Epidemiolog Minta Vaksin Nusantara Dihentikan, Ini Alasannya
Reporter
Bisnis.com
Editor
Yayuk Widiyarti
Sabtu, 20 Februari 2021 20:01 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Vaksin Nusantara diinisiasi oleh mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto, saat ini memulai tahap uji klinis kedua di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dokter Kariadi Semarang. Penelitian ini dilaksanakan di RS Kariadi Semarang bekerja sama dengan RSPAD Gatot Subroto dan Balitbangkes Kementerian Kesehatan.
Epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono, meminta pemerintah menghentikan Vaksin Nusantara karena metode yang digunakan tidak teruji dan tidak ada izin dari Komite Etik.
Pandu mengatakan Vaksin Nusantara yang mengandung vaksin dendritik sebelumnya banyak digunakan untuk terapi pada pasien kanker yang merupakan terapi yang bersifat individual. Pada imunoterapi kanker bukan karena setiap orang diberi jumlah sel dendritik tetapi karena sel dendritiknya bisa mendapat perlakuan yang berbeda, dalam hal ini yang disesuaikan adalah perlakuan terhadap sel dendritik tersebut.
"Jadi pada imunoterapi kanker sel dendritik tetap diberi antigen, tetapi antigennya bisa dari tumornya dia sendiri. Karena itu sifatnya personal," katanya.
Baca juga: Pertanyaan Seputar Vaksin Covid-19 dan Jawaban buat yang Masih Ragu
Pandu memberikan dua catatan. Pertama, terdapat perbedaan sel dendritik pada terapi kanker dengan vaksin dendritik, di mana untuk terapi kanker sel dendritik tidak ditambahkan apa-apa, hanya diisolasi dari darah pasien untuk kemudian disuntikkan kembali kepada pasien tersebut. Sementara pada vaksin, sel dendritik ditambahkan antigen virus.
Kedua, sel dendritik perlu pelayanan medis khusus karena membutuhkan peralatan canggih, ruang steril, dan inkubator CO2, dan adanya potensi risiko. Dengan demikian, sangat besar risiko, antara lain sterilitas, pirogen, atau ikutnya mikroba yang menyebabkan infeksi dan tidak terstandar potensi vaksin karena pembuatan individual.
"Jadi, sebenarnya sel dendritik untuk terapi bersifat individual, dikembangkan untuk terapi kanker sehingga tidak layak untuk vaksinasi massal," katanya.
Oleh karena itu, Pandu meminta Menteri Kesehatan Budi G. Sadikin untuk menghentikan Vaksin Nusantara demi kepentingan kesehatan masyarakat Indonesia.
"Itu menggunakan anggaran pemerintah atas kuasa pak Terawan sewaktu menjabat Menkes," tambahnya.
Ahli biomolekuler dan vaksinolog Ines Atmosukarto mengatakan Vaksin Nusantara datanya diduga belum terlihat. Data uji klinis I belum terlihat dan belum diperbarui ke data uji klinis global.
"Seharusnya tercatat semua di situ, terakhir saya cek belum ada update hasil uji klinisnya. Apakah vaksin tersebut aman, datanya belum aman," kata Ines.
Menurut Ines, ada prosedur yang harus dilewati Vaksin Nusantara, yakni mendapat izin dari Komite Etik pada setiap protokol uji klinis. "Yang perlu dicari Komisi Etik mana yang mengizinkan ini, apakah mereka sudah mendapatkan data yang lengkap," jelasnya.