TEMPO.CO - Perempuan yang telat melahirkan anak rentan mengalami depresi dibanding perempuan yang melahirkan di usia muda. Penelitian yang menggunakan metode wawancara diagnostik standar ini telah dipresentasikan pada pertemuan tahunan Asosiasi Amerika untuk Kemajuan Ilmu Pengetahuan di Vancouver, Kanada, beberapa waktu lalu.
Penelitian dilakukan oleh Giulia Muraca-Muir, peneliti pada University of British Columbia di Vancouver, terhadap 7.936 ibu yang pernah melahirkan dalam jangka waktu lima tahun terakhir. Mereka diminta menceritakan pengalaman depresi yang pernah dialami dalam 12 bulan terakhir.
Hasilnya: "Perempuan yang berusia 40-44 tahun berpotensi mengalami depresi lima kali dibanding perempuan yang lebih muda. Jawaban mereka mencerminkan kecemasan yang lebih besar dibanding ibu yang lebih tua, baik terhadap risiko kesehatan maupun berdampak bagi karier dan pekerjaan," ujarnya.
Penelitian Giulia memiliki perbedaan dengan penelitian serupa yang dilakukan Catherine Mc Mohan, peneliti dari Macquarie University, Australia. Dalam penelitian tersebut tingkat penyakit depresi rentan dialami oleh perempuan berusia sekitar 37 pada empat bulan pertama usai persalinan.
Meski para perempuan yang lebih tua tergolong kaya dan pendidikan (faktor-faktor yang biasanya mengurangi risiko depresi), para perempuan itu tampaknya tidak bisa menutupi rasa cemas atas pengalaman saat hamil. "Dokter dan anggota keluarga harus memberikan dukungan lebih untuk kelompok wanita tersebut," ujar Giulia.
Menurut data kantor pusat statistik, jumlah bayi lahir dari perempuan berusia 40-44 tahun di Inggris dan Wales naik dari 9.220 pada 1990 menjadi 25.973 pada 2010. Adapun jumlah bayi yang lahir dari wanita berusia 35-39 tahun naik dari 51.905 menjadi 115.841 pada periode yang sama.
GUARDIAN | RIKY FERDIANTO
Berita terkait
Stunting Jadi Masalah Bersama, Edukasi Antar Pihak Harus Dilakukan
55 hari lalu
Stunting masih menjadi masalah bersama. Perlu kolaborasi antar pihak untuk menyelesaikan stunting yang masih jadi perhatian.
Baca SelengkapnyaAlasan Endometriosis Disebut sebagai Penyakit Perkotaan
57 hari lalu
Penelitian di Eropa menunjukkan naiknya kasus endometriosis banyak terjadi di kota karena pengaruh polusi udara yang tinggi.
Baca Selengkapnya7 Sumber Konflik Pernikahan Menurut Konselor
21 Januari 2024
Konselor pernikahan memaparkan tujuh sumber konflik dalam rumah tangga. Apa saja dan bagaimana mengatasinya?
Baca SelengkapnyaAlasan Perlunya Sosialisasi Kesehatan Reproduksi pada Orang Tua dan Anak
20 Juni 2023
Pendidikan kesehatan reproduksi tak hanya diberikan di sekolah. Orang tua juga perlu memberikan edukasi tentang hal tersebut kepada anak.
Baca SelengkapnyaCegah Seks Bebas, Pentingnya Remaja Putri Pahami Kesehatan Reproduksi
1 Mei 2023
Remaja putri perlu menjaga kesehatan reproduksi dan menghindari seks bebas untuk mencegah penularan penyakit menular seksual, kehamilan di luar nikah.
Baca SelengkapnyaPerlunya Peran Orang Tua Edukasi Anak Perempuan Kesehatan Reproduksi
15 April 2023
Orang tua harus bisa menjadi sumber pengetahuan utama bagi anak perempuan tentang masalah kesehatan reproduksi, terutama jika sudah menstruasi.
Baca SelengkapnyaPerlunya Pendidikan Seks sejak Dini untuk Lindungi Anak dari Kejahatan Seksual
9 Januari 2023
Pemerhati anak mengatakan pendidikan seks sejak dini bisa melindungi anak dari kejahatan seksual. Bagaimana caranya?
Baca SelengkapnyaCISDI Kritik Pasal Pidana soal Alat Kontrasepsi di RKUHP: Beri Dampak Buruk
3 Desember 2022
CISDI menyampaikan kritik atas dua pasal kesehatan di Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Baca SelengkapnyaBerapa Lama Terjadi Kehamilan setelah Bercinta?
25 Agustus 2022
Kesehatan umum dan reproduksi juga berperan dalam menentukan apakah kehamilan bisa terjadi dengan cepat atau tidak.
Baca SelengkapnyaPentingnya Persiapan Pasangan sebelum Menikah demi Kesehatan Reproduksi
28 Juni 2022
Persiapan untuk berkeluarga perlu dimulai sejak memasuki usia remaja. Salah satu tujuannya menjaga kesehatan reproduksi kelak.
Baca Selengkapnya