Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

Reporter

Editor

Dwi Arjanto

image-gnews
Seorang pria yang mengenakan masker berjalan melewati ilustrasi virus di luar pusat sains regional di tengah wabah penyakit virus corona (COVID-19), di Oldham, Inggris, 3 Agustus 2020. [REUTERS/Phil Noble]
Seorang pria yang mengenakan masker berjalan melewati ilustrasi virus di luar pusat sains regional di tengah wabah penyakit virus corona (COVID-19), di Oldham, Inggris, 3 Agustus 2020. [REUTERS/Phil Noble]
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan sekitar 500 ahli dari berbagai disiplin ilmu sepakat untuk pertama kalinya mengenai definisi yang jelas mengenai apa yang dimaksud dengan penyakit menyebar melalui udara alias penularan wabah.

Langkah ini diambil untuk menghindari kebingungan yang terjadi di awal pandemi COVID-19, yang menyebabkan korban jiwa yang cukup signifikan.

Dokumen teknis yang dirilis oleh badan kesehatan PBB tersebut menandai langkah awal dalam upaya mencari cara yang lebih baik untuk mencegah penularan penyakit melalui udara, baik untuk penyakit yang sudah ada seperti campak maupun sebagai persiapan menghadapi ancaman pandemi di masa depan.

Definisi yang disepakati menyimpulkan bahwa istilah "melalui udara" dapat digunakan untuk penyakit menular yang penyebarannya utamanya melibatkan patogen yang berpindah melalui udara atau tersuspensi di udara. Hal ini sejalan dengan terminologi lain seperti penyakit "yang ditularkan melalui air", yang telah dipahami secara lintas disiplin ilmu dan oleh masyarakat umum.

Kontribusi dari hampir 500 ahli, termasuk fisikawan, ahli kesehatan masyarakat, dan insinyur, menandai kerjasama lintas disiplin yang penting dalam menyusun definisi tersebut. Terdapat ketidaksepakatan di masa lalu mengenai topik ini, dengan beberapa lembaga kesehatan mensyaratkan bukti yang sangat kuat sebelum menyatakan bahwa suatu penyakit menyebar melalui udara. Definisi baru menekankan bahwa selain bukti, risiko paparan dan tingkat keparahan penyakit juga harus dipertimbangkan.

Pertentangan sebelumnya sering kali berkaitan dengan perbedaan antara partikel "tetesan" dan "aerosol" berdasarkan ukurannya. Namun, definisi baru tersebut tidak lagi mempertimbangkan perbedaan ini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pada awal munculnya pandemi COVID-19 pada 2020, sekitar 200 ilmuwan aerosol secara terbuka mengkritik WHO karena gagal memperingatkan masyarakat tentang risiko penyebaran virus melalui udara. Mereka berpendapat bahwa fokus terlalu banyak pada langkah-langkah seperti mencuci tangan, sementara pentingnya ventilasi diabaikan.

Meskipun pada Juli 2020, WHO mengakui adanya "bukti yang muncul" mengenai penularan melalui udara, kepala ilmuwan WHO saat itu, Soumya Swaminathan, mengakui bahwa langkah-langkah yang diambil seharusnya lebih tegas sejak awal.

Jeremy Farrar, yang menggantikan Swaminathan, menekankan bahwa definisi baru ini tidak hanya relevan untuk COVID-19, tetapi juga untuk mempersiapkan diri menghadapi pandemi-pandemi yang mungkin terjadi di masa depan. Ia mengatakan bahwa kesepakatan para ahli dari berbagai disiplin ilmu akan memungkinkan dimulainya diskusi yang lebih mendalam mengenai isu-isu seperti ventilasi di berbagai lingkungan, termasuk rumah sakit dan sekolah.

Farrar menyoroti analogi dengan kesadaran yang berkembang bahwa virus yang ditularkan melalui darah seperti HIV atau hepatitis B dapat disebarkan oleh petugas medis yang tidak menggunakan sarung tangan. Dia menegaskan bahwa perubahan dalam praktik kesehatan sering kali terjadi setelah adanya kesepakatan mengenai terminologi dan pemahaman akan permasalahan yang ada.

REUTERS
Pilihan editor: WHO Sebut Wabah Penyakit di Gaza Bisa Lebih Mematikan Daripada Bom

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


WHO: Hampir 10 Persen Makanan di Indonesia Tinggi Lemak Trans

3 jam lalu

Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono  dalam konferensi pers bertajuk Menuju Eliminasi Lemak Trans di Indonesia pada 6 Mei 2024 di Jakarta/Tempo-Mitra Tarigan
WHO: Hampir 10 Persen Makanan di Indonesia Tinggi Lemak Trans

Ada banyak dampak buruk konsumsi lemak trans dalam kadar yang berlebih. Salah satu dampak buruknya adalah tingginya penyakit kardiovaskular.


Pabrik Sepatu Bata Tutup, Aprisindo: Pengetatan Impor Mempersulit Industri Alas Kaki

1 hari lalu

Sejumlah pekerja membuat sepatu di pabrik Sepatu Bata, Purwakarta, Jawa Barat. Dok.TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo
Pabrik Sepatu Bata Tutup, Aprisindo: Pengetatan Impor Mempersulit Industri Alas Kaki

Asosiasi Persepatuan Indonesia menanggapi tutupnya pabrik sepatu Bata. Pengetatan impor mempersulit industri memperoleh bahan baku.


Viral Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Guru Besar FKUI Sebut Manfaatnya Jauh Lebih Tinggi

1 hari lalu

Vaksin AstraZeneca menjadi satu di antara vaksin yang digunakan banyak negara termasuk Indonesia dalam melawan pandemi virus corona. Sarah Gilbert juga melepas hak paten dalam proses produksi vaksin tersebut, sehingga harga vaksin bisa lebih murah. Sarah dan sejumlah ilmuwan yang terlibat dalam pembuatan vaksin telah dianugrahi gelar kebangsawanan oleh Ratu Elizabeth II tahun ini. REUTERS
Viral Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Guru Besar FKUI Sebut Manfaatnya Jauh Lebih Tinggi

Pada 2021 lalu European Medicines Agency (EMA) telah mengungkap efek samping dari vaksinasi AstraZeneca.


Top 3 Dunia: India Tak Terima Tuduhan Xenofobia Biden Hingga Gencatan Senjata Gaza

1 hari lalu

Presiden AS Joe Biden besama mantan presiden AS Barack Obama meninggalkan Air Force One di Bandara Internasional John F Kennedy di New York, AS 28 Maret 2024. REUTERS
Top 3 Dunia: India Tak Terima Tuduhan Xenofobia Biden Hingga Gencatan Senjata Gaza

Berita Top 3 Dunia pada Sabtu 4 Mei 2024 diawali penolakan India soal tudingan xenofobia oleh Presiden AS Joe Biden


Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

2 hari lalu

PM Israel Benyamin Netanyahu dan istrinya, Sara. REUTERS
Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

Pejabat senior Hamas mengatakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berupaya menggagalkan kesepakatan gencatan senjata di Gaza.


WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

2 hari lalu

Warga Palestina menikmati pantai pada hari yang panas, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas, di Rafah, di selatan Jalur Gaza, 24 April 2024. REUTERS/Mohammed Salem
WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

WHO mengatakan tidak ada rencana darurat yang dapat mencegah "tambahan angka kematian" di Rafah jika Israel menjalankan operasi militernya di sana.


Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

3 hari lalu

Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) menjalani perawatan medis di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sultan Abdul Azis Syah Peureulak, Kabupaten Aceh Timur, Aceh, Rabu, 11 Maret 2020. Kementerian Kesehatan mencatat jumlah kasus DBD di Indonesia telah menelan 100 korban meninggal dari total 16.099 kasus dalam periode Januari sampai dengan awal Maret 2020. ANTARA/Syifa Yulinnas
Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

Kemenkes mendapat beberapa laporan yang menunjukkan perubahan gejala pada penderita DBD pascapandemi COVID-19. Apa saja?


Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

3 hari lalu

Seorang petugas kesehatan memegang botol berisi vaksin Oxford/AstraZeneca coronavirus disease (COVID-19) di Rumah Sakit Nasional di Abuja, Nigeria, 5 Maret 2021. [REUTERS/Afolabi Sotunde]
Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

Selain AstraZeneca, ini deretan vaksin Covid-19 yang pernah digunakan di Indonesia


Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

3 hari lalu

Pada acara vaksinasi booster ini tersedia dosis vaksin Astra Zeneca, Sinovac, dan Pfizer di Polsek Jagakarsa, Jakarta Selatan, Jumat 17 Juni 2022. Adanya virus omicron subvarian baru yaitu BA.4 dan BA.5 yang berpotensi membuat lonjakan kasus Covid-19. Tempo/Muhammad Syauqi Amrullah
Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

MUI sempat mengharamkan vaksin AstraZeneca. Namun dibolehkan jika situasi darurat.


Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

3 hari lalu

Mesin robot ekstraksi vaksin Covid-19 bernama AutoVacc, yang dirancang oleh Pusat Penelitian Teknik Biomedis Universitas Chulalongkorn untuk mengekstrak dosis ekstra dari botol vaksin AstraZeneca, terlihat di Bangkok, Thailand 23 Agustus 2021. Gambar diambil 23 Agustus 2021. REUTERS/Juarawee Kittisilpa
Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Sebanyak 453 juta dosis vaksin telah disuntikkan ke masyarakat Indonesia, dan 70 juta dosis di antaranya adalah vaksin AstraZeneca.