Pembuktian Infeksi Virus Corona Tidak Perlu Otopsi

Reporter

Antara

Editor

Mitra Tarigan

Selasa, 2 Juni 2020 18:00 WIB

Ilustrasi virus Corona atau Covid-19. Shutterstock

TEMPO.CO, Jakarta - Ahli Virologi Universitas Udayana Prof G N Mahardika mengatakan tanpa otopsi diagnosis persumtive infeksi virus corona alias COVID-19 berat dapat dilakukan dengan rontgen atau CT scan. "Sebetulnya diagnosis persumtive COVID-19 berat bisa dibuat dengan rontgen atau CT scan. Apakah protokol rontgen atau CT scan dilakukan di Indonesia, saya tidak tahu," kata Mahardika menjawab ANTARA di Jakarta, Selasa, terkait informasi hoaks yang menyebutkan penyebab COVID-19 bukan virus melainkan bakteri.

Ia mengatakan laporan dari berbagai penjuru dunia yang dipublikasi di jurnal ilmiah bereputasi tidak ada yang menyebut isolasi bakteri seperti disebutkan hoaks tersebut. Jika benar bakteri yang menyebabkan COVID-19 mestinya jauh lebih mudah dideteksi.

Sementara itu, soal kasus flu burung berhasil digagalkan menjadi pandemi yang disebut mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, menurut dia, karena memang virus tersebut tidak menginfeksi dari manusia ke manusia dan vaksin flu burung yang dikembangkan swasta nasional efektif.

Sedangkan untuk virus corona baru penyebab penyakit COVID-19 dikatakannya memang tidak diragukan bisa menular antara manusia ke manusia. Ada komorbiditas, tapi causa mortis yang membuat pasien positif COVID-19 meninggal yang perlu dilihat, kata Mahardika. "Kalau causa mortis seseorang meninggal disertai gejala sesak nafas ya tentu bukan diabetes."

Jika hasil CT scan menunjukkan perubahan ground glass appreareance, paru-paru penuh air seperti orang tenggelam, paru-paru pasien yang bersangkutan punya radang limposit itu menunjukkan adanya infeksi virus, kata dia.

Advertising
Advertising

Publikasi hasil otopsi pasien kasus COVID-19 sudah banyak di luar negeri dan membuktikan penyebabnya virus, sehingga tidak perlu otopsi untuk membuktikan hal sama di Indonesia ujarnya.

Menurut dia, otopsi pasien COVID-19 perlu, tapi urgency hanya dari segi kebutuhan ilmiah. Justru, menurut dia, Indonesia kekurangan data untuk isolasi virus corona barunya.

Mahardika menegaskan informasi yang beredar cepat di whats app group (WAG) akhir-akhirnya ini, yang menyebutkan coronavirus disease 2019 adalah bohong, bukan dari virus tapi dari bakteri, semua itu diketahui oleh Italia setelah mereka mengotopsi jenazah korban corona adalah hoaks.

Berita terkait

Viral Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Guru Besar FKUI Sebut Manfaatnya Jauh Lebih Tinggi

2 hari lalu

Viral Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Guru Besar FKUI Sebut Manfaatnya Jauh Lebih Tinggi

Pada 2021 lalu European Medicines Agency (EMA) telah mengungkap efek samping dari vaksinasi AstraZeneca.

Baca Selengkapnya

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

3 hari lalu

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

Kemenkes mendapat beberapa laporan yang menunjukkan perubahan gejala pada penderita DBD pascapandemi COVID-19. Apa saja?

Baca Selengkapnya

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

4 hari lalu

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

Selain AstraZeneca, ini deretan vaksin Covid-19 yang pernah digunakan di Indonesia

Baca Selengkapnya

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

4 hari lalu

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

MUI sempat mengharamkan vaksin AstraZeneca. Namun dibolehkan jika situasi darurat.

Baca Selengkapnya

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

4 hari lalu

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Sebanyak 453 juta dosis vaksin telah disuntikkan ke masyarakat Indonesia, dan 70 juta dosis di antaranya adalah vaksin AstraZeneca.

Baca Selengkapnya

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

5 hari lalu

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

Astrazeneca pertama kalinya mengakui efek samping vaksin Covid-19 yang diproduksi perusahaan. Apa saja fakta-fakta seputar kasus ini?

Baca Selengkapnya

Penyakit Minamata Ditemukan di Jepang 68 Tahun Lalu, Ini Cara Merkuri Masuk dalam Tubuh

6 hari lalu

Penyakit Minamata Ditemukan di Jepang 68 Tahun Lalu, Ini Cara Merkuri Masuk dalam Tubuh

Penyakit Minamata ditemukan di Jepang pertama kali yang mengancam kesehatan tubuh akibat merkuri. Lantas, bagaimana merkuri dapat masuk ke dalam tubuh?

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

10 hari lalu

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

KPK masih terus menyelidiki kasus korupsi pada proyek pengadaan APD saat pandemi Covid-19 lalu yang merugikan negara sampai Rp 625 miliar.

Baca Selengkapnya

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

11 hari lalu

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

Langkah ini untuk menghindari kebingungan penularan wabah yang terjadi di awal pandemi COVID-19, yang menyebabkan korban jiwa yang cukup signifikan.

Baca Selengkapnya

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

11 hari lalu

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

Perum Peruri mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri hingga tiga kali lipat usai pandemi Covid-19.

Baca Selengkapnya