Mengajak Anak Autis Bicara

Reporter

Sabtu, 18 April 2015 01:33 WIB

futurity.org

TEMPO.CO, Makassar - Langkah Andi Ibra Seldinazis tiba-tiba terhenti. Perhatiannya beralih pada seekor burung berwarna-warni dalam sangkar. Kadang-kadang, bocah 7 tahun ini bermain bersama anak lain yang mengikuti acara jalan santai di Anjungan Losari, Ahad lalu. Tapi, Zidan—panggilan akrab Andi Ibra—nyaris tak pernah melepas pegangan ibunya, Haerani Nur. Zidan memang lebih banyak berkomunikasi dengan bahasa tubuhnya. “Dia terlambat bicara,” kata Ira—sapaan Haerani.

Pada usia satu tahun pertama, kata Ira, pertumbuhan Zidan normal. Hanya, hingga usianya menjelang 2 tahun, anaknya belum bisa bicara. Karena khawatir, ibu 33 tahun itu membawa anaknya ke dokter anak. Tapi Zidan dinyatakan sehat dan tidak ada masalah. “Dokter bilang, kalau umur 4 tahun belum bicara, nanti kita bertindak.” Hal itu kini akhirnya disesali Ira. “Jika semakin dini penanganan, akan semakin baik untuk tumbuh kembangnya.”

Ira dan Zidan adalah peserta jalan santai yang digagas komunitas Forum Komunikasi Peduli Anak Spesial atau disingkat Fokus. Kegiatan ini sekaligus memperingati Hari Peduli Autisme Sedunia pada 2 April lalu. Jalan santai melalui Jalan Penghibur dan Jalan Ujung Pandang, lalu berkumpul di Anjungan Losari, itu diikuti lima anak penyandang autisme beserta keluarga dan orang dewasa yang peduli autisme.

Kegiatan yang bertema “Autism is Not a Joke” ini merupakan ajang kampanye agar masyarakat menghilangkan penggunaan kata “autis”. Menurut Ketua Fokus, Ni Nyoman Anna M., autisme bukan penyakit dan tidak disembuhkan dengan obat. Mereka disebut penyandang gangguan spektrum autisme.

Menurut Anna, anak dengan autisme sebenarnya pintar dan umumnya memiliki potensi. Jadi, peran orang sekitar, terutama orang tua, penting untuk menggali potensi anaknya. “Kayak kemarin, ada anak sewaktu balita (menyandang autisme) parah. Tapi, tiba-tiba, umur lima tahun bisa bahasa Inggris.”
<!--more-->
Fokus menyediakan stan bagi pengunjung yang ingin berkonsultasi seputar perkembangan anak. Apalagi di Makassar belum ada sistem pemantauan tumbuh kembang anak. Di Indonesia, fasilitas untuk mendiagnosis anak memang masih sangat terbatas.

Karena terbatasnya fasilitas itu pula Zidan menjalani terapi psikologis pada usia 4 tahun. Ia mendapat terapi perilaku, lalu berlanjut ke terapi bicara. Menurut Ira, karena sulit berkomunikasi, Zidan sedikit-sedikit mengamuk dan kerap memecahkan barang. “Membuat kami kadang stres.”

Ira, yang juga dosen di Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar, mengatakan, untuk menangani anak autis, orang tualah yang harus lebih dulu menerima kondisi anak. “Keluarga dan masyarakat bilang anak saya nakal atau bertanya, kenapa anaknya belum bicara?” Hal ini biasanya membuat orang tua patah semangat dan membiarkan anak di rumah saja dan tidak sekolah.

Kalau orang tua bisa menyelesaikan konflik dengan dirinya sendiri, kata Ira, barulah memikirkan tindakan yang tepat bagi buah hati. Seperti terbuka untuk konsultasi, lebih rajin menemani sang anak, dan memperhatikan kebutuhannya. Sebab, kehadiran orang tua diperlukan untuk menstimulasi anak.

Cara menstimulasi anak adalah dengan mengajaknya berbicara. Memang butuh proses yang lama untuk mengarahkan anak berupaya menyebut apa yang dia maksudkan. Cara lain adalah dengan bantuan kartu bergambar atau bertulis “Ya” dan “Tidak”.

Ira biasanya mengajak Zidan mengobrol lewat tema yang disukai anaknya itu. Misalnya, akhir-akhir ini Zidan tertarik pada partai politik lewat berita di televisi. Melalui percakapan tentang parpol itu, Ira sekaligus mengajarkan angka dan warna. “Kelebihan Zidan, senang mengatur benda (menjadi miniatur bangunan) dan menggambar.” Di balik kekurangan penyandang autisme, kata dia, ada potensi unggul. “Itu yang mesti dikembangkan.”
<!--more-->
Rohani, 58 tahun, misalnya, berusaha memperlakukan cucunya yang berusia 5 tahun, Muh. Affan, seperti anak normal. “Kadang dia sibuk dengan dunianya sendiri,” katanya. Kalau sudah begitu, biasanya Rohani akan mendekati Affan dan berusaha mendapatkan perhatiannya. “Biasanya saya bilang, Affan dengar, ini kan Nenek lagi ngomong, coba lihat Nenek, perhatikan Nenek ngomong apa.”

Menurut Rohani, kita harus lebih lembut dan tenang. Setelah mendapat perhatian sang anak, barulah kita mengajak berbicara. Jika orang tua memaksakan kemauannya, anak bisa memberontak.

Indria Siregar, terapis di Rumah Sekolah Cendekia Berseri, mengatakan menangani anak yang kesulitan berkomunikasi biasanya dimulai dengan terapi perilaku. Mula-mula diminta duduk diam, diberi perintah sederhana, untuk melihat fokus dan kontak matanya. Setelah itu, barulah diterapi motorik halus dan motorik kasar. Terapi bicara juga bisa dilakukan lewat pemijatan di wajah atau menyikat bagian langit-langit dan lidah. Cepat atau lambat keberhasilan terapi juga berhubungan dengan upaya orang tua.

Menurut dia, berkomunikasi dengan anak autis sama seperti anak normal. Jika anak sudah bisa berkomunikasi dua arah, kita harus cari kalimat yang singkat. Kalau kita bertanya dan tidak dijawab oleh si anak, bahkan sampai tiga kali, kita bisa membantunya menjawab.

REZKI ALVIONITASARI

Berita terkait

Mengenal Dampak Buruk Kecanduan Menonton TV Digital Bagi Balita

6 November 2022

Mengenal Dampak Buruk Kecanduan Menonton TV Digital Bagi Balita

Televisi telah menjadi hiburan bagi kebanyakan manusia modern. Bagi balita, dampak buruk apa yang bisa ditimbulkan dari menonton TV Digital ?

Baca Selengkapnya

8 Gejala Autisme yang Tercermin dari Perilaku Bayi

3 April 2019

8 Gejala Autisme yang Tercermin dari Perilaku Bayi

Autisme bukan kelainan, melainkan keterbatasan seseorang dalam berkomunikasi dan bersosialisasi.

Baca Selengkapnya

Perubahan Iklim Mempengaruhi Kesehatan Jantung Bayi

4 Februari 2019

Perubahan Iklim Mempengaruhi Kesehatan Jantung Bayi

Sebuah studi terbaru menunjukkan bahwa bayi yang baru lahir rentan alami gangguan kesehatan jantung akibat perubahan iklim

Baca Selengkapnya

Kembangkan Kemampuan Bicara Anak Melalui Gerak Ritmis

24 Januari 2019

Kembangkan Kemampuan Bicara Anak Melalui Gerak Ritmis

Gerakan ritmis pada anak bisa membantu mengembangkan kemampuan berbicara pada anak usia dini.

Baca Selengkapnya

Bayi Gumoh Berlebihan, Jangan Sepelekan, Segera Periksa ke Dokter

15 November 2018

Bayi Gumoh Berlebihan, Jangan Sepelekan, Segera Periksa ke Dokter

Salah satu gangguan pencernaan yang sering terjadi pada bayi usia 0-12 bulan adalah gumoh. Gumoh bukan muntah yang diawali mual dan penuh di perut.

Baca Selengkapnya

Anak Belum Bisa Berenang, Kenalkan Dulu Akuarobik

11 November 2018

Anak Belum Bisa Berenang, Kenalkan Dulu Akuarobik

Ketimbang memaksakan anak belajar berenang, ada baiknya orang tua memperkenalkan anak pada olahraga akuarobik atau aerobik air.

Baca Selengkapnya

Tanda Bayi Memiliki Kulit Sensitif atau Tidak, Perhatikan Pipinya

6 November 2018

Tanda Bayi Memiliki Kulit Sensitif atau Tidak, Perhatikan Pipinya

Banyak ibu mengira kulit bayi menjadi sensitif jika terkena air susu ibu atau ASI saat menyusui, terutama di daerah pipi

Baca Selengkapnya

Ibu, Jangan Lupa Berikan Anak Imunisasi demi Kesehatannya

1 November 2018

Ibu, Jangan Lupa Berikan Anak Imunisasi demi Kesehatannya

Imunisasi adalah prosedur penting untuk mencegah anak terkena infeksi penyakit sejak usia dini.

Baca Selengkapnya

Bayi Poppy Bunga Terkena Infeksi Usus, Apa Gejalanya

19 Oktober 2018

Bayi Poppy Bunga Terkena Infeksi Usus, Apa Gejalanya

Poppy Bunga menceritakan infeksi usus yang terjadi kepada anak keduanya saat berusia 2 minggu, dan baru ketahuan di usia 1,5 bulan.

Baca Selengkapnya

Bayi di NTT Rajin Minum Susu tapi Stunting Tinggi, Ada yang Salah

17 Oktober 2018

Bayi di NTT Rajin Minum Susu tapi Stunting Tinggi, Ada yang Salah

Kontroversi susu kenal manis, apakah termasuk produk susu atau bukan memiliki implikasi yang panjang sampai ke masalah stunting.

Baca Selengkapnya