Soal Kontrasepsi, Indonesia Masih Ketinggalan
Editor
Evieta Fadjar Pusporini
Sabtu, 6 Juli 2013 14:33 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia sebaiknya mencontoh negara-negara maju dalam menekan pertumbuhan penduduk. Negara-negara tersebut memiliki riset memadai dalam kampanye pemakaian alat kontrasepsi.
Menurut pakar kependudukan, Sugiri Syarief, alat kontrasepsi menjadi salah satu faktor utama mengontrol angka kelahiran, “Sepantasnya Indonesia meniru kesuksesan dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Australia,” ungkapnya.
Rata rata penduduk negara tersebut menggunakan alat kontrasepsi metodologi jangka panjang seperti, perangkat intrauterin (IUD) dan implant.
Mengacu data National Survey of Family Growth dirilis beberapa waktu lalu, para peneliti menemukan, sekitar 60% wanita Amerika Serikat (AS) menggunakan metode kontrasepsi efektif.
Selain itu, dalam studi baru bertajuk “Effectiveness of Long-Acting Reversible Contraception” oleh Winner et al. di New England Journal of Medicine menyebutkan, sekitar 50% kehamilan tidak diinginkan di Amerika Serikat akibat pemilihan kontrasepsi yang tidak konsisten dan tidak tepat.
Para peneliti mencatat, penggunaan kontrasepsi jangka panjang reversibel (Long-Acting Reversible Contraception/LARC), seperti spiral atau susuk jauh lebih umum di negara-negara maju selain Amerika Serikat.
Secara keseluruhan, peserta yang menggunakan pil, koyo atau cincin memiliki risiko kegagalan kontrasepsi 20 kali lebih tinggi, dibandingkan mereka yang menggunakan kontrasepsi jangka panjang.
Ini lebih baik dibandingkan Indonesia yang masih mengandalkan kontrasepsi sederhana, seperti pil, kondom, dan suntik. Akibatnya, dalam 10 tahun terakhir, total fertility rate (TFR) masih stagnan sebesar 2,6 atau pasangan suami-istri di Indonesia rata-rata memiliki hampir tiga anak.
Sugiri menyatakan, untuk memaksimalkan penggunaan alat kontrasepsi, Indonesia harus mempunyai lembaga riset yang kuat."Kalau tidak, akan tertinggal karena selalu membeli hasil riset yang dihasilkan oleh negara maju,“ ungkapnya.
EVIETA FADJAR