TEMPO.CO, Jakarta – Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Indonesia kini sudah dapat mengkonsumsi obat antiretroviral (ARV) berjenis efavirenz buatan perusahaan dalam negeri, yakni PT Kimia Farma.
“Kami mendapat laporan monitoring ARV kemarin yang mengatakan jika ARV jenis efavirenz produksi PT Kimia Farma sudah ada di RS Fatmawati,” kata aktivis Indonesia AIDS Coalition, Irwandy Widjaja, dalam siaran pers yang diterima Tempo, Selasa, 19 Agustus 2014.
Tidak hanya diedarkan di RS Fatmawati, ARV efavirenz itu juga sudah mulai didistribusikan ke rumah sakit lain. Meskipun harganya masih tiga-empat kali lipat lebih tinggi daripada obat ARV impor, keberadaan produk lokal tersebut tetap disambut gembira.
“Kita bisa memutus mata rantai ketergantungan obat ARV dari luar negeri. Dan persoalan seperti ARV tertahan di Bea-Cukai bisa kita hindari ke depannya,” kata Irwandy.
Efavirenz adalah obat ARV jenis keempat yang bisa diproduksi oleh Kimia Farma. Sebelumnya, perusahaan farmasi ini memproduksi lamivudine, zidovudine, dan nevirapine. Obat bagi ODHA lain dan obat ARV golongan lini 2 masih diimpor.
Selama ini, mayoritas obat ARV yang dibutuhkan ODHA di Indonesia adalah berasal dari India. Pembelian obat impor ini kerap mengalami keterlambatan, sehingga lambat pula didistribusikan ke rumah sakit-rumah sakit.
Berkat ARV, epidemi AIDS di Indonesia pelan-pelan mulai bisa dikendalikan dalam konteks berkurangnya tingkat kesakitan dan kematian akibat HIV dan AIDS. Sejak 2006, pemerintah berkomitmen memberikan pengobatan ARV secara gratis kepada siapa saja ODHA yang membutuhkan.
Saat ini, angka kesakitan dan kematian akibat HIV dan AIDS terus menurun jika dilihat dari tahun 2006 sejak pemerintah mulai memberlakukan program pemberian obat ARV secara gratis. Jika pada 2006 angka kematian pada ODHA mencapai 11 persen, pada 2014 menurun hingga 0,4 persen.
Aliansi Untuk Mengakhiri AIDS pada Anak di Indonesia Resmi Dibentuk!
2 Desember 2022
Aliansi Untuk Mengakhiri AIDS pada Anak di Indonesia Resmi Dibentuk!
Di Indonesia, hanya 25% dari anak-anak yang hidup dengan HIV menjalani pengobatan ARV yang menyelamatkan jiwa. UNAIDS Indonesia, Jaringan Indonesia Positif, Ikatan Perempuan Positif Indonesia, Lentera Anak Pelangi, dan Yayasan Pelita Ilmu menginisiasi aliansi baru untuk memperbaiki salah satu masalah yang paling mencolok dalam respon penanggulangan AIDS.