Demam Akik: Dari Pulau Bacan Hingga Ibu Kota (1)
Jumat, 12 Juni 2015 17:32 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Hari itu matahari belum lagi terbit. Beberapa pemuda masih membungkus diri dengan kain sarung di ruang tunggu pelabuhan penyeberangan Kota Labuha menuju Pulau Kasiruta Bacan, Halmahera Selatan, Maluku Utara. Ketika matahari muncul, barulah puluhan orang memadati dermaga pelabuhan penyeberangan. Mereka umumnya penumpang dengan tujuan dua desa di pulau tersebut: Palamea dan Doko. “Umumnya mereka penambang batu bacan,” kata Amirudin, 34 tahun, pengemudi speedboat, kepada Tempo.
Bacan kini sangat tersohor. Penyebabnya, batu akik asal dua desa itu menjadi pemicu booming batu mulia di Tanah Air dalam dua tahun belakangan. Harga cincin, kalung, dan liontin batu bacan di Jakarta meroket gila-gilaan. Satu akik cincin bacan dijual puluhan juta rupiah. Melonjaknya harga batu bacan itu terjadi setelah dikabarkan menjadi suvenir Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk Barack Obama, Presiden Amerika Serikat.
Datanglah ke Jakarta Gems Center di kawasan Pasar Rawa Bening, Jatinegara, Jakarta Timur. Di pusat penjualan akik terbesar di Asia Tenggara itu, batu bacan jadi primadona. Tanyalah kepada Junaedi, 54 tahun, pemilik toko AKS 97. “Sekitar lima tahun lalu, sekilonya hanya Rp 4 juta. Sekarang sudah 50 kali lipat,” ujar Ketua Asosiasi Perajin Usahawan Batu Aji, Permata, Cincin, dan Aneka Kerajinan itu.
Junaedi, yang berbisnis batu akik sejak 1989, mengatakan, lima tahun lalu, di Rawa Bening hanya terdapat sekitar 1.300 gerai, kini berkembang menjadi sekitar 2.000. Junaedi belum memasukkan mereka yang berjualan di pinggir jalan. Perputaran uang di sana juga meningkat. Sebelum 2014, mendapatkan Rp 20 juta sebulan per gerai susah. “Sekarang angka itu bisa didapat sehari,” tuturnya. Dengan kata lain, dalam sebulan bisa tembus sekitar setengah miliar rupiah.
Predikat batu bacan sebagai “ratu akik” juga karena warnanya yang bisa berubah-ubah: dari hijau muda ke hijau tua menjadi biru kehijau-hijauan. “Batu bacan tersusun dari silika oksida. Jenis ini mempunyai zat kapur. Warna batu bacan berubah karena zat kapurnya larut dalam air,” ucap Shaheen Nazir, ahli batu dari Indonesia Colour Gems Laboratory (ICGL) Jakarta.
TIM TEMPO