Diperingati Setiap 6 Februari, Begini Asal Usul Hari Anti Sunat Perempuan

Senin, 6 Februari 2023 12:02 WIB

Bocah perempuan menjalani prosesi injak tanah atau landa huta dalam Karia Henauka Wowine di festival Barata Kahedupa di Pulau Kaledupa, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, 17 September 2017. Karia Henauka Wowine dilakukan setelah anak perempuan dalam keluarga disunat atau dipingit untuk perempuan yang telah dianggap dewasa. ANTARA/Rosa Panggabean

TEMPO.CO, Jakarta - Hari Internasional Tanpa Toleransi Mutilasi Alat Kelamin Perempuan (International Day Zero of Tolerance for Female Genital Mutilation) diperingati setiap tanggal 6 Februari. Peringatan ini ditengarai bahwa Female Genital Mutilation (FGM) atau sunat perempuan merupakan praktik yang melibatkan penghilangan sebagian alat kelamin perempuan tanpa indikasi medis. Banyak negara dunia, seperti kawasan Timur Tengah, Afrika masih melanggengkan praktik ini. Di Indonesia, praktik ini masih dilakukan bahkan hingga beberapa tahun lalu.

Data dari UNICEF tahun 2016 mencatat lebih dari 200 juta perempuan dan anak-anak di seluruh dunia menjadi korban sunat perempuan. Sementara itu, Indonesia berada di peringkat ketiga negara dengan angka sunat perempuan tertinggi di dunia setelah Mesir dan Etiopia. Lebih lanjut lagi, WHO menyebutkan setiap tahun diperkirakan 3 juta anak perempuan berisiko mengalami sunat yang dilakukan sebelum berusia 15 tahun.

Baca: Sunat perempuan, praktik yang masih sering terjadi: "Saya Menjerit Kesakitan"

Laman resmi WHO juga menjelaskan bahwa praktik ini dianggap sebagai pelanggaran hak asasi anak perempuan dan perempuan serta sebagai bentuk dari diskriminasi gender. Hal ini sebab sunat perempuan dilakukan pada perempuan tanpa persetujuan. Sunat perempuan juga melanggar hak seseorang atas kesehatan, keamanan dan integritas fisik, hak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat, dan hak untuk hidup ketika prosedur tersebut mengakibatkan kematian. Komunitas global menetapkan target untuk meninggalkan praktik sunat perempuan pada tahun 2030.

Melansir laman Kementrian Kesehatan, sunat perempuan adalah prosedur atau tindakan pengangkatan sebagian atau seluruh bagian dari organ genital perempuan atau tindakan melukai lainnya terhadap organ genital perempuan baik untuk alasan budaya, agama, atau alasan lainnya tanpa indikasi medis. Kementrian Kesehatan sepakat menolak sunat perempuan. Oleh karena itu, Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 1636 Tahun 2010 tentang Sunat Perempuan dicabut pada 6 Februari 2014. Salah satu pertimbangannya adalah bahwa sunat perempuan lebih didasari oleh pertimbangan adat dan agama, bukan merupakan tindakan medis.

Advertising
Advertising

Asal Usul Sunat Perempuan

Menurut laman publikasi Universitas Islam Negeri Banten, belum ada sejarah pasti soal asal usul praktek sunat perempuan. Praktik itu meluas di Mesir kuno sehingga diperkiran pertama kali dilakukan di negeri Mesir. Penelitian bertajuk Tradisi Sunat Perempuan di Banten dan Implikasinya Terhadap Gender, Seksualitas dan Kesehatan Reproduksi itu juga menjelaskan bahwa praktik ini diperkirakan terkenal pada masa pra-Islam di daerah Mesir, Arabia dan daerah tepi laut merah.

Sedangkan di Indonesia, kemungkinan praktik sunat dilakukan jauh sebelum masjid, gereja, dan kerajaan Jawa ada. Tidak ada dokumentasi bagaimana praktek sunat dilakukan di masa lampau sehingga asal usulnya sulit untuk diketahui. Namun sunat dianggap sebagai praktik animisme-dinamisme yang diindikasi adanya mitologi Jawa. Penyunatan pada perempuan menggambarkan sebagai ritual yang menyimbolkan pembebasan diri dari Betara Kala, dewa pemuja manusia.

NOVITA ANDRIAN

Baca: Penyesalan Seorang Ayah di Jawa Barat yang Mengkhitankan Putrinya

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram http://tempo.co/. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

WHO: Hampir 10 Persen Makanan di Indonesia Tinggi Lemak Trans

7 jam lalu

WHO: Hampir 10 Persen Makanan di Indonesia Tinggi Lemak Trans

Ada banyak dampak buruk konsumsi lemak trans dalam kadar yang berlebih. Salah satu dampak buruknya adalah tingginya penyakit kardiovaskular.

Baca Selengkapnya

Top 3 Dunia: India Tak Terima Tuduhan Xenofobia Biden Hingga Gencatan Senjata Gaza

2 hari lalu

Top 3 Dunia: India Tak Terima Tuduhan Xenofobia Biden Hingga Gencatan Senjata Gaza

Berita Top 3 Dunia pada Sabtu 4 Mei 2024 diawali penolakan India soal tudingan xenofobia oleh Presiden AS Joe Biden

Baca Selengkapnya

Suhu Panas di Thailand, Petani Pakai Boneka Doraemon untuk Berdoa agar Turun Hujan

2 hari lalu

Suhu Panas di Thailand, Petani Pakai Boneka Doraemon untuk Berdoa agar Turun Hujan

Sejumlah negara Asia Tenggara, termasuk Thailand, mengalami panas ekstrem beberapa pekan ini. Suhu 40 derajat Celcius terasa 52 derajat Celcius.

Baca Selengkapnya

Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

2 hari lalu

Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

Pejabat senior Hamas mengatakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berupaya menggagalkan kesepakatan gencatan senjata di Gaza.

Baca Selengkapnya

WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

3 hari lalu

WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

WHO mengatakan tidak ada rencana darurat yang dapat mencegah "tambahan angka kematian" di Rafah jika Israel menjalankan operasi militernya di sana.

Baca Selengkapnya

Tema World Water Forum ke-10 Sejalan dengan Target UNICEF, Kelangkaan Air jadi Isu Krusial

3 hari lalu

Tema World Water Forum ke-10 Sejalan dengan Target UNICEF, Kelangkaan Air jadi Isu Krusial

Tema World Water Forum ke-10 di Bali berkaitan dengan sejumlah tujuan UNICEF. Salah satunya soal akses air bersih untuk anak-anak di daerah.

Baca Selengkapnya

Kemenkes, UNDP dan WHO Luncurkan Green Climate Fund untuk Bangun Sistem Kesehatan Menghadapi Perubahan Iklim

4 hari lalu

Kemenkes, UNDP dan WHO Luncurkan Green Climate Fund untuk Bangun Sistem Kesehatan Menghadapi Perubahan Iklim

Inisiatif ini akan membantu sistem kesehatan Indonesia untuk menjadi lebih tangguh terhadap dampak perubahan iklim.

Baca Selengkapnya

Kemenkes, UNDP dan WHO Perkuat Layanan Kesehatan Hadapi Perubahan Iklim

7 hari lalu

Kemenkes, UNDP dan WHO Perkuat Layanan Kesehatan Hadapi Perubahan Iklim

Kemenkes, UNDP dan WHO kolaborasi proyek perkuat layanan kesehatan yang siap hadapi perubahan iklim.

Baca Selengkapnya

Tikus Sering Menjadi Hewan Percobaan, Ternyata Ini Alasannya

10 hari lalu

Tikus Sering Menjadi Hewan Percobaan, Ternyata Ini Alasannya

Biasanya, ketika melakukan penelitian dalam dunia medis, peneliti kerap menggunakan tikus. Lantas, mengapa tikus kerap menjadi hewan percobaan?

Baca Selengkapnya

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

10 hari lalu

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

Langkah ini untuk menghindari kebingungan penularan wabah yang terjadi di awal pandemi COVID-19, yang menyebabkan korban jiwa yang cukup signifikan.

Baca Selengkapnya