Akibat Pemalsuan, Ada Kebocoran Rp 65,1 Triliun  

Reporter

Kamis, 17 Juli 2014 07:49 WIB

Sebuah pabrik yang memproduksi obat palsu dengan merek Tramadol HCL digerebek Petugas kepolisian dari Polda Metro Jaya di Sepatan Tangerang, Banten, 23 Juni 2014. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat

TEMPO.CO, Jakarta - Hasil survei Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) dan Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) 2014 memperkirakan kerugian perekonomian (Produk Domestik Bruto–PDB) akibat barang palsu mencapai Rp 65,1 triliun. Angka tersebut meningkat dari survei di 2010 yang sebesar Rp 43,2 triliun.

"Dapat diartikan bahwa secara nominal pemalsuan di Indonesia meningkat hampir 1,5 kali lipat dalam periode waktu lima tahun," ujar Eugenia Mardanugraha, tim survei FEUI, dalam paparannya di Jakarta, Rabu, 16 Juli 2014 di Puri Putri, Hotel Grand Sahid Jaya.

Dia menjelaskan survei dilakukan terhadap masing-masing 591 responden di Jabodetabek dan Surabaya yang meliputi konsumen antara dan konsumen akhir. Jumlah sampel ini lebih banyak dari survei yang sama di 2010.

Menurut dia, sampel survei yang diperluas merujuk pada kegiatan pemalsuan yang mengalami kecenderungan untuk meningkat. Merujuk pada penelitian Shelley (2012) yang mencatat bahwa nilai perdagangan barang-barang palsu di seluruh dunia pada tahun 2003 adalah sebesar US$ 450 miliar, sedangkan pemalsuan obat-obatan mencapai US$ 14 miliar. (Baca: 13 Jenis Obat Palsu Beredar di Pasar)

Di sisi lain, Business Software Alliance (BSA) mencatat pada 2014 ini kerugian bisnis bagi produsen software asli mencapai US$ 1,46 miliar atau setara dengan Rp 17,3 triliun.

Sedangkan hasil survei MIAP-FEUI di 2014 mencatat bahwa komoditas pakaian, tinta printer, barang dari kulit dan software merupakan produk-produk palsu yang paling banyak beredar.

"Persentase produk tinta printer mencapai 49,4%, pakaian palsu mencapai 38,90%, diikuti oleh barang dari kulit 37,20%, dan software 33,50%. Sisanya produk kosmetika palsu 12,60%, makanan dan minuman palsu 8,50%, dan produk farmasi palsu 3,80%," ucap Eugenia.

Dia menjelaskan ada keterkaitan antara survei konsumen yang dilakukan FEUI-MIAP dengan data BSA, yakni BSA mencatat sebanyak 84% software yang beredar adalah palsu. Maka sejalan dengan itu, ada 85% konsumen yang berkeinginan membeli produk software palsu.(Baca:BPOM: Hati-hati Kosmetik Ilegal Marak di Online)

Dari hasil survei tersebut, maka dalam satu tahun PDB berkurang sekitar Rp 65 triliun, pekerja kehilangan upah dan gaji sekitar Rp 3 triliun, dan pemerintah kehilangan pendapatan dari pajak tidak langsung sekitar Rp 424 miliar.

"Potensi kehilangan pendapatan pemerintah dapat lebih besar lagi karena belum memperhitungkan pajak langsung, seperti pajak penghasilan dari upah dan gaji, serta pajak penghasilan perusahaan," kata Euginia.



EVIETA FADJAR




Berita Terpopuler
Fotografer Indonesia Bersaing di Photo Face-Off
Game Kardashian Hollywood Tambah Aplikasi
Lindsay Lohan Berencana Tinggal di Inggris
Karina Ranau Gaet Pencipta Lagu Oplosan

Berita terkait

Zaskia Adya Mecca Kesal Anaknya Jadi Korban Vaksin Palsu

30 Januari 2018

Zaskia Adya Mecca Kesal Anaknya Jadi Korban Vaksin Palsu

Pemain film Zaskia Adya Mecca mengaku anak ketiganya juga menjadi korban vaksin palsu.

Baca Selengkapnya

Cek 39 Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat Versi BPOM

12 Desember 2017

Cek 39 Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat Versi BPOM

Desember 2016 hingga November 2017, BPOM menemukan 39 obat tradisional dengan bahan kimia obat. Versi BPOM, 28 dari 39 produk tidak memiliki izin edar

Baca Selengkapnya

Produsen Vaksin Palsu Divonis 4 Tahun Bui dalam Pencucian Uang

16 November 2017

Produsen Vaksin Palsu Divonis 4 Tahun Bui dalam Pencucian Uang

Pengadilan juga merampas harta senilai Rp 1,2 miliar milik kedua produsen vaksin palsu, berupa rumah, tanah, dan kendaraan bermotor.

Baca Selengkapnya

Aksi Memelas Suami-Istri Pembuat Vaksin Palsu di Depan Hakim

25 Oktober 2017

Aksi Memelas Suami-Istri Pembuat Vaksin Palsu di Depan Hakim

Jaksa meyakini aset tanah dan bangunan milik kedua terdakwa dihasilkan dari bisnis vaksin palsu.

Baca Selengkapnya

Suami-Istri Produsen Vaksin Palsu Dituntut 6 Tahun Penjara

18 Oktober 2017

Suami-Istri Produsen Vaksin Palsu Dituntut 6 Tahun Penjara

Suami-istri produsen vaksin palsu, Hidayat dan Rita, dituntut penjara enam tahun dan diminta mengembalikan aset bernilai miliaran rupiah.

Baca Selengkapnya

Kata Penggugat Setelah Sidang kasus Vaksin Palsu Ditunda 3 Pekan

18 Oktober 2017

Kata Penggugat Setelah Sidang kasus Vaksin Palsu Ditunda 3 Pekan

Penggugat kecewa sidang perdana kasus vaksin palsu ditunda tiga pekan lamanya.

Baca Selengkapnya

Sidang Vaksin Palsu dengan Sederet Tergugat Digelar Hari Ini

18 Oktober 2017

Sidang Vaksin Palsu dengan Sederet Tergugat Digelar Hari Ini

Setahun berlalu, sidang perdana kasus vaksin palsu dengan sederet tergugat digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Jakarta, hari ini.

Baca Selengkapnya

Sidang TPPU, Pasutri Terpidana Vaksin Palsu Dicecar Soal Rumah  

21 Agustus 2017

Sidang TPPU, Pasutri Terpidana Vaksin Palsu Dicecar Soal Rumah  

Suami-istri terpidana kasus vaksin palsu, Hidayat Taufiqurahman dan Rita Agustina, menjalani sidang kasus dugaan TPPU.

Baca Selengkapnya

Cara Baru Pembiayaan Vaksinasi

25 April 2017

Cara Baru Pembiayaan Vaksinasi

Pada Juli 2016, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan bahwa vaksin pertama untuk mencegah demam berdarah tersedia untuk masyarakat di seluruh dunia yang berusia 9 sampai 60 tahun. Ini berita baik bagi Indonesia, tempat demam berdarah mempengaruhi lebih dari 120 ribu orang dengan beban biaya US$ 323 juta (sekitar Rp 4,3 triliun) setiap tahun.

Baca Selengkapnya

Penghuni Rumah Pembuat Salep Palsu Tak Kenal Tetangga  

7 April 2017

Penghuni Rumah Pembuat Salep Palsu Tak Kenal Tetangga  

Tetangga di sekitar rumah itu kerap mencium aroma pewangi pel lantai.

Baca Selengkapnya