TEMPO.CO, Jakarta - Tak ada yang janggal ketika Tempo pertama kali bertemu dengan Yohanes Iman. Pembawaannya terbuka, ramah, dan senang bicara. Tapi sebetulnya, pria berumur 47 tahun ini adalah penderita skizofernia.
"Saya sakit sudah 27 tahun," kata pria yang sudah pulih dari sakitnya ini. Sehari-hari ia kini menjaga "markas" Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) yang terletak di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur.
Komunitas ini berfokus untuk memberikan pendampingan kepada orang dengan masalah kejiwaan, terutama skizofrenia, yang telah mendapat perawatan, agar dapat kembali ke masyarakat.
Komunitas ini juga getol memerangi stigma masyarakat atas penderita, yang berakar dari ketidaktahuan atas masalah kejiwaan ini.
"Masih banyak masyarakat yang mengucilkan penderita, termasuk yang baru pulang dari perawatan," kata Bagus Utomo, pendiri komunitas ini, ketika ditemui di markas KPSI, Kamis, 11 April 2013. Padahal, hal ini dapat menjadi langkah mundur dalam upaya pemulihan pasien.
Bagus menyatakan sebenarnya penderita skizofrenia yang telah menerima perawatan bisa hidup secara normal. Caranya adalah disiplin minum obat serta bisa membaca gejala bila gangguan kembali datang dan segera meminta bantuan medis.
"Penderita skizofrenia sebenarnya tidak berbeda dengan penderita diabetes. Mereka harus bisa menerima bahwa mereka hidup dengan penyakit itu dan memiliki pengetahuan bagaimana menghadapinya," ujar Bagus
Sayang, kata Bagus, saat ini masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa ketika seorang penderita skizofrenia tetap minum obat, ia belum sembuh. Padahal, obat tersebut memang dibutuhkan untuk perawatan.
Bagus menjelaskan, banyak penderita skizofrenia yang bisa kembali berkarya, bekerja, dan berkeluarga.
Salah satu contohnya adalah Lili Suwardi. Sejak tahun 1998 ia divonis menderita skizofrenia, menerima berbagai macam pengobatan, bahkan yang tidak manusiawi sekalipun. Beruntung sejak tahun 2008 ia kemudian bisa pulih, bahkan telah menerbitkan sebuah buku berjudul Gelombang Lautan Jiwa pada 2010, dengan nama pena Anta Samsara.
"Nama itu dari bahasa Sansekerta, artinya akhir kesedihan," kata Lili.
Komunitas ini memiliki beberapa kegiatan untuk mempersiapkan para penderita skizofrenia kembali ke masyarakat, seperti konseling gratis, sesi curhat bagi penderita dan keluarganya, terapi seni, yoga, hingga kunjungan ke rumah. Setiap hari para penderita skizofrenia juga kerap berkumpul di tempat ini, untuk sekadar mengobrol.
Para penderita skizofrenia di komunitas ini bahkan pernah ikut serta dalam pameran lukisan Jakarta Bienalle 2011 di Taman Ismail Marzuki yang bertajuk "Hospital Without Wall".
Komunitas ini pertama kali didirikan Bagus Utomo sebagai milis di internet. Bagus melakukannya sebagai wadah berdiskusi dan bertukar informasi tentang gangguan kejiwaan yang juga diderita oleh kakaknya ini. Tahun 2005, ia mulai membuat blog dan grup Facebook di tahun 2009.
Bagus dan anggota komunitas yang memiliki kepedulian serupa kemudian melakukan kopi darat yang berlanjut dengan kegiatan pendampingan yang dilakukan secara rutin.
Atas usahanya ini, Bagus diganjar Guislan Award di 2012 dengan hadiah sebesar US$ 50 ribu, atau sekitar Rp 480 juta, yang digunakan untuk mengembangkan kegiatan komunitas. Dari kucuran dana segar ini KPSI berhasil menyewa rumah untuk melakukan kegiatan, membuka warung yang dikelola oleh para penderita, juga kegiatan lainnya.
KPSI bermimpi ke depannya masyarakat tidak lagi berpandangan buruk terhadap penyakit ini, bahkan secara aktif membantu pemulihan mereka.
"Bahkan hanya mengajak mengobrol pun merupakan sesuatu yang sangat berarti bagi mereka," ujar Bagus.
RATNANING ASIH
Berita Terpopuler:
Dikuntit Intel, Anas Urbaningrum Punya Cerita
@SBYudhoyono 'Digoda' Bintang Porno
Majalah Tempo Hilang dari Peredaran
Mahfud MD Masuk Bursa Calon Kapolri
Aceng Fikri dan Ahmad Dhani Jadi Capres Idaman NU
Ribuan Orang Nonton Langsung Chris John Vs Satoshi
Berita terkait
Definisi Kesehatan Mental Menurut Psikolog, Perlu Dimiliki Setiap Orang
13 hari lalu
Kesehatan mental lebih dari sekadar gangguan atau kecacatan mental yang diderita seseorang. Psikolog beri penjelasan.
Baca SelengkapnyaCOP10 WHO FCTC Raih Sejumlah Kesepakatan, dari Perlindungan hingga Deklarasi Panama
55 hari lalu
Sesi kesepuluh Konferensi Para Pihak (COP10) Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau WHO FCTC menghasilkan sejumlah kesepakatan jangka panjang.
Baca SelengkapnyaHeru Budi Tutup Puskesmas Kelurahan Jati II: Dialihfungsikan Jadi Upaya Kesehatan Masyarakat
30 September 2023
Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi memutuskan menutup Puskesmas Kelurahan Jati II di Pulogadung. Apa Alasannya?
Baca SelengkapnyaPolusi Udara, Mayoritas Warga Jakarta Ternyata Masih Abai Proteksi Diri
26 Agustus 2023
Indikasi polusi udara dan himbauan itu ternyata belum membuat warga Jakarta mengubah kebiasaan untuk mengutamakan proteksi diri.
Baca SelengkapnyaDampak El Nino pada Kesehatan Masyarakat Harus Diantisipasi
7 Agustus 2023
Kewaspadaan terhadap potensi munculnya penyakit yang dipicu dampak El Nino harus diantisipasi dengan tepat dan segera.
Baca SelengkapnyaEnergi Bersih Cegah 180 Ribu Kematian di Indonesia, Begini Penjelasannya
25 Juli 2023
Apa yang dimaksud energi bersih, benarkah bisa menyelamatkan ratusan ribu nyawa manusia?
Baca SelengkapnyaFakultas Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Keperawatan UI Raih Akreditasi Internasional AHPGS
11 April 2023
tiga program studi FKM dan satu program FIK Universitas Indonesia (UI) meraih akreditasi internasional dari AHPGS.
Baca SelengkapnyaCISDI Soal RKUHP yang Baru Disahkan: Relawan Kesehatan Seksual Rentan Alami Kriminalisasi
7 Desember 2022
CISDI menyebut RKUHP yang baru disahkan kemarin luput mempertimbangkan perspektif kesehatan masyarakat dalam proses pembahasannya.
Baca SelengkapnyaDr. Pandu Riono: Rumah Sehat Mengubah Cara Berpikir Masyarakat
9 Agustus 2022
Penjenamaan rumah sehat akan memfungsikan ilmu kedokteran tentang pencegahan penyakit. Layanan digital terintegrasi SATU SEHAT menjadi langkah mengoptimalkan pelayanan kesehatan.
Baca SelengkapnyaRancangan Peraturan Pelabelan BPA untuk Lindungi Masyarakat
28 Juli 2022
Rancangan peraturan pelabelan BPA sama sekali tidak melarang penggunaan kemasan galon polikarbonat
Baca Selengkapnya