Main Kartu Demi Mencegah Stunting
Reporter
Tempo.co
Editor
Mitra Tarigan
Jumat, 1 Januari 2021 00:08 WIB
TEMPO.CO, Manggarai Barat - Bak peramal kartu tarot, Filnitris Arwiwin Ule menggelar 18 kartu di depan Maria Rume Lahat. Dia meminta Maria memilih satu kartu. Maria membuka kartu pilihannya, gambar alat suntik. "Apa gunan jarum suntik? (jarum suntik ini untuk apa?)," kata Filnitris kepada Maria pada akhir November 2020.
Begitu terus sampai Maria memilih kartu dengan gambar lain. Seperti bermain teka-teki, Filnitris selalu bertanya setiap kali Maria membuka kartu. Inilah cara Filtrinis berbagi pengetahuan tentang pencegahan stunting kepada masyarakat. Durasi permainan kartu ini tidak lama, tak sampai 15 menit karena para pesertanya bermain sambil mengendong anak, menyusui, masak, dan melakukan pekerjaan rumah lainnya.
Filnitris adalah bidan yang 1 tahun terakhir bertugas di Puskesmas Warsawe, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Siang itu untuk pertama kalinya ia membawa 18 kartu yang memiliki 6 gambar berbeda saat berkunjung ke rumah Maria, seorang ibu dengan 3 anak. Selain gambar jarum suntik, ada pula gambar sayur buah, ibu menyusui, tablet penambah darah, vitamin a dan obat cacing, serta terakhir gambar cuci tangan.
Walaupun gambar yang terbuka ada yang berulang, namun Filnitris dengan sabar meminta Maria menjawab makna semua kartu. Pengulangan gambar yang disajikan di kartu harapannya bisa membuat Maria lebih ingat soal pentingnya 6 langkah pencegahan stunting untuk buah hati.
Selain kartu itu, Filnitris juga membawa sebuah poster pintar yang bisa ditempel di dinding rumah Maria. 6 gambar dalam permainan kartu itu pun ada di poster pintar. Poster pintar sendiri berisi ukuran tinggi anak dari 0 hingga 2 tahun. Ada bagian ukuran tinggi anak yang disesuaikan dengan usianya. Selain bermain tebak-tebakan kartu, Maria diharapkan bisa mengukur tinggi anaknya yang masih berusia 1 tahun secara berkala.
Mengukur tinggi badan dan usia anak merupakan salah satu acuan menentukan apakah anak mengalami stunting alias gagal tumbuh. Masalah kesehatan stunting menjadi sorotan di Nusa Tenggara Timur. Maklum, jumlah penderita stunting di NTT mencapai 43,20 persen. Jauh lebih tinggi dibanding angka stunting nasional sebanyak 27,67 persen. Bahkan menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) angka stunting di atas 20 persen sudah tergolong kronis.
<!--more-->
Ada berbagai faktor tingginya angka stunting di daerah itu. Bupati Manggarai Barat Agutinus CH Dula mengakui ada beberapa faktor stunting yang terjadi di daerahnya. Seperti rendahnya asupan gizi, masalah lingkungan sosial soal praktik pemberian makanan bayi dan anak, akses terhadap pelayanan kesehatan untuk pencegahan dan pengobatan (kesehatan). "Serta faktor kesehatan lingkungan yang meliputi tersedianya sarana air bersih dan sanitasi," kata Agusta saat peresmian Stunting Center of Excellence (Stunting CoE) di Labuan Bajo, NTT pada akhir November 2020.
Permainan kartu dan poster pintar itu diperkenalkan oleh organisasi 1000 Days Fund, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang fokus dalam hal pencegahan stunting. Gambar pada kartu dan poster sudah mengalami revisi hingga 13 kali sejak diluncurkan 2 tahun lalu. Harapannya agar informasi soal stunting, semakin membumi bagi masyarakat NTT. Lead Strategist 1000 Days Fund Zack Petersen mengatakan permainan dengan kartu bisa diharapkan bisa membuat percakapan di antara petugas kesehatan atau kader dengan para ibu. "Bila ada percakapan dan tanya jawab itu, maka informasi soal stunting ini akan menempel di kepala. Permainan itu bisa jadi kegiatan yang menyenangkan bila dilakukan dengan seluruh keluarga," kata Zack berharap tidak hanya ibu, namun juga suami atau nenek di keluarga bisa lebih paham soal pencegahan stunting.
Alat peraga diharapkan bisa mempermudah para kader dan tenaga kesehatan dalam menyampaikan pesan pencegahan stunting. Zack yakin, sebenarnya para petugas kesehatan sudah sangat paham soal ilmu stunting. Namun yang perlu dilatih adalah cara penyampaian kepada masyarakat. Riset soal kampanye pencegahan stunting dengan poster pintar pernah dilakukan oleh World Bank pada 2019. Saat itu 1000 Days fund menyebarkan poster pintar ke 159 rumah di tiga pulau Provinsi NTT, Pulau Komodo, Pulau Messah, dan Pulau Rinca. Setelah sekitar enam bulan implementasi, 65 persen pengasuh anak (mayoritas ibu-ibu) mampu mendefinisikan stunting dan 48 persen mampu menjelaskan mengapa stunting penting. Jumlah itu meningkat dari awalnya hanya 4 persen ibu yang paham soal stunting. Para petugas kesehatan pun merasa dimudahkan dengan adanya alat peraga. Data riset Bank Dunia itu menyebutkan pada mulanya hanya 35 persen merasa percaya diri menjelaskan soal cara pencegahan stunting, angka ini berlipat dua kali menjadi 73 persen setelah 6 bulan.
Untuk mempermudah pelatihan para tenaga kesehatan dalam kampanye pencegahan stunting, ada Stunting Center of Excellence (Stunting CoE) yang baru diresmikan pada 23 November 2020 di Puskesmas Labuan Bajo. Stunting CoE akan menjadi pusat pelatihan tenaga kesehatan yang dilengkapi dengan alat peraga yang berbasis bukti ilmiah. Filnitris dan dua rekannya dari Puskesmas Warsawe sempat mengikuti pelatihan pencegahan stunting dengan permainan kartu dan poster itu. "Selama ini promosi kesehatan yang dilakukan hanya dengan bicara saja. Alat peraga menjadi inovasi baru," kata Aleksandri Satrio Jema, petugas promosi kesehatan Puskesmas Warsawe. Menurutnya sering sekali warga hanya menjawab 'iya' bila diberi imbauan pencegahan stunting padahal sebenarnya kurang paham.
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Doddy Izwardy mengatakan penyelesaian masalah stunting membutuhkan kerja sama antar pihak demi perubahan perilaku hingga tingkat rumah tangga. "Kerja sama antar sektoral ini, harus didorong," kata Doddy yang menyambut baik promosi kesehatan dengan alat peraga itu.
Doddy mengingatkan stunting harus jadi fokus utama. "Kalau tidak fokus, nanti 2030 Indonesia bisa alami lost generation sehingga menguras ekonomi. Makanya harus ada pendekatan hingga tingkat keluarga," kata Doddy.
Presiden Direktur Roche Indonesia Ait-Allah Mejri meyakini bahwa anak harus tumbuh dengan baik, karena itu adalah salah satu hak asasi manusia. "Perlu ada bukti kuat bahwa pelatihan tenaga kesehatan di Stuting CoE ini memberikan dampak yang besar sehingga bisa dicontoh di tempat lain," kata Mejri yang ikut mendukung pembangunan pusat pelatihan itu.
Permainan kartu dan poster pintar harapannya bisa jadi jembatan ilmu antara petugas kesehatan atau kader kesehatan dengan warga dengan cara yang menyenangkan. "Sehingga masyarakat bisa mengambil keputusan terbaik untuk anak-anak mereka," kata Zack.