Pantau Kondisi Anak setelah Vaksinasi Covid-19 untuk Cek Gejala
Reporter
Antara
Editor
Yayuk Widiyarti
Selasa, 4 Januari 2022 21:45 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI), Hindra Irawan Satari, mengatakan orang tua perlu memantau kondisi perkembangan anak 1-2 hari setelah vaksinasi COVID-19 untuk mengetahui terjadinya KIPI lebih lanjut.
"KIPI adalah reaksi alamiah karena suatu benda asing dimasukkan ke dalam tubuh untuk merangsang imun. Jadi, tubuh dengan reaksi di tempat suntikan terdapat demam, pusing, pegal, namun itu berlangsung hanya satu sampai dua hari," kata Hindra dalam siaran langsung IDAI bertajuk “Vaksin COVID-19 pada Anak”, Selasa, 4 Januari 2022.
Hindra menuturkan pada dasarnya anak tidak akan bisa menyembunyikan ekspresi ketika kesakitan. Apabila merasakan KIPI seperti demam, nyeri, atau lemas, mereka cenderung akan menunjukkannya, sama halnya dengan anak yang sehat dan aktif.
Saat akan dan sesudah vaksinasi COVID-19, orang tua dianjurkan tidak memberikan obat-obatan seperti penurun demam atau pereda rasa nyeri terlebih dulu kepada anak. Hal itu perlu dilakukan untuk memantau kondisi apakah benar anak membutuhkan obat itu atau tidak. Menurutnya, pemberian obat tidak diperlukan bila anak tak menunjukkan gejala-gejala yang berbahaya.
Namun, pada anak yang mengeluhkan suatu gejala, diharapkan orang tua tidak menunda dan segera membawa anak ke fasilitas terdekat untuk mendapatkan diagnosa tepat dari dokter akibat adanya gejala yang ditimbulkan.
"Saya selalu menganjurkan apapun gejalanya, lapor berobat untuk diyakinkan bahwa bukan dari vaksin dan diberi obat. Kalau perlu karena dalam satu dua hari akan sembuh dan tidak akan berakibat fatal, kalau ada (KIPI) cepat berubahnya, cepat berobat ke dokter atau fasilitas kesehatan setempat. Jadi, jangan menunda atau berobat ke alternatif dulu, kita pantau dulu saja anak-anak kita," ujar Hindra.
Dia meminta pada semua orang untuk tetap menyediakan obat-obat yang diperlukan di dalam kotak obat yang jauh dari sinar matahari agar dapat digunakan sewaktu-waktu jika diperlukan. Hindra juga menjelaskan KIPI wajar terjadi dan proporsinya bersifat rendah karena KIPI tak terjadi pada semua orang dari berbagai kalangan usia namun justru diperlukan sebagai pencegahan dari berbagai virus melalui pembentukan antibodi.
Menanggapi keraguan orang tua dalam vaksinasi anak, Hindra mengatakan Indonesia telah berhasil memberikan suntikan sebanyak 250 juta dosis dan terbukti menjadi contoh bagi dunia. Dari banyaknya jumlah itu, terbukti vaksin aman dan dapat melindungi.
Selain jumlah vaksin, kondisi pandemi yang baik dan dapat dicapai dari kerja keras semua pihak ini juga terjadi karena hampir separuh penduduk Indonesia sudah vaksinasi sehingga terjamin khasiatnya.
Hindra menekankan alasan vaksin COVID-19 diberikan secara bertahap di Indonesia sesuai dengan jenjang usia tergantung pada beban penyakit. Oleh sebab itu, izin edar tak bisa sembarang diberikan karena harus dilakukan penelitian secara bertahap hingga bisa diberikan pada anak usia 6-11 tahun.
Ia berharap semua orang tua dapat lebih cermat memantau perkembangan anak segera memberikan anak vaksin COVID-19 dan tetap menjalankan protokol kesehatan supaya dapat bersama memutus mata rantai COVID-19 dan melindungi anak dari penyebaran berbagai varian yang ada.
"Vaksin yang diedarkan di Indonesia persyaratannya sangat ketat dan yang mempunyai otoritas adalah BPOM. Jadi, dikaji keamanan vaksin tersebut sama daya lindungnya. Setelah diyakini aman baru dikeluarkan izin, dikeluarkan sesuai jenjang usia dewasa, lansia, kemudian kakak-kakak, baru adiknya," katanya.
Baca juga: Temuan Komnas KIPI Soal 2 Anak Meninggal Seusai Vaksinasi Covid-19