Sejarah Jamuan Minum Teh di Inggris yang Perlu Diketahui
Reporter
Ananda Ridho Sulistya
Editor
Nurhadi
Jumat, 1 November 2024 06:08 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto akan melakukan kunjungan kerja ke luar negeri pada 8–24 November 2024. Prabowo salah satunya dijadwalkan melawat ke Inggris untuk bertemu Perdana Menteri Inggris dan Wali Kota London. Ia juga dikabarkan akan dijamu Raja Charles dengan acara minum teh di Istana Buckingham, London.
Sejarah Jamuan Minum Teh di Inggris
Jamuan minum teh di Inggris tak lepas dari budaya minum teh di Inggris yang mulai populer pada abad ke-17. Budaya itu diperkenalkan oleh Catherine of Braganza, istri Raja Charles II. Catherine, yang berasal dari Portugal, membawa kebiasaan minum teh ke Inggris sebagai bagian dari budaya negaranya. Awalnya, teh hanya dinikmati oleh kalangan istana dan dianggap sebagai minuman mewah.
Seiring berjalannya waktu, kebiasaan minum teh semakin meluas. Pada abad ke-19, seorang bangsawan bernama Anna, Duchess of Bedford, merasa lapar di antara waktu makan siang dan makan malam. Untuk mengatasi rasa laparnya, ia kemudian meminta teh dan kue-kue ringan untuk disajikan di sore hari. Kebiasaan inilah yang kemudian dikenal sebagai "afternoon tea".
Afternoon tea pun menjadi tren di kalangan masyarakat kelas atas. Mereka berkumpul di ruang tamu sambil menikmati teh, kue, dan sandwich. Acara ini tidak hanya sekadar untuk mengisi perut, tetapi juga menjadi ajang bersosialisasi dan mempererat hubungan.
Jeda untuk minum teh ini menjadi acara sosial yang populer. Pada 1880-an, wanita dari kalangan atas dan kelas sosial akan berganti pakaian menjadi gaun panjang, mengenakan sarung tangan, dan topi untuk menikmati teh sore mereka, yang biasanya disajikan di ruang tamu antara pukul empat dan lima sore.
Ada anggapan bahwa minum teh di era Victoria bisa dianggap sebagai tindakan feminis yang radikal. Sementara kopi lebih identik dengan dunia luar yang maskulin di London abad ke-19, teh menjadi urusan yang lebih feminin di ruang-ruang dalam. Teh sore memberi kesempatan bagi perempuan untuk menerima tamu campuran di rumah tanpa kehadiran suami, sehingga memberikan kebebasan, baik secara sosial maupun praktis.
Kebebasan ini juga tercermin dalam gaun yang mereka kenakan, yang dirancang khusus untuk dipakai di dalam ruangan, dalam suasana intim bersama teman dan keluarga, jauh dari pandangan publik. Gaun-gaun ini menggunakan sedikit penyangga pada bentuknya dan dibuat dari kain ringan yang mengalir.
Bebas dari beberapa aspek korset era Victoria yang bersifat formal dan menekan, teh sore menjadi ruang bagi perempuan untuk menjadi pusat perhatian, berbagi ide, pendapat, serta sedikit gosip yang menyegarkan.
Perkembangan industri dan perdagangan membuat harga teh semakin terjangkau. Hal ini memungkinkan masyarakat dari berbagai kalangan untuk menikmati minuman ini. Kedai teh mulai bermunculan di berbagai sudut kota, menawarkan berbagai jenis teh dan kudapan. Minum teh pun menjadi kebiasaan sehari-hari bagi masyarakat Inggris.
Hingga kini tradisi afternoon tea masih terus hidup dan berkembang. Banyak hotel dan restoran mewah yang menawarkan pengalaman afternoon tea yang unik dengan berbagai pilihan teh, kue, dan hidangan. Bahkan, ada juga afternoon tea dengan tema tertentu, seperti afternoon tea Victorian atau afternoon tea dengan sentuhan modern.
PUTRI SAFIRA PITALOKA | BRITISH MUSEUM | HISTORIC-UK
Pilihan Editor: Menikmati Afternoon Tea dan Belajar Bikin Jamu di Tengah Kebun Sayur