TEMPO.CO, Jakarta--Desainer Sean Loh dan Sheila Agatha mendapat kehormatan menutup Indonesia Fashion Week 2015, Ahad, 1 Maret 2015. Padahal, pasangan Malaysia-Indonesia yang sama-sama baru 24 tahun itu terbilang pendatang baru di industri mode Indonesia.
Sean & Sheila mengisi jadwal pamungkas bersama Peggy Hartanto. Keduanya punya ciri khas yang jelas. Peggy Hartanto dikenal luas dengan rancangan gaun cocktai-lnya yang sudah dipakai oleh selebriti Hollywood. Sedangkan Sean & Sheila menyebut desainnya memadukan tradisi lokal dengan citarasa internasional. “Kami tetap memasukkan unsur kearifan dan keterampilan lokal dalam desain kami,” ujar Sean Loh seperti ditulis Koran Tempo, Ahad, 8 Maret 2015.
Desainer lain yang tampil menarik dalam IFW tahun ini antara lain Ardistia New York, Populo Batik, dan Sofie pada hari pertama. Kemudian ada desainer busana muslim Jenahara, Ria Miranda dan Itang Yunasz—lewat label Moshaict—serta label Lekat pada hari kedua. Desainer Albert Yanuar lewat lini kedua merk pakaiannya Algarry dan desainer Rinda Salmun yang tampil pada hari ketiga juga wajib untuk disebut sebagai salah satu yang terbaik. Serta adapula Hartono Gan, Lulu Lutfi Labibi, Yosep Sinudarsono—ketiganya tergabung dalam label Fashion First—serta lulusan Lembaga Pendidikan Tata Busana Susan Budiardjo yang bergabung dalam peragaan berjudul Permixtio.
Di luar nama-nama yang disebutkan tadi, masih banyak kebingungan dan kebosanan dalam rancangan para desainer. Sebagian bahkan memilih untuk bernostalgia dengan desain era 1980-an, tanpa sadar kalau periode itu sudah lama ditinggalkan. Ada juga yang mengulang-ulang koleksinya setiap tahun dengan bungkus yang berbeda dan peragaan yang sangat meriah. Sebut saja desainer kebaya kondang Anne Avantie dengan kebayanya yang seperti kostum karnaval.
Beberapa kain sarungnya sudah kita lihat pada koleksi Legong Srimpi tahun lalu. Pun semua penonton sudah tahu kalau Anne hanya memindahkan aksen bunga pada kebaya brokatnya dari pangkal paha ke bahu. Satu-satunya yang baru dari peragaan Anne kali ini adalah penggunaan aplikasi kain perca dari sisa-sisa kebakaran Pasar Klewer Solo pada beberapa brokatnya. Bagaimanapun, publik menyukai peragaan ala Anne, terlihat dari sesaknya penonton yang menyaksikan pagelarannya sambil berdiri.
Sebagian besar desainer APPMI tetap mempertahankan pengolahan kain tradisional sebagai nyawa utama desainnya. Kebanyakan dari desain itu bahkan tidak lagi baru, karena diluar panggung peragaan busana di Jakarta Convention Center, ada ribuan gerai yang menjual produk yang mirip-mirip. Mengunjungi IFW tahun ini lebih mirip mengunjungi pasar besar dengan jumlah pengunjung yang mencapai 120 ribu orang. Melihat itu, wacana pemisahan antara Indonesia Fashion Week dengan fashion trade show yang dicetuskan oleh Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf perlu diwujudkan.
SUBKHAN