TEMPO.CO, Jakarta - Dalam pergelaran di Jakarta Fashion Week, Barli Asmara tampil dengan ciri khasnya, warna-warni dan kaya akan detail. Pada rancangannya kali ini, dia terinspirasi oleh busana tradisional Dayak. Setiap model mengenakan ikat kepala khas suku pedalaman Kalimantan tersebut. Namun, Barli membawa garis rancangannya dengan lebih modern. Kain bordir, berbulu, dan berjuntai terlihat dalam koleksinya.
Barli juga menekankan detail pada bagian leher dan dada. Dari kejauhan detail itu mirip aksesori kalung suku Dayak. Namun sebenarnya, bagian ini menyatu dengan baju. Motif pun menjadi detail terpenting dalam koleksi musim mentari Barli. Beberapa bahan dia buat berlubang-lubang mengikuti pola sulir khas Dayak.
Koleksi Deden Siswanto juga mendapat pengaruh tradisi lokal, yaitu wayang kulit. Beberapa rancangannya memang terlihat sangat kolosal. Ada gaun yang dibuatnya longgar dengan bahan bertumpuk-tumpuk. Dari leher hingga kaki ia buat tertutup. Sepatu yang ia pilih sangat tinggi, dengan rambut sang model disasak menjulang juga. Sekilas, rancangan ini serupa pakaian ratu jahat dalam kartun Disney, Putri Salju.
Pria kelahiran 29 Agustus 1968 ini juga membuat baju yang sedikit lebih sederhana. Gaun di atas lutut dengan potongan asimetris ia padu dengan kain batik dan organdi polos. Mayoritas warna yang ia pakai adalah cokelat, abu-abu, emas, dan hijau muda. Untuk pakaian pria, ia membuat garis rancangan seperti pengawal keraton, tapi dengan bagian dada sedikit terbuka.
Lain lagi halnya dengan desainer Oscar Lawalata. Dia terinspirasi oleh gaya busana era 1920-an yang minim dan longgar. Empat hari sebelumnya, dia tampil dengan label Mongoloid yang lebih modern dan bergaya art deco. Pujian pun datang kepadanya karena dia bisa memadukan rancangan yang sederhana, tapi tetap ada elemen konstruksi pola. Hasilnya, memang seperti gaya adibusana di kota mode Paris. Meskipun rancangannya didominasi warna hitam dan putih, Oscar masih bisa menampilkan busana yang feminin.
Pada Jumat malam, Oscar tampil dengan label Oscar Lawalata Couture. Inspirasi 1920-an memang sangat terasa karena pemilihan model terusan di atas lutut dan ada beberapa yang menampilkan punggung terbuka. Warna yang ia pakai kali ini lebih ceria, seperti biru, oranye, dan merah. Dengan tema My Name is 20s, dia seperti memberi alternatif untuk baju yang menonjolkan kemudaan.
Ada baju dengan bahan benang-benang satin menjuntai. Namun, pola benang tersebut tidak monoton. Ada yang ia buat mengikuti bentuk kerah V yang lebar. Ada pula meliuk dan diagonal. Detail ini memang membentuk siluet yang bagus untuk para model. Setiap juntaian mengikuti derap kaki mereka.
JAKARTAFASHIONWEEK.CO.ID | SORTA TOBING
Berita Terkait:
Deodoran Bisa Dikunyah, Samarkan Bau Badan
Fimelafest 2012, Festival Cantik untuk Perempuan
Cantik tanpa Menyakiti Binatang
Wanita Cantik Cenderung Egois?
2013, Rambut Pendek Akan Menjadi Tren