Fotografer Jalanan: Dilarang Motret tanpa Izin
Editor
Evieta Fadjar Pusporini
Minggu, 25 Mei 2014 13:56 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Fotografer jalanan juga dilarang menyunting hasil pemotretannya dan melakukan pemotretan secara diam-diam, dalam pengertian subyek yang difoto tak sadar dirinya dipotret.
Dengan cara itu, kata Erik, fotografer akan mendapat emosi di dalamnya. Emosi ini, menurut Erik, bukan cuma pada manusia, tapi juga bisa muncul dari satu bangunan atau suasana.
Karena memotret secara diam-diam, fotografer jalanan menghadapi masalah etis: seberapa jauh dia boleh memotret? Bukankah orang yang dipotret berhak menolak untuk difoto? Perkara ini selalu mencuat di berbagai ruang diskusi para fotografer jalanan di luar negeri.
Fotografer Rony Zakaria mengakui bahwa hak fotografer untuk memotret juga sama dengan hak orang lain yang berada di luar sana. "Tetapi, apabila mereka merasa terganggu (difoto) dan mengatakannya kepada saya, tentu saya akan stop,” katanya.
Etika fotografi sangat bergantung pada pertimbangan juru foto. Menurut Erik, setiap area sosial di dunia adalah ruang publik.
Fotografi jalanan tidak menangkap dan menceritakan latar belakang sosial dari sebuah obyek, melainkan hanya emosi yang terpancar saat itu, sehingga sah-sah saja untuk memotretnya. Sedangkan Oscar Motuloh menilai fotografer jalanan tetap harus menghormati obyek yang mereka ambil secara etis. Setidaknya dengan mengetahui kode etik yang ada pada foto jurnalistik. (Baca: Apa Itu Fotografi Jalanan?)
Sebab, dalam kode etik foto jurnalistik sudah tercantum beberapa hal yang berlaku umum terkait dengan etika pengambilan gambar. Masalahnya, tak semua fotografer jalanan ini adalah jurnalis, sehingga mereka tak terikat dengan kode etik tersebut.
Pertimbangan lain dalam perkara etika ini adalah soal motivasi karena setiap fotografer punya motif yang berbeda saat memotret. “Kalau saya, fotografi jalanan hanya untuk memuaskan keingintahuan saya. Ketika saya menemukan hal yang menarik kemudian saya tidak mencoba memotretnya, hal tersebut bisa membayangi saya beberapa hari," katanya.
<!--more-->
Ada keingintahuan yang ingin dipuaskan terus-menerus,” katanya. Rony pernah menghadapi masalah saat memotret di jalan. Mungkin, kata dia, pada hari itu mereka sedang bad mood, sedang tidak enak badan, atau memang tidak suka difoto saja. “Ketika orang itu berkeberatan difoto secara eksplisit, tentu saya akan mengerti dan tidak memotretnya. Namun saya hampir tidak pernah meminta izin ketika memotret di ruang publik," katanya.
Namun Rony menegaskan bahwa fotografer mesti pandai menempatkan diri, membuat nyaman sekelilingnya, dan tetap tenang memotret. Dia mengingatkan agar fotografer harus menentukan sendiri batas etisnya. “Misalnya, saat menodongkan lensa di depan muka seseorang dengan jarak hanya 10 sentimeter, tentu dia akan terganggu,” katanya.
Salah satu pemecahannya barangkali adalah adanya hukum atau aturan yang jelas mengatur perkara ini. Aturan yang paling ketat terjadi di Prancis. Di sana seorang juru potret dapat diseret ke pengadilan bila mengambil gambar seseorang tanpa izin orang yang bersangkutan.
Menurut fotografer Prancis Bertrand Meunier, hukum ini diberlakukan di negaranya demi melindungi keamanan dan privasi seseorang dari kepentingan komersial. "Misalnya orang yang difoto kemudian fotonya untuk dijual," kata Meunier. (Baca :Memotret Cepat dengan Ponsel)
Namun seorang fotografer jalanan tetap diperbolehkan mengambil foto siapa pun di Prancis untuk kepentingan proyek dokumenter. Mungkin pada awalnya, kata Meunier, juru potret bisa dibawa ke pengadilan. "Namun, bila dia dapat membuktikan bahwa foto itu digunakan untuk membuat suatu proyek dokumenter, si juru foto tidak dapat dituntut," katanya.
Kalau menimbang hukum yang ada, kata Rony, Indonesia masih longgar dalam hal pemotretan, terutama untuk ruang publik. “Kita cenderung masih bebas untuk memotret apa pun selama di ruang publik dan selama kita menggunakannya untuk kepentingan nonkomersial,” kata fotografer penerima banyak penghargaan yang telah memotret di berbagai negara ini.
Rony juga punya cerita lucu ketika berada ke Kota Marrakesh, Maroko. Di sana dia memotret seekor keledai dan tiba-tiba ada orang yang berteriak, “Jangan foto keledai saya! Dia tidak suka difoto!”
HADRIANI P
Berita Terpopuler
4 Gerakan Tubuh yang Tingkatkan Kemampuan Otak
Bermanfaat, Terapi Stem Cell Masih Diperdebatkan
Manfaat Stem Cell untuk Sembuhkan Penyakit
Mengenal Stem Cell, Sel Penyembuh untuk Kesehatan
Ruang-ruang Persembahan Hide Yamamoto