Dian Pelangi, Pedagang Songket ke Bisnis Hijab
Editor
MC Nieke Indrietta Baiduri
Senin, 28 Juli 2014 06:03 WIB
TEMPO.CO , Jakarta: Dian Pelangi bukan desainer yang muncul kemarin sore. Desainer muda ini telah memulai bisnisnya sejak belia dan menjadi pemegang tongkat estafet bisnis keluarganya yang semula sebagai pedagang kain tenun dan songket. (Baca juga: Dewi Sandra Belajar Pakai Jilbab dari Dian Pelangi)
Bisnis busana Dian Pelangi dirintis pada 1991 oleh Hernani, ibu Dian. Ibu rumah tangga ini berdagang kain tenun dan songket di Palembang, dari rumah ke rumah. Pada 1998 bisnis Djamaloedin--ayah Dian--di bidang konstruksi terkena krisis. Ia pun banting setir ke bisnis kain.
Djamaloedin menjaminkan tanah 1.500 meter persegi di Palembang ke Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) untuk memperoleh kredit Rp 15 juta. Setelah modal bertambah, Djamaloedin mulai membikin tenun ikat sendiri, dengan 10 orang karyawan saat itu.
Sebagai putra Pekalongan, Djamaloedin akrab dengan batik. "Walaupun kontraktor, saya ngerti bagaimana membikin kain yang tidak luntur," ujarnya. Dulu, katanya, di kalangan penggemar batik ada ujaran 'luntur tidak ditanggung'. Sindiran itu menginspirasi bapak empat anak ini untuk membuat tenun ikat sendiri.
Frasa itu pun dibalik: 'Ditanggung tidak luntur'. Sejak itu, kain buatan Djamaloedin laris manis. "Sampai Pak Gubernur pun pesan," kata Djamaloedin ditemui Tempo di kediamannya di Kemang, Jakarta Selatan, 11 Juli 2014 lalu. (Baca: Dian Pelangi Tampilkan Motif Songket Palembang)
<!--more-->
Usaha itu diberi nama Dian Pelangi. Dian, anak kedua dari empat bersaudara, dikader sejak kecil untuk meneruskan bisnis ini. Pada 2004, Dian 'dimasukkan' ke SMK jurusan tata boga di Pekalongan. Karena itulah Djamaloedin memboyong rumah produksi, termasuk peralatan dan karyawan, ke Pekalongan. (Baca: Dian Pelangi Kagumi Hijab Ascia Al Faraj)
Setelah lulus, Dian meneruskan studi ke sekolah mode ternama di Jakarta, Esmod. Sedangkan nama 'Pelangi' diambil dari kain jumputan yang menjadi salah satu produk andalan Djamaloedin, yakni kerudung. Di Palembang, kain khas warna-warni ini disebut pelangi.
Lulus dari Esmod, 2008, Dian resmi memegang tongkat estafet Dian Pelangi. Kakaknya, Dion, membantu di bidang fotografi. Adiknya, Dino, sedang belajar bisnis fashion. Dan si bungsu Dinda, kata Dian, menunjukkan ketertarikannya pada dunia make-up. "Lengkap. Fashion itu luas," kata Dian kepada Tempo. Kini Dian dikenal sebagai perancang baju muslim dan hijab yang digemari anak muda.
Di tangan Dian, desain yang semula konservatif, seperti abaya dan gaun, dirombak. Ia memecah produk menjadi tujuh label. Ada label Dian Pelangi untuk kelas premium dan Gallery Dian Pelangi khusus baju ibu-ibu. Label DP by Dian menghasilkan produk massal untuk kelas menengah ke bawah.
Label Dion Men untuk pakaian laki-laki, Dinda Pelangi khusus buat anak-anak, Dian Pelangi Bridal membuat pakaian pengantin, serta Dian Hajj yang menyediakan pakaian untuk ibadah haji dan umrah. "Dipisah biar pasar semakin luas. Semua bisa beli," kata Dian. (Baca: Karir Dian Pelangi dari Busana Boneka Barbienya)
RETNO SULISTYOWATI | PINGIT ARIA
Berita Lainnya:
Jokowi Jatuh Cinta pada Iriana Karena `Ndeso`
Lebaran, KRL Tak Kurangi Jadwal Perjalanan
H+1 Lebaran, 10 Ribu Kendaraan Sesaki Malioboro
Monas Tutup di Hari Pertama Lebaran