berbagai pertimbangan, seperti kebutuhan industri, minat dan bakat, serta pertimbangan keluarga, dalam menentukan rencana studinya.
Keisha Annabel Garnette mengakui bukan hal mudah mewujudkan keinginannya menempuh pendidikan kedokteran di Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun ini. Di tengah persiapan ujian nasional dan ujian sekolah, perempuan 18 tahun yang belajar di Binus School Simprug ini juga sedang mempersiapkan diri mengikuti Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). “Dari dulu aku memang mengincar masuk perguruan tinggi negeri,” kata dia di Jakarta, Rabu pekan lalu.
Abel—sapaan akrabnya—mengenal dunia kedokteran sejak masuk sekolah dasar. Tumbuh dari keluarga yang bekerja di dunia kedokteran turut memberi pengaruh kepadanya dalam membuat rencana studi. Setelah kedua orangtuanya mendukung, dia langsung tancap gas mempersiapkan diri. Ia mempertimbangkan prospek karier di bidang kedokteran untuk memantapkan pilihannya. “Stereotipe dari orangtua, kalau enggak kedokteran, ya hukum. Intinya pekerjaan yang bisa memberi prestasi secara finansial. Kebetulan aku juga pengen,” ujar dia.
Abel menghadapi kendala. Perbedaan kurikulum nasional dan kurikulum Internasional Bachelorette, yang berlaku di sekolahnya membuatnya harus menyesuaikan materi yang diujikan dalam ujian nasional dan ujian masuk peguruan tinggi. Ia pun melahap materi pelajaran ditambah materi suplemen dari bimbingan belajar sesuai kebutuhannya. “Itu untuk mengejar materi yang belum diajarkan. Persiapannya double, jadi susah-susah gampang.”
Abel adalah salah satu dari ratusan ribu siswa lain yang tergabung dalam Generasi Z yang bakal bersaing dalam sejumlah pintu masuk perguruan tinggi negeri. Setidaknya terdapat tiga pintu yang bisa dipakai seperti SNMPTN, Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK), dan SBMPTN. Berdasarkan data SBMPTN 2018-2019, misalnya, program pendidikan dokter selalu berada di peringkat teratas peminat terbanyak di bidang sains dan teknologi. Pada 2019, misalnya, jurusan pendidikan dokter Universitas Udayana tertinggi dengan 2.301 peminat.
Sedangkan di bidang sosial-humaniora, program studi ilmu komunikasi dan ilmu hukum menjadi primadona. Data Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri 2018 menunjukkan bahwa lima program studi dengan peminat terbanyak diisi program studi ilmu hukum dan ilmu komunikasi dengan lebih dari 25 ribu peminat. Sedangkan pada 2019, meskipun jumlah peminatnya menurun, jurusan manajemen melengkapi dua program tersebut dalam lima besar program studi dengan peminat terbanyak.
Abel berbeda dengan Rania Maheswari Yamin, 17 tahun. Cucu dari pahlawan nasional Muhammad Yamin itu berencana mengambil program studi sastra Indonesia di Universitas Indonesia. Keputusan itu tidak terlepas dari pengaruh keluarga yang menginginkan adanya penerus di bidang sastra. “Dari dulu papah pengen ada yang dekat dengan dunia sastra. Kakak-kakakku semua masuk di jurusan hukum. Tadinya mau sekolah art di luar negeri, tapi lama-lama basi,” kata anak empat bersaudara itu.
Meskipun mendapatkan dukungan dari orangtua, pilihan rencana studi tersebut membuat keluarga besar Rania bertanya-tanya. Menurut dia, program studi sastra Indonesia masih sering dianggap sebelah mata. “Banyak yang mempertanyakan mau jadi apa kalau masuk sastra Indonesia. Aku enggak tahu mau jawab apa, yang penting aku masuk dulu. Setelah itu aku baru tahu nanti akan ke mana,” ujar dia.
Adapun Kefas Laut, siswa SMA Pangudi Luhur berusia 17 tahun, yang memilih jurusan film untuk rencana studinya. Laut mempertimbangkan prospek film, khususnya animasi, dapat masuk ke berbagai bidang industri. Pengembangan berbagai platform digital hingga industri film pun juga menjadi pemicunya. “Saya hanya ngeliat peluang animasi bakal banyak terpakai di berbagai bidang,” kata Laut yang melanjutkan studinya ke Universitas Multimedia Nusantara.
Gaya generasi Z ini sebenarnya tercermin dalam survei yang dilakukan Macquarie University, Australia, yang menggambarkan lima program studi yang berpotensi paling dicari pada 2020. Mereka memperhitungkan perkembangan teknologi informasi dan pertumbuhan industri digital masa mendatang. Beberapa jurusan yang berpotensi paling dicari adalah teknologi informasi, bisnis dan akuntansi, ilmu kesehatan dan psikologi, desain komunikasi dan media, serta kependidikan, teknik, dan ilmu hukum.
Berbagai kampus pun bersiap menyambut calon mahasiswa baru. Beberapa di antaranya menyatakan tidak hanya akan mempertimbangkan potensi dan bakat, tetapi juga kesiapan mahasiswa untuk menghadapi dunia kerja. Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Padjajaran, Arief S. Kartasasmita, mengatakan pihaknya akan menyesuaikan kebijakan pendidikan untuk menciptakan lulusan perguruan tinggi yang siap kerja. “Kami akan in line dengan kebijakan kampus merdeka. Dalam program baru akan diarahkan dengan dunia kerja,” kata dia.
Arief mengatakan program studi favorit pada 2020 masih akan menjadi perburuan calon mahasiswa baru di beberapa kampus. Meski pendidikan kedokteran, ilmu hukum, dan ilmu komunikasi menjadi favorit, beberapa program studi akan naik daun antara lain teknologi informasi, teknik elektro, psikologi, manajemen, akuntansi, dan hubungan internasional. “Sebenarnya masih ada stereotip dari masyarakat dengan kebutuhan kerja sebelumnya,” ujarnya.
Adapun Kepala Hubungan Masyarakat dan Protokol UGM Iva Ariani memprediksi tingkat peminat program studi tidak akan jauh berubah. Di UGM, kata dia, program studi favorit bidang sains adalah kedokteran, kesehatan masyarakat, farmasi, teknik sipil, dan kehutanan. Sedangkan untuk bidang sosial humaniora adalah hukum, psikologi, manajemen pariwisata, dan komunikasi. “Mereka melihat tren setelah lulus nanti bisa kerja di mana. Biasanya milenial mencari profesi. Tapi kalau pengen lolos di prodi favorit, perlu diperhatikan kemampuan daya saing dan kuotanya.”