Distro Punya Gaya

Reporter

Editor

Kamis, 22 Juli 2010 07:13 WIB

Kickfest 2010 di Stadion Siliwangi, Bandung. TEMPO/Aditya Herlambang Putra

TEMPO Interaktif, Latah budaya distro (distributor outlet) mulai merebak bak jamur pada musim hujan di Kota Bandung pada 2003. Dari situ, distro kemudian merebak ke seantero negeri ini. Kini jumlahnya lebih dari 1.000 perusahaan clothing dan distro di seluruh Indonesia dengan konsep beragam.

Pekan lalu, 16-18 Juli 2010, mereka hadir dalam festival clothing dan distro, Kickfest 2010, di Bandung. Festival ini diikuti sekitar 95 merek clothing dan distro dari seluruh Indonesia.
Berbagai karakter clothing, seperti yang bersifat pakaian remaja kasual, street wear, dan chic, dipamerkan. Festival ini tentu saja menjadi semacam pemetaan perkembangan mutakhir distro di Indonesia.

Ketua Kreatif Independent Clothing Kommunity (KICK) Ade Andriansyah membagi tipe distro menjadi generasi lama, pertengahan, dan baru. Karakter distro generasi lama, menurut ketua komunitas yang berdiri sejak September 2006 ini, memiliki kecenderungan membuat desain sederhana.

Sekitar 2003, generasi distro memasuki babak pertengahan. "Di sini muncul desain-desain dengan corak beragam," Ade menjelaskan. Pakaian kemeja dengan motif kotak-kotak dibuat dengan cara potong dan gaya lekuk khas distro. Tampilan jadi tidak sekonvensional kemeja resmi.

Era generasi baru kemudian menampakkan karakternya sekitar tiga tahun lalu. Untuk generasi ini, pilihan corak khas merek distro semakin beragam. Konsep desain chic dan permainan warna serta material kian variatif.

Advertising
Advertising

Pemerhati pakaian jalanan (street wear), Phaerly Maviec Musadi, lebih melihat clothing dan distro dalam konteks budaya pop. Ia membaginya dalam tiga fase. "Imitasi, mencari identitas, dan menemukan identitas," tutur lelaki kelahiran Sieburg, 1 Januari 1976, itu.

Fase imitasi didasari oleh kebutuhan anak muda untuk tetap eksis dalam gaya hidup. "Anak muda perlu gaya, sementara harga produk impor pemuas diri membubung tinggi. Dikaruniai ide kreatif, mereka berkarya dan menemukan jalan keluar." Itu bukan niat menjiplak, tapi sang desainer ingin merepresentasikan zaman.

"Untuk mencari tren (dalam pengertian mainstream), sebenarnya sulit diterapkan sebagai ukuran untuk distro. Sebab, masing-masing brand punya konsep sendiri yang justru melawan tren," ujar Phaerly, yang kerap dipanggil dengan sebutan Pei.

Yang jelas, katanya, sekitar tiga tahun belakangan, clothing dan distro sudah mempunyai identitas masing-masing. Pei mengungkapkan, "Mulai 2007, yang mendirikan sudah tahu konsep karya yang dibuat seperti apa. Banyak brand yang sudah jelas posisi mereka di mana."

Tak mengherankan kalau akhir-akhir ini diferensiasi produk pun terjadi. Setiap karya clothing atau distro memiliki gaya fashion tersendiri ala master konsep desainernya. Mulai desain, pola, warna, hingga pemilihan material produk.

Kendati tidak diikuti seluruh clothing dan distro, kecenderungan karya yang muncul aktual kini ternyata gemar membawa ciri nasionalis. "Nasionalis di sini bukan hanya dalam artian batik, tetapi intinya menampilkan sesuatu yang berunsur lokal," Pei menjelaskan.

Ini bisa ditengok lewat sejumlah karya, di antaranya Invictus, Indoclothing, Noinbrand, Gee Eight, dan Maha Nagari. Invictus, misalnya, menggunakan "warna" Indonesia dalam karyanya, seperti topi bertulisan "Bandung". Atau Indoclothing, yang mengeluarkan kaus dengan karakter superhero dalam negeri, seperti Srikandi dan Gatot Kaca, yang dikemas dengan bentuk kartun.

Nasionalis dari segi pemakaian pola dapat ditemukan pada produk-produk clothing, terutama dengan bidikan segmen perempuan. Baik berunsur nasionalis maupun berunsur etnik. Contohnya bisa ditemukan pada pola-pola yang digunakan beberapa model pakaian dari Gee Eight dan Noinbrand. "Kalau yang paling kuat memang Maha Nagari," Pei mengungkapkan.

Sementara itu, tanpa melihat detail tren nasionalis, secara umum, bukti bahwa generasi clothing dan distro masa kini telah menemukan identitasnya bisa dilihat dari kemunculan merek-merek seperti Opium Babes bersama Little Opiiee. Begitu juga dengan Parental Advisory dan Underage untuk bidikan segmentasi anak-anak.

Disesuaikan dengan bidikan segmentasi, yakni usia remaja serta anak perempuan, Opium Babes dan Little Opiiee memilih konsep warna-warni cerah. Bahan yang digunakannya pun bertipe spandex atau jersey. "Ini menimbang kenyamanan perempuan yang cenderung senang memakai bahan yang tidak bikin gerah," tutur Arsi Mersia, pemilik sekaligus desainer merek tersebut.

Lulusan Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung ini menambahkan, "Berbeda dengan kebanyakan clothing atau distro yang bidikannya laki-laki, mereka banyak menggunakan bahan kaus combat."

Untuk distro khusus anak-anak, dari segi pendekatan konsep wacana publik, ada pula yang berani mengangkat isu kaum dewasa, misalnya Parental Advisory. Tak perlu kaget jika melihat tulisan-tulisan pada kaus anak yang membawa persoalan efek samping Facebook, pesan kultur menyusui anak, sampai persoalan Gaza. | GILANG MUSTIKA RAMDANI

Berita terkait

Startup Asal Bandung Produksi Material Fashion Berbahan Jamur, Tembus Pasar Singapura dan Jepang

3 hari lalu

Startup Asal Bandung Produksi Material Fashion Berbahan Jamur, Tembus Pasar Singapura dan Jepang

Startup MYCL memproduksi biomaterial berbahan jamur ramah lingkungan yang sudah menembus pasar Singapura dan Jepang.

Baca Selengkapnya

Tampil Menarik Itu Menyakitkan, Ternyata Penyebabnya Pakaian

6 hari lalu

Tampil Menarik Itu Menyakitkan, Ternyata Penyebabnya Pakaian

Dalam beberapa kasus ingin tampil menarik dengan pakaian tertentu tapi justru berdampak pada kesehatan. Berikut penyebabnya.

Baca Selengkapnya

Tampil Kasual dengan Baju Flanel

12 hari lalu

Tampil Kasual dengan Baju Flanel

Baju flanel dapat dibeli baik di toko fisik ataupun toko online seperti Shopee

Baca Selengkapnya

Gaya Fesyen Boho Chic Jika Memenuhi 3 Aspek Ini

20 hari lalu

Gaya Fesyen Boho Chic Jika Memenuhi 3 Aspek Ini

Gaya Boho Chic pada dasarnya adalah gaya santai yang menggabungkan unsur-unsur hippie, nomaden, dan vintage. Begini lebih jelasnya.

Baca Selengkapnya

Kolaborasi Victoria Beckham dan Mango, Apa Koleksi Terbarunya?

25 hari lalu

Kolaborasi Victoria Beckham dan Mango, Apa Koleksi Terbarunya?

Koleksi Victoria Beckham dan Mango yang terbaru dari rangkaian kolaborasi para penggemar street fashion

Baca Selengkapnya

Sejarah Peci Ratusan Tahun Lalu, Disebar Pedagang Hingga Populer Jadi Busana Lebaran

29 hari lalu

Sejarah Peci Ratusan Tahun Lalu, Disebar Pedagang Hingga Populer Jadi Busana Lebaran

Peci yang identik dengan busana lebaran telah dikenal masyarakat sejak ratusan tahun lalu.

Baca Selengkapnya

Ramadan, Komunitas di Yogyakarta Edukasi Pecinta Fashion Rintis Karya Pemikat Wisatawan

41 hari lalu

Ramadan, Komunitas di Yogyakarta Edukasi Pecinta Fashion Rintis Karya Pemikat Wisatawan

Komunitas Indonesia Fashion Chamber (IFC) Yogyakarta meyakini, besarnya pasar wisatawan di Yogyakarta menjadi anugerah tersendiri untuk terus menghidupkan ekonomi kreatif di Kota Gudeg.

Baca Selengkapnya

Tiga Tips Gaya Berpakaian untuk Jurnalis ala Didiet Maulana

58 hari lalu

Tiga Tips Gaya Berpakaian untuk Jurnalis ala Didiet Maulana

Didiet Maulana, Direktur Kreatif Ikat Indonesia memberikan tips padupadankan gaya berpakaian ala jurnalis.

Baca Selengkapnya

IDFES2024: Revolusi Fashion Lokal

6 Februari 2024

IDFES2024: Revolusi Fashion Lokal

IDFES 2024 yang pertama di Indonesia ini bertema "Revolusi Fashion Lokal" yang akan menjadi creative hub untuk mendorong inspirasi.

Baca Selengkapnya

Anies Baswedan Konsisten Tampil dengan Busana Formal di Debat Capres, Pengamat Mode Sebut Kode Ini

5 Februari 2024

Anies Baswedan Konsisten Tampil dengan Busana Formal di Debat Capres, Pengamat Mode Sebut Kode Ini

Anies Baswedan kembali tampil konsisten dengan gaya formal hingga debat capres kelima yang diadakan KPU. Pengamat mode kaitkan dengan kode.

Baca Selengkapnya