Facebook Bikin Otak Lapuk

Reporter

Editor

Kamis, 4 Maret 2010 08:20 WIB

TEMPO/Arif Wibowo
TEMPO Interaktif, Tidak ada yang tahu bagaimana Farhan, 10 tahun, bisa memiliki akun di Facebook, bahkan kakaknya sendiri. Di jejaring sosial itu, selain memiliki ratusan teman, dia punya hewan peliharaan alias pet society.

Menurut kakaknya, Rena, Farhan sampai menyempatkan diri ke warung Internet dulu untuk membuka Facebook sebelum berangkat ke sekolah. Di rumah, jika Rena sedang menggunakan komputer jinjing (laptop), adiknya itu juga suka ikutan untuk sekadar chatting dengan teman sekolahnya.

Anak kelas IV Sekolah Dasar Sukatani, Cimanggis, Depok, ini bakal ngambek seharian jika dilarang. Sekarang orang tua Farhan sudah membatasi dia bermain Facebook, cukup 1 jam selama satu hari. Itu dilakukan sebelum tidur jika sudah belajar.

Jejaring sosial Facebook memang sudah sedikit basi bagi beberapa kalangan. Meski begitu, memelihara hewan di dunia maya atau chatting dengan teman masih sangat mengasyikkan bagi anak-anak ketimbang membaca buku, apalagi bermain layangan.

Sejumlah penelitian yang disampaikan Novian Triwidia Jaya, konsultan parenting dan life coaching dari Dynamic Brain, menunjukkan adanya dampak buruk Facebook terhadap anak, meski tidak spesifik langsung.

Novian mengatakan kemampuan spasial anak di bawah 10 tahun akan menurun jika mereka di depan komputer lebih dari 2 jam. "Kemampuan spasial itu adalah kemampuan si anak untuk berimajinasi atau membayangkan sesuatu," ujar Novian saat ditemui di Tea Addict Lounge, Jakarta Selatan, beberapa waktu yang lalu.

Di Facebook atau jejaring sosial lainnya, macam Friendster, kata dia, semua sudah ada di situ, mulai bentuk emosi hingga gerakan-gerakan. Sehingga si anak tidak lagi sering berimajinasi, yang mengakibatkan kemampuannya tidak terasah. Mereka, menurut Novian, nantinya sulit memecahkan masalah logika.

Lebih buruk lagi, Facebook akan membuat kecerdasan sosialisasi anak menjadi rendah karena terbiasa berkomunikasi satu arah. Mereka cuma terbiasa chatting atau mengirim e-mail. Padahal, menurut Novian, antara keyboard dan verbal sangat berbeda. "Di masa dewasanya, mereka jadi takut berbicara di depan umum, meski piawai dalam mengetik," tutur lulusan lembaga khusus analisis perilaku DISCovery Amerika ini.

Belum lagi Facebook memiliki aplikasi game yang bisa membuat si anak jadi tambah adiksi. Untuk itu bahkan Novianto mengatakan si anak butuh obat untuk meredakan adiksinya itu.

Biasanya, awal-awal mereka bermain selama 1 jam, besoknya menjadi 2 jam dan terus bertambah. "Tidak pernah ada limit untuk kepuasan game. Karena game untuk sampai tamat itu bertingkat-tingkat," tuturnya.

Memang ada penelitian yang mengatakan anak menjadi pintar membuat strategi jika main game. Tapi penelitian lain menyebutkan, si anak akan terlatih untuk egoistis. Dia bebas mengulang permainan jika jagoannya kalah. "Sehingga dia tidak terbiasa untuk kalah," ujar penulis buku Super Mom ini.

Saran Novian, anak boleh mengakses Facebook, tapi ada limitasi dari orang tua. Orang tua mengatur anak dengan teladan dan mengajak mereka berkomitmen. Misalnya orang tua membatasi bermain Facebook cukup 2 jam pada Sabtu dan Minggu saja.

Lakukan diskusi saat anak sedang merasa senang. Yang pasti, orang tua harus melek teknologi. Jangan menganggap si anak hebat karena bisa bermain komputer, tanpa tahu mereka membuka situs apa. Selain itu, usahakan pendaftaran akun jejaring sosial memakai e-mail orang tua, sehingga segala sesuatu yang masuk bisa dilihat.

Jika dalam perjalanan si anak masih bandel juga, orang tua memiliki hak prerogatif untuk menyimpan modem atau alat lainnya. Orang tua juga berhak mengatur uang saku si anak agar dia tidak kabur ke warnet. Novian sendiri menganjurkan agar telepon seluler diberikan kepada anak pada usia 16 tahun ke atas.

HERU TRIYONO


Dampak Buruk
1. Anak jadi antisosial. Anak yang seharusnya belajar sosialisasi dengan lingkungan justru berkomunikasi di dunia maya. Kemampuan verbalnya menjadi menurun.
2. Dari beberapa literatur, kecanduan jejaring sosial juga berdampak pada kesehatan fisik. Sebab, terlalu banyak melotot di depan monitor tanpa pernah berolahraga bisa berisiko bagi kesehatan. Si anak akan mudah menderita obesitas atau kegemukan, kemudian mudah terkena penyakit pencernaan karena lupa makan dan gangguan pada mata.
3. Memotong waktu belajar. Membaca buku dirasakan anak tidak semenarik bermain Facebook, meski belum ada penelitian bahwa jejaring sosial ini menyebabkan nilai rapor si anak jadi buruk.
4. Tidak ada komunikasi dalam keluarga. Si anak lebih mementingkan temannya di dunia maya. Keluarga dinomorduakan.
5. Anak kecanduan pornografi. Di Facebook, si anak tak kesulitan menemukan grup dengan content seks dan hal yang berbau porno.

HERU TRIYONO/BERBAGAI SUMBER

Berita terkait

Tanggapan Korban atas Vonis 15 Tahun Kiai Gadungan Pemerkosa Santri

17 hari lalu

Tanggapan Korban atas Vonis 15 Tahun Kiai Gadungan Pemerkosa Santri

Terdakwa melalui kuasa hukumnya telah memutuskan untuk mengajukan banding atas vonis hakim. Akui pemerkosaan terhadap tiga santri dan jamaah.

Baca Selengkapnya

Menteri PPPA Apresiasi Program Binaan Pertamina di Sulsel

38 hari lalu

Menteri PPPA Apresiasi Program Binaan Pertamina di Sulsel

Kunjungan kerja Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Republik Indonesia ke Provinsi Sulawesi Selatan menjadi momentum penting dalam mengapresiasi peran Pertamina dalam mendukung pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.

Baca Selengkapnya

Marak Kekerasan Anak di Sekolah, KPAI Dorong Percepatan Pembentukan Satgas Daerah dan Tim PPKSP

54 hari lalu

Marak Kekerasan Anak di Sekolah, KPAI Dorong Percepatan Pembentukan Satgas Daerah dan Tim PPKSP

KPAI meminta segera dibentuk Satgas Daerah dan Tim Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP).

Baca Selengkapnya

Viral Video Bullying di Balikpapan: Pelajar SMP Dijambak dan Ditinju, Kasus Ditangani Polisi

3 Maret 2024

Viral Video Bullying di Balikpapan: Pelajar SMP Dijambak dan Ditinju, Kasus Ditangani Polisi

Dunia pendidikan Indonesia kembali tercoreng dengan kasus perundungan (bullying) siswa oleh rekan-rekannya

Baca Selengkapnya

Sudah Tetapkan Tersangka, Polisi Ungkap Motif Bullying di Binus School Serpong

1 Maret 2024

Sudah Tetapkan Tersangka, Polisi Ungkap Motif Bullying di Binus School Serpong

Polres Tangerang Selatan mengungkap motif di balik bullying atau perundungan di Binus School Serpong.

Baca Selengkapnya

Satu Tersangka Bullying di Binus School Serpong sudah Bukan Pelajar

1 Maret 2024

Satu Tersangka Bullying di Binus School Serpong sudah Bukan Pelajar

Polisi menetapkan 4 tersangka dan 8 Anak Berhadapan Hukum dalam kasus bullying di Binus School Serpong

Baca Selengkapnya

KPAI Minta Kasus Perundungan di Binus School Harus Dilakukan Secara Cepat

21 Februari 2024

KPAI Minta Kasus Perundungan di Binus School Harus Dilakukan Secara Cepat

Komisioner KPAI Diyah Puspitarini menyatakan akan mengawal secara transparan kasus perundungan geng Binus School ini.

Baca Selengkapnya

FSGI Imbau Masyarakat Jangan Sebar Video Perundungan Siswa Binus Serpong

20 Februari 2024

FSGI Imbau Masyarakat Jangan Sebar Video Perundungan Siswa Binus Serpong

FSGI mengimbau agar video perundungan itu tidak lagi disebarluaskan karena berpotensi ditiru oleh peserta didik lain.

Baca Selengkapnya

Korban Perundungan SMA Binus Serpong Bertemu KPAI dan PPA Tangsel, Menghindari Awak Media

20 Februari 2024

Korban Perundungan SMA Binus Serpong Bertemu KPAI dan PPA Tangsel, Menghindari Awak Media

Dalam pertemuan itu, KPAI memastikan korban bullying geng Binus School Serpong sudah mendapatkan pendampingan psikologis.

Baca Selengkapnya

Save the Children Minta 3 Kandidat Tak Lupakan Isu Kesejahteraan Anak di Debat Capres Besok

3 Februari 2024

Save the Children Minta 3 Kandidat Tak Lupakan Isu Kesejahteraan Anak di Debat Capres Besok

Tiga calon presiden yaitu Anies Baswedan, Prabowo, dan Ganjar Pranowo diminta tak melupakan isu kesejahteraan anak di debat capres terakhir besok.

Baca Selengkapnya