Sepenggal Kenangan Borobodur dari Daoed Joesoef

Reporter

Jumat, 6 Maret 2015 00:45 WIB

Cahaya lampu yang menghiasi candi Borobudur sebelum penerbangan lampion saat merayakan pergantian tahun 2014-2015 di pelataran Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, 1 Januari 2015. TEMPO/Suryo Wibowo

TEMPO.CO, Jakarta -Dalai Lama memberikan penghargaan melalui upaya personal beberapa umat Buddha di Indonesia. Salah satunya adalah yang mengupayakan pengakuan atas jasa Daoed Joesoef terhadap Borobudur. “Karena saya ingin umat yang sekarang bisa mengunjungi Borobudur dengan enak dan nyaman, juga tahu bagaimana perjuangan Pak Daoed,” ujar Melly Kiong, salah seorang penggagas usaha tersebut.

Tiga bulan lalu, bersama rekannya yang lain, Melly menyebarkan surat ke pusat-pusat agama Buddha di Thailand, Myanmar, dan beberapa negara lainnya, termasuk ke Tibet. Dalam surat itu, mereka menceritakan upaya Daoed menyelamatkan Candi Borobudur. Kantor Dalai Lama ternyata yang paling cepat memberikan respons atas surat tersebut.
Daoed sendiri tak menyangka bakal menerima penghargaan dari Dalai Lama.

Dan proses pemberian penghargaan ini bila ditarik pada sejarah lalu mengisahkan, bagaimana Daoed masih ingat perkenalan pertamanya dengan Candi Borobudur, yakni lewat buku pelajaran, saat menjalani sekolah menengah Belanda, MULO, di Medan, Sumatera Utara. Jaraknya dengan Borobudur semakin dekat ketika pada 1946 ia meneruskan pendidikan di Yogyakarta. Namun, karena masalah dana, niat untuk mengunjungi Borobudur harus dia pendam. “Tidak ada transportasi ke Borobudur. Dari Magelang sampai Borobudur itu harus naik dokar, dan itu mahal sekali,” ujar pria kelahiran Medan, 8 Agustus 1926, ini.

Baru pada 1953, ketika Daoed berkuliah di Jakarta, keinginannya berpelesir ke Borobudur kesampaian. Bersama sahabatnya yang kuliah di Universitas Gadjah Mada, ia bertandang ke sana. Tepatnya ketika bulan purnama. Sebab, dia sering mendengar bahwa Borobudur ramai dikunjungi wisatawan pada saat bulan bulat sempurna. Sampai di sana, ia mendapat peringatan yang tak mengenakan dari pedagang di situ. “Pemilik warung mengatakan, kalau ada gempa, cepat turun, takut roboh. Karena Borobudur sudah miring betul,” ujar Daud, mengingat peristiwa puluhan tahun silam itu.

Namun persoalan yang membuat dia prihatin adalah kondisi Borobudur yang luar biasa kotor. Kambing dan ayam dibiarkan berkeliaran di sekitar candi. Sampah daun dan tongkol jagung berserakan memenuhi gang-gang di dalam candi. Umat yang melakukan meditasi di candi pun campur-baur dengan anak-anak yang bermain bola atau muda-mudi yang nongkrong di sana. Namun, di luar suasana ruwet tersebut, Daoed merasakan kedamaian ketika berada di puncak stupa tertinggi. “Rasanya kita ada di dekat surga. Ini pertama kali saya jatuh cinta kepada Borobudur,” katanya.

Pada1964, Daoed melanjutkan studi ke Prancis, yang juga merupakan lokasi kantor United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO). Ia kemudian rajin mengikuti diskusi dan seminar yang diadakan oleh UNESCO. Dari diskusi ini, ia akhirnya tahu bahwa UNESCO menyediakan dana pemugaran untuk tempat atau situs yang diakui sebagai warisan dunia.

Daoed merasa inilah jalan keluar atas masalah Borobudur, dan melaporkannya kepada Duta Besar Indonesia di Prancis ketika itu, Djatikusumo. Langkahnya mentok ketika Kedutaan Besar menyebutkan tak ada perintah dari Jakarta. Tak menyerah, Daoed kembali bergumul dalam diskusi di UNESCO hingga Borobudur mendapat pengakuan sebagai warisan dunia. “Tapi debat kan terbatas, karena untuk pengajuan dana butuh jabatan formal, dan saya cuma mahasiswa saat itu,” ujarnya.

Keadaan mulai berubah ketika Jenderal Askari ditunjuk menjadi Duta Besar Indonesia di Prancis. Melalui Askari, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu, Mashuri, menunjuknya sebagai penasihat delegasi Indonesia di UNESCO. Bersaing dengan situs Mohenjodaro dari Pakistan dan Venesia dari Italia, Borobudur akhirnya menang dan mendapatkan dana tersebut. Pemugaran Borobudur dimulai pada 10 Agustus 1973.

Pulang ke Indonesia, pada 1978, ia ditunjuk sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan oleh Presiden Soeharto. “Kebetulan dana Borobudur cair, dan per definisi, pekerjaan restorasi tersebut di bawah kementerian saya,” ujar Daoed, yang menuliskan pengalamannya itu dalam buku berjudul Borobudur pada Desember 2004.

RATNANING ASIH | HP

Berita terkait

Jelang Libur Nataru, Taman Pintar Yogyakarta Sudah Dibanjiri Wisatawan

14 Desember 2023

Jelang Libur Nataru, Taman Pintar Yogyakarta Sudah Dibanjiri Wisatawan

Kunjungan wisata di wahana keluarga Taman Pintar Yogyakarta tercatat mengalami peningkatan menjelang libur Nataru

Baca Selengkapnya

Libur Akhir Tahun, Produsen Bakpia di Yogyakarta Beroperasi 24 Jam dan Siapkan Bioskop Mini

30 November 2023

Libur Akhir Tahun, Produsen Bakpia di Yogyakarta Beroperasi 24 Jam dan Siapkan Bioskop Mini

Produsen bakpia juga telah eksis di empat kabupaten lain Daerah Istimewa Yogyakarta dengan mengusung keunikannya sendiri.

Baca Selengkapnya

Tebing Breksi Jogja, Jam Buka, Harga Tiket Masuk dan Rutenya

3 November 2023

Tebing Breksi Jogja, Jam Buka, Harga Tiket Masuk dan Rutenya

Nikmati keindahan seni relief sampai matahari terbenam di Tebing Breksi Jogja, simak jam buka, harga tiket masuk, serta rute perjalanan.

Baca Selengkapnya

Jadi Kuliner Khas Murah Meriah, Yogyakarta Branding Angkringan dengan Jargon Echo

31 Oktober 2023

Jadi Kuliner Khas Murah Meriah, Yogyakarta Branding Angkringan dengan Jargon Echo

Branding dilakukan untuk meningkatkan kualitas angkringan, dilakukan dengan beberapa indikator.

Baca Selengkapnya

8 Rekomendasi Wisata Pantai Gunung Kidul yang Bagus

2 Oktober 2023

8 Rekomendasi Wisata Pantai Gunung Kidul yang Bagus

Di antara berbagai Pantai Gunung Kidul, ada beberapa lokasi yang masih belum banyak diketahui oleh wisatawan. Berikut rekomendasinya.

Baca Selengkapnya

Tak Punya Destinasi Alam, Kota Yogyakarta Gelar Banyak Event Kreatif untuk Menarik Wisatawan

20 Agustus 2023

Tak Punya Destinasi Alam, Kota Yogyakarta Gelar Banyak Event Kreatif untuk Menarik Wisatawan

Sepanjang 2023, Kota Yogyakarta memilki 60 kegiatan wisata budaya yang tercatat dalam Calendar of Event.

Baca Selengkapnya

Yogyakarta Gelar Keroncong Plesiran di Destinasi Alternatif yang Kurang Populer

8 Agustus 2023

Yogyakarta Gelar Keroncong Plesiran di Destinasi Alternatif yang Kurang Populer

Di lokasi destinasi alternatif, Keroncong Plesiran berhasil memikat tidak hanya para penggemar musik keroncong, tetapi juga masyarakat umum.

Baca Selengkapnya

Kotabaru Heritage Festival di Yogyakarta, Bisa Lihat Banyak Pentas Hingga Nonton Film Sambil Naik Becak

26 Juni 2023

Kotabaru Heritage Festival di Yogyakarta, Bisa Lihat Banyak Pentas Hingga Nonton Film Sambil Naik Becak

Kotabaru Heritage Festival menjadi bagian membranding Kotabaru sebagai kawasan wisata baru di Yogyakarta.

Baca Selengkapnya

Wisatawan Malioboro Diminta Foto dan Laporkan Pengamen yang Intimidatif

16 Juni 2023

Wisatawan Malioboro Diminta Foto dan Laporkan Pengamen yang Intimidatif

Beberapa waktu terakhir sempat muncul adanya keluhan pengamen di Malioboro yang operasinya masif, bahkan diduga mabuk.

Baca Selengkapnya

Status Pandemi Segera Jadi Endemi, Sultan HB X Ingatkan Konsekuensinya

15 Juni 2023

Status Pandemi Segera Jadi Endemi, Sultan HB X Ingatkan Konsekuensinya

Rencana pencabutan status pandemi itu menyusul pernyataan Jokowi pada Rabu, 14 Juni 2023 yang menyatakan bahwa saat ini Indonesia sudah masuk endemi.

Baca Selengkapnya