Tabanan Beach di Pipiltin Cocoa, Kebayoran Baru, Jakarta. Istimewa
TEMPO.CO, Jakarta - Kini kian banyak kedai dan kafe yang menjual olahan cokelat. Walhasil, cokelat pun mulai dilirik sebagai penganan dan minuman untuk bersantai, selain kopi dan teh. Sebut saja Pipiltin Cocoa, Chocolate Monggo, Reed Chocolate Culture, dan Rumah Cokelat.
Nah, proses pengolahan biji kakao sejak di kebun hingga menjadi cokelat untuk makanan atau minuman itu bisa memakan waktu hingga belasan hari. Lama pengolahan tergantung pada kondisi cuaca, metode yang digunakan—fermentasi atau tidak—serta mesin yang dipakai. Berikut penjelasan dari salah satu bos Pipiltin Cocoa, Tissa Auliani, pekan lalu.
Fermentasi Sejumlah penadah dan pabrik meminta petani menerapkan fermentasi pada biji kakao. "Tujuannya agar rasa cokelat menjadi lebih asam," kata Tissa. Fermentasi berlangsung selama lima hari. Pertama, biji kakao dimasukkan dalam kotak kayu besar. Lalu, diperam selama 48 jam. Setelah itu, biji kakao dirotasi dan kembali diperam selama 48 jam. Kelar diperam, biji kakao dijemur selama empat hari. Petani setelahnya akan melakukan pemilihan biji kering.
Winnowing Tahap menampi atau mengayak cokelat ini menggunakan mesin winnower. "Mesin ini akan memisahkan kulit dan daging pada biji kakao lewat proses penghisapan dan penyaringan," ujar Tissa.
Grinding Oleh mesin grinder, daging kakao digiling hingga menjadi lembut. Tahap ini bisa berlangsung beberapa hari. Biji kakao yang sedang dihaluskan dites dulu rasa dan kualitasnya dengan mikrometer.
Pengadukan Baru setelahnya cokelat diaduk selama tiga hari dengan mesin untuk mengurangi tingkat keasaman. Cokelat pada tahap ini bisa dicampur gula, susu, serta emulsifier sebagai materi pengikat. Di Pipiltin, cokelat tidak ditambah minyak sayur karena mencampurkan minyak cokelat (butter).
Tempering Cokelat kembali dipanaskan dengan mesin tempering pada suhu 53 derajat Celsius. Tahap ini membuat tampilan cokelat jadi mengkilat.
Pembentukan Setelah tempering, cokelat didinginkan di atas meja marmer bersuhu 28 derajat. Suhu itu bukan patokan, karena beda merek beda pula perlakuannya. (baca: Olahan Cokelat Indonesi Capai 500 Ribu Ton)